Hanya Dikenai Percobaan 1 Tahun
SURABAYA – Lima guru honorer yang diseret ke meja hijau karena mengejar sertifikasi dengan menggunakan ijazah palsu bisa bernapas lega. Sebab, jaksa penuntut umum meminta hakim agar tidak memenjarakan terdakwa meski dinyatakan terbukti bersalah.
Lima guru yang beruntung itu adalah Jodi Frondedi asal Sumenep, Adi Suhartono (Pamekasan), Siti Rustantina (Pamekasan), Moh. Mondir (Bangkalan), dan Agus Purwanto (Mojokerto). ’’Terdakwa terbukti melanggar pasal 68 ayat 2 Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional,’’ kata jaksa Fadilah.
Meski demikian, jaksa menuntut terdakwa hukuman delapan bulan penjara dengan masa percobaan selama setahun. Artinya, hukuman delapan bulan itu tidak perlu dijalani. Namun, jika dalam menjalani masa percobaan selama setahun terdakwa melakukan tindak pidana, hukuman delapan bulan itu harus dijalani.
Fadilah mengatakan, tuntutan tersebut didasarkan pada hal yang meringankan. Yaitu, terdakwa berterus terang dan sopan selama sidang. Selain itu, terdakwa memiliki tanggungan keluarga. ’’Terdakwa juga belum sempat menikmati hasil dari sertifikasi tersebut,’’ ucapnya.
Hal yang memberatkan, terdakwa telah mencemarkan nama baik Universitas PGRI Adi Buana (Unipa) Surabaya yang ijazahnya dipalsukan. Selain itu, sebagai pendidik, mereka seharusnya memberikan contoh yang baik, terutama kepada anak didiknya.
Meski sudah dituntut ekstraringan, para guru itu masih meminta belas kasihan hakim. Mereka meminta hakim agar memperingan hukuman. Majelis hakim memutuskan menunda sidang selama seminggu untuk merumuskan putusan.
Sebagaimana diberitakan, lima guru itu diseret ke meja hijau karena memalsukan ijazah ketika akan mengikuti sertifikasi guru melalui jalur pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG) pada 2013. Hanya, mereka memiliki cara berbeda-beda dalam mendapatkan ijazah palsu.
Salah satunya Moh. Mondir yang membeli ijazah dari Eko Setiawan Als Wawan seharga Rp 11 juta. Kejanggalan itu ditemukan ketika melakukan verifikasi. Ada perbedaan data yang signifikan. Yaitu, nama dekan, nomor seri ijazah, dan nomor induk mahasiswa yang semuanya tidak terdaftar di Universitas PGRI Adi Buana.
Sementara itu, terdakwa lainnya mendapatkan ijazah palsu dengan membelinya kepada Isahnuddin Alim dan Abdul Karim. Harganya Rp 7,5 juta. Dengan nominal tersebut, terdakwa mendapatkan ijazah S-1, akta mengajar, dan transkrip yang dikeluarkan Unipa Surabaya. (eko/c15/ady)