Penyumbang Akali Aturan
JAKARTA – Dana kampanye ternyata bisa diakali. Hal itu ditemukan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR). Koordinator Nasional JPPR Masykurudin Hafidz menyatakan, pihaknya meneliti dana kampanye di sembilan kabupaten/kota penyelenggara pilkada serentak 2015. Yakni Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Depok, Palu, Balikpapan, Kabupaten Jember, Maros, Semarang, Seluma, dan Bantul.
Hasilnya, upaya mengakali aturan dana kampanye itu tampak jelas. Sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, sumbangan dana kampanye dibedakan menjadi dua, yakni sumbangan dari kelompok atau perusahaan dan sumbangan perorangan. Sumbangan kelompok atau perusahaan maksimal Rp 500 juta, sedangkan sumbangan perseorangan maksimal Rp 50 juta.
Ada beberapa modus yang dilakukan. Pertama, menyumbang melebihi batas. ”Ada perorangan yang menyumbang barang sebanyak 15 ribu item dengan nilai setara Rp 75 juta,” ungkapnya. Modus kedua, memecah jumlah sumbangan. Di Balikpapan ada sumbangan dari beberapa perusahaan senilai total Rp 2 miliar kepada paslon Rizal Effendi-Rahmad Mas’ud. Setelah ditelusuri, ada dua holding yang menyumbang atas nama anak-anak perusahaannya dengan nilai masing-masing Rp 1 miliar.
Modus ketiga adalah identitas fiktif. Salah satu penyumbang pasangan Airin Rachmi Diany-Benyamin Davnie dalam pilkada Tangsel diketahui menggunakan identitas fiktif. Nama si penyumbang adalah Indra Yogaswara dengan nilai Rp 50 juta. Setelah dilacak melalui nomor ponsel, ternyata nomor yang dicantumkan bukanlah milik Indra, melainkan milik seorang perempuan bernama Rita. ”Ibu Rita tidak kenal Airin dan tidak kenal pula dengan Indra,” kata Masykurudin.
Anggota Bawaslu Nelson Simanjuntak memastikan bahwa laporan itu segera ditindaklanjuti. ”Kami bakal langsung limpahkan ke panwaslu masing-masing,” tegasnya. Pada dasarnya, paslon tidak boleh menerima sumbangan melebihi batas. Sanksi apabila ketentuan itu dilanggar adalah pidana. Si pemberi dan penerima akan diancam penjara maksimal dua tahun. (byu/c9/ca)