Tahan Bunga Acuan, BI Longgarkan GWM
JAKARTA – Rapat dewan gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk kembali menahan suku bunga acuan (BI rate) di level 7,5 persen. Artinya, BI rate 7,5 persen bertahan sejak Februari 2015.
Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo mengungkapkan, alasan menahan suku bunga adalah pertimbangan situasi global yang masih belum stabil. ’’Kami melihat perkembangan dunia, tekanan keuangan global, dan kemungkinan risiko terburuknya,’’ ujarnya setelah RDG di Jakarta kemarin (17/11).
Mantan Dirut Bank Mandiri itu menjelaskan, bank sentral menahan bunga acuan karena aliran dana asing tetap masuk ke Indonesia. ’’Ini dilakukan untuk menjaga tekanan yang dialami Indonesia, khususnya di transaksi modal dan finansial,’’ tutur Agus. Selain itu, ada tekanan lantaran kebijakan normalisasi suku bunga The Fed.
Namun, dia yakin ekonomi Indonesia mampu menghadapi sentimen eksternal tersebut. ’’Kami lihat, fundamental ekonomi Indonesia terus membaik,’’ katanya. Di samping menahan suku bunga, BI melong- garkan kebijakan moneter dengan menurunkan giro wajib minimum (GWM) primer dalam rupiah yang sebelumnya berada di level 8 persen menjadi 7,5 persen.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menuturkan, penurunan GWM yang mulai efektif pada 1 Desember diharapkan menambah likuiditas perbankan dalam kapasitasnya untuk menyalurkan kredit hingga Rp 18 triliun. ’’Dengan pelonggaran itu, bank-bank bisa menaikkan kapasitas lending,’’ ungkapnya.
Pelonggaran moneter melalui penurunan GWM sekaligus memperkuat kebijakan markoprudensial yang dikeluarkan BI sebelumnya. Yakni, terkait dengan pelonggaran loan to value (LTV) ratio. ’’Ranah pelonggaran makroprudensial adalah penurunan down payment,’’ tegas dia.
Perry menyatakan, GWM merupakan instrumen moneter yang berpengaruh pada likuiditas yang otomatis masuk dan diserap perbankan. Saat ini dampak pelonggaran makroprudensial dapat dilihat dari pertumbuhan kredit properti dan realestat sebesar 20,6 persen per September. (dee/c14/oki)