Pengawas TPS Ikut Pantau Kampanye
SURABAYA – Tugas 3.936 pengawas tempat pemungutan suara (TPS) bakal lebih berat. Mereka tidak hanya bertugas pada hari pencoblosan, 9 Desember. Namun, petugas yang direkrut panitia pengawas kecamatan (panwascam) itu akan dimaksimalkan fungsinya untuk memelototi kampanye dan rekapitulasi suara.
Komisioner Panwaslu Surabaya M. Safwan mengatakan, memang nama petugas itu pengawas TPS. Namun, tugasnya tidak hanya sehari. Mereka bertugas selama sebulan dan secara resmi akan dilantik pada Jumat (20/11). ’’Mereka akan kami bekali pengetahuan untuk pengawas saat kampanye, pemungutan suara, dan penghitungan suara,’’ ujarnya kemarin (17/11)
Safwan mengungkapkan bahwa personel Panwaslu Surabaya sangat terbatas.
Mereka hanya dibantu tiga panwascam di tiap kecamatan dan satu panitia pengawas lapangan (PPL) di tingkat kelurahan. Nah, bila ditambah dengan pengawas TPS di RT/RW, akan sangat mudah memantau tahapan pilwali.
’’Apalagi, sering kali saat paslon (pasangan calon, Red) bertemu warga itu tidak membuat surat resmi. Jadi kami tidak mendapatkan laporan kegiatannya,’’ ungkapnya. Surat resmi itu berupa surat tanda terima pemberitahuan kampanye (STTPK). Harusnya, setiap kegiatan kampanye, paslon membuat surat yang disampaikan ke kepolisian dan panwaslu.
Safwan menuturkan, selama ini petugas lapangan sering kali luput dengan acara pasangan calon. Sebab, tidak pernah ada pemberitahuan resmi. Padahal, panwaslu sangat terbuka bila diminta paslon untuk mengawasi kegiatan mereka. Hal itu tentu bisa menjadi pengingat bagi paslon tersebut. ’’Sebenarnya mirip polisi yang mengawal. Panwas pun siap untuk itu,’’ ucapnya.
Safwan menjelaskan, Panwaslu Surabaya mengedepankan langkah pencegahan daripada penindakan. Karena itu, sampai sekarang pun tidak ada catatan pelanggaran bagi kedua pasangan calon. ’’ Pelanggaran sebenarnya banyak, tapi tidak kami tindak. Kami selesaikan secara adat, musyawarah mufakat,’’ imbuhnya.
Beberapa indikasi pelanggaran yang ditangani panwaslu juga tidak bisa dibuktikan unsur tindak pelanggarannya. Misalnya, saat anggota Komisi C DPRD Surabaya M. Machmud menggunakan mobil dinas untuk kampanye Rasiyo. Namun, hal itu tidak terbukti sebagai kampanye. Sebab, acara tersebut hanya makan malam dan pembekalan saksi.
Kasus lain yang mencuat adalah dugaan pelanggaran oleh petugas PPK dan PPS. Namun, panwaslu tidak sampai membuat rekomendasi dan menyerahkan pada KPU Surabaya. Dua petugas itu akhirnya mengundurkan diri, bukan dipecat.
Sementara itu, kinerja panwaslu tetap disoroti tim pemenangan pasangan calon. Ach. Zainul Arifin, liaison officer (LO) alias penghubung tim Rasiyo-Lucy Kurniasari, menyatakan, selama ini kinerja pengawas di lapangan sering kali overacting. Cara kerja mereka dianggap terlalu berlebihan. ’’Misalnya, saat Ning Lucy mau memberikan cenderamata ke ibu-ibu, ternyata tidak diperbolehkan. Larangan itu langsung dilakukan di depan banyak orang,’’ kata Arifin.
Dia menyebutkan bahwa kinerja Panwaslu Surabaya perlu ditingkatkan lagi. Apalagi, ada pengawas TPS yang jumlahnya mencapai 3.936 orang. Jumlah yang banyak tanpa diimbangi kinerja yang profesional hanya akan membuat nama panwaslu jadi semakin buruk. ’’Kami ingin mereka lebih profesional saja,’’ ungkapnya.
Secara terpisah, Syaifuddin Zuhri, ketua tim pemenangan Tri Rismaharini-Whisnu Sakti Buana, juga berharap panwaslu lebih profesional. Dia tidak ingin pilwali jadi tidak semarak gara-gara kinerja panwaslu itu. ’’Tugas panwaslu itu jangan sampai membuat pilwali itu terkesan tidak ada,’’ ujarnya.
Menurut dia, yang juga perlu disoroti adalah tugas KPU Surabaya. Selama ini gaung sosialisasi pilwali 9 Desember masih kurang. Dia berharap KPU Surabaya bisa lebih giat melakukan sosialisasi. ’’Masih banyak yang belum tahu pilwali dilaksanakan pada 9 Desember,’’ tambahnya. (jun/c17/oni)