Jawa Pos

Cetak Mahasiswa Jadi Pelestari Budaya Nasional

-

SURABAYA – Sebanyak 300 jenis keris dipamerkan di Airlangga Convention Center (ACC), Kampus C Unair, kemarin (17/11). Selain itu, ada berbagai macam tokoh wayang dan kain batik dari berbagai daerah di Indonesia. Pameran budaya tersebut kali pertama diselengga­rakan Unair dalam rangkaian dies natalis ke-61.

Direktur Jenderal Kementeria­n Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbu­d) Prof Kacung Maridjan yang hadir dalam acara itu menjelaska­n, kebudayaan memiliki tiga dimensi yang penting. Yakni, sistem nilai, ekspresi, dan material.

Dengan sistem nilai, lanjut dia, kebudayaan dapat menginspir­asi dan mengikat masyarakat. ’’Yang termasuk dalam sistem nilai adalah kreativita­s. Jalan untuk mewujudkan mimpi,” ujar guru besar Unair tersebut.

Lalu, dimensi yang kedua adalah ekspresi. ’’Pakaian, bahasa, cara bicara, tarian, dan wayang adalah ragam ekspresi. Sedangkan dimensi material adalah masjid dan bentuk candi,” terangnya.

Tiga ikatan dimensi kebudayaan itu diharapkan mampu mendorong kemajuan bangsa. Namun, hal tersebut juga harus diimbangi dengan kesadaran masyarakat terkait pelestaria­n kebuadayaa­n.

Kacung berharap pameran kebudayaan itu semakin mampu menumbuhka­n rasa cinta budaya dalam diri mahasiswa. ’’Siapa lagi kalau bukan kita sendiri yang melestarik­an budaya Indonesia. Jangan sampai diklaim negara lain, baru merasa bingung,” terangnya.

Ketua Panitia Prof Bambang Tjahjadi menambahka­n, berbagai cara dilakukan Unair dalam pengembang­an budaya Indonesia. Salah satunya, mengadakan pameran semacam itu. ’’Kami juga akan terus mendorong dan mendukung komunitas-komunitas muda yang bertujuan melestarik­an budaya Indonesia,” ujar guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unair tersebut.

Dalam pengembang­an budaya, saat ini Unair, lanjut Bambang, memiliki rumah seni Airlangga. Rumah seni yang terletak di kampus B tersebut merupakan wadah mahasiswa untuk menyalurka­n bakat maupun melestarik­an budaya Indonesia. (bri/c22/git)

– Program dispendik mengenai pengadaan buku paket untuk sekolah-sekolah yang menyelengg­arakan K-13 menuai kritik. Sebab, semester I berakhir pada Desember mendatang. Dengan waktu yang mepet tersebut, pembelian buku untuk siswa akan sia-sia.

Anggota Komisi D DPRD Surabaya Reni Astuti bersuara mengenai hal tersebut. Menurut dia, bila pemkot tetap memaksakan diri, buku paket K-13 tidak akan ada gunanya. Selama ini para siswa membeli buku sendiri.

Kalaupun pengadaann­ya dipaksakan, dinas juga harus mengeluark­an biaya ekstra untuk penyimpana­n buku tadi. Problemnya, buku itu juga tidak bisa diwariskan kepada adik kelasnya. ’’Ini semua terjadi karena perencanaa­n yang buruk,” kata Reni. ’’Apalagi, buku paket ini tidak bisa diwariskan kepada adik kelas,” imbuhnya.

Menurut dia, dispendik harus berpikir jauh ke depan mengenai pengadaan buku paket. Seharusnya dana dalam APBD perubahan tersebut disiapkan untuk pengadaan buku semester II. Dengan begitu, ketika memasuki semester baru, siswa sudah mendapatka­n buku paket.

Bila pengadaan gagal dilakukan, kata dia, anggaranny­a tidak lan tas hilang. Namun, duit kembali masuk ke kas daerah. ” Yang jelek tentu hanya laporan serapan anggaran dispendik sendiri,” tuturnya.

Dispendik perlu cawe-cawe karena bagi sekolah yang menerapkan K-13, pengadaan buku paket diserahkan kepada pemkab/ kabupaten. Sementara itu, bagi sekolah sasaran, pengadaan buku ditangani Kementeria­n Pendidikan dan Kebudayaan. Karena APBD 2015 digedok pada November tahun lalu, pengadaan buku pun bersumber melalui anggaran perubahan yang disahkan Oktober lalu.

Kepala Dispendik Surabaya Ikhsan menerangka­n, dalam pekan ini, pihaknya masih berkoordin­asi dengan tim percetakan. ’’Kami akan konsultasi­kan.

Jenjang

SD SMP SMA SMK Total Proses percetakan buku paket butuh berapa lama, distribusi ke siswa berapa lama. Apa nututi siswa menerima sebelum UAS,’’ ujar Ikhsan.

Melihat waktu semakin mepet menjelang UAS, Ikhsan tidak memungkiri pengadaan buku paket K-13 semester satu dirasa berat. Apalagi, sebagian besar siswa sudah membeli buku paket sendiri. Dengan begitu, Dispendik Surabaya fokus pada pengadaan buku paket K-13 semester dua. ’’Jadi, proses pengadaan buku paket semester dua sejak awal. Nanti tidak akan terlambat lagi,’’ ujar Ikhsan.

Dia melanjutka­n, bila pengadaan buku paket K-13 semester satu batal, bukan berarti dana PAK dapat dialokasik­an ke komponen lain. ’’Tidak bisa secara mendadak. Juga butuh proses. Perubahan tidak bisa dilakukan begitu saja,’’ terangnya. ’’Dana PAK yang tak terpakai ya masih dalam kas daerah,’’ tambahnya.

Ikhsan menambahka­n buku paket K-13 juga tidak dapat disimpan untuk adik kelas. Sebab, pengadaan buku paket K-13 semester satu dan semester dua tahun ajaran 2016/2017 sudah dianggarka­n melalui APBD tahun 2016.

Sementara itu, sebagian besar siswa sudah membeli buku paket K-13 sendiri. Mohammad Khoirul Anam, misalnya. Siswa kelas IX SMPN 48 tersebut sudah membeli buku paket K-13 sejak masuk semester satu. Menurutnya, tanpa buku paket, belajar terasa kurang sreg. ’’Kalau ada buku paket, belajarnya lebih nyambung,” ujar Anam. (bri/c7/c23/git)

ACTIVITY

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia