Pemda Diharapkan Cegah Investasi Bodong
SURABAYA – Investasi bodong yang masih marak di berbagai daerah membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) geram. Sebab, selain tidak terdaftar, investasi tersebut merugikan banyak orang. Karena itu, OJK terus berupaya mendorong pemberantasan investasi bodong.
Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Kusumaningtuti S. Setiono mengatakan, pihaknya berharap ada kesinambungan upaya dari OJK dengan pemerintah daerah (pemda). ”Kalau dari pemda, yang penting masifnya. Kampanye mengedukasi dan memerangi investasi bodong harus lebih masif,” ujarnya dalam seminar bertema Peranan Pemda dalam Mendorong Inklusi Keuangan dan Menangani Kegiatan Investasi tanpa Izin kemarin (17/11).
OJK telah bersinergi dengan beberapa pemda. Salah satunya Klaten, Jawa Tengah. OJK dan pemda setempat bekerja sama memberikan pelatihan kepada tenaga penyuluh mengenai produk lembaga jasa keuangan. Dengan menggandeng tenaga penyuluh, sosialisasi dan edukasi lebih mudah dilakukan karena penyuluh telah andal dalam memberikan pelatihan kepada masyarakat. Selain itu, penyuluh dapat menjadi perpanjangan tangan OJK yang belum mampu menjangkau masyarakat di daerah.
Perempuan yang kerap disapa Tituk itu mengatakan, literasi keuangan masyarakat Indonesia memang masih rendah. Berdasar hasil survei nasional literasi keuangan yang dilakukan OJK, pada 2013 tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia hanya 21,8 persen. Sedangkan tingkat in- klusinya 59,7 persen.
Indeks literasi masyarakat golongan C, D, dan E atau masyarakat berpeng- hasilan rendah 18,71 persen. Survei itu dilakukan di 20 provinsi dengan 8.000 responden. Dia menuturkan, ketidaktahuan masyarakat akan investasi yang benar kerap dimafaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
”Biasanya, ada tawaran investasi dari lembaga yang hanya mampu menunjukkan surat izin usaha. Tapi, itu belum tentu terdaftar dan diawasi OJK,” lanjutnya. Dia menyarankan masyarakat yang ragu berinvestasi untuk menghubungi
OJK atau datang langsung ke kantor OJK.
Selain itu, papar Tituk, investasi harus melihat kebutuhan investor. Lalu, kebutuhan tersebut dicocokkan dengan jangka waktu investasi. Pada produk hybrid semacam unit link, misalnya, kerap OJK mendapatkan laporan dari nasabah asuransi yang kecewa dengan imbal hasil investasi. (rin/c11/tia)