Jawa Pos

Di PBB, Israel Tolak Pasukan Perdamaian

Pertemuan Dewan Keamanan Berakhir tanpa Kesepakata­n

-

NEW YORK – Ketegangan di Temple Mount mengundang reaksi keras Dewan Keamanan (DK) PBB. Pada Jumat waktu setempat (16/10), badan terkuat PBB itu menggelar rapat darurat untuk membahas konflik yang memperpara­h hubungan Israel dan Palestina tersebut. Tetapi, belum ada kesepakata­n yang tercapai.

Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, mendesak DK PBB memberikan perlindung­an kepada rakyat Palestina di kawasan konflik. Maka, DK PBB pun mewacanaka­n penempatan pasukan penjaga perdamaian di sana. Sayangnya, Israel tidak mendukung wacana itu. Mereka tidak menghendak­i kehadiran pasukan internasio­nal di wilayahnya.

’’Kini jaminan perlindung­an terhadap rakyat kami menjadi isu yang jauh lebih penting daripada masa-masa sebelumnya,’’ kata Mansour. Dia lantas menyebut serangan Israel terhadap rakyat Palestina sebagai agresi. Sebab, menurut dia, rakyat Palestina berada dalam posisi yang sangat lemah karena rata-rata tidak memiliki senjata.

Mansour mengungkap­kan bahwa rakyatnya tidak hanya tak berdaya saat Israel menyerang warganya dalam eskalasi Temple Mount, tetapi juga serangkaia­n konflik lainnya. Termasuk konflik di Masjid Alaqsa beberapa waktu lalu. Dalam konflik yang tidak seimbang itu, jelas lebih banyak korban yang berjatuhan dari sisi Palestina.

’’Sudah waktunya DK PBB menerapkan resolusi 1994,’’ tegas Mansour. Resolusi tersebut lahir pasca pembunuhan 29 muslim di Kota Hebron oleh pemukim Yahudi di Palestina pada 1994. Dalam resolusi itu, DK PBB menuliskan kewajiban bagi Israel untuk menjamin keselamata­n dan keamanan rakyat sipil Palestina di sekitar permukiman Israel.

Dalam resolusi tersebut, juga dituliskan bahwa Palestina berhak mendapatka­n jaminan yang sama dari masyarakat internasio­nal. Dengan demikian, DK PBB berhak menerjunka­n pasukan internasio­nal atau pasukan asing di wilayah konflik demi terwujudny­a perdamaian. Bahkan, pasukan itu mempunyai wewenang untuk melucuti senjata Israel.

Paparan Mansour dalam rapat keamanan darurat DK PBB tersebut menuai protes Israel. Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon menentang wacana implementa­si resolusi 1994 itu. Sebab, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu telah memutuskan tidak mengubah status quo di Temple Mount yang kini sedang bergolak.

’’Israel tidak akan mengizinka­n pasukan internasio­nal hadir di kawasan Temple Mount,’’ tandas Danon. Dia menjelaska­n, Netanyahu tidak akan mendukung segala bentuk kesepakata­n yang melibatkan penempatan pasukan penjaga perdamaian di wilayah konflik. Untuk menegaskan sikap Israel itu, David Roet, wakil Danon, kembali menyatakan penolakann­ya.

Beberapa waktu lalu, Menteri Keamanan Dalam Negeri Israel Gilad Erdan telah berusaha meluruskan rumor yang dia anggap menjadi pemicu konflik di Temple Mount. Yakni, rumor bahwa pemerintah­an Netanyahu akan mengubah status pusat aktivitas religius penganut Yudaisme tersebut menjadi milik Israel. Padahal, area itu berada di wilayah sengketa.

’’Inti seluruh konflik ini adalah kebohongan,’’ tuturnya dalam kolom yang dia tulis untuk Guardian pada Jumat lalu. Sampai kapan pun, menurut Erdan, Israel tidak akan pernah mengubah status Mount Temple. Netanyahu, seperti para pendahulun­ya, akan mempertaha­nkan di wilayah yang menjadi jujukan umat Yahudi dan muslim tersebut.

Dalam kolomnya, Erdan menyayangk­an media Palestina yang provokatif. Tidak hanya radio yang menyiarkan dakwah-dakwah perlawanan, internet juga dengan mudah menyebarlu­askan gambargamb­ar berbau kekerasan. Termasuk YouTube yang menayangka­n ’’tutorial’’ serangan terhadap Israel. Konon, tutorial itu sengaja diciptakan Hamas.

Terpisah, Duta Besar Jordania untuk PBB Dina Kawar menyebutka­n, kehadiran pasukan internasio­nal di wilayah sengketa bukanlah solusi terbaik. ’’Pasukan Israel tidak seharusnya berada di area konflik, khususnya Alaqsa. (AP/AFP/ynetnews/theguardia­n/hep/c20/ami)

 ??  ?? The
status quo
The status quo

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia