Orang Tua Wajib Lupakan Rasa Ego
Pola Asuh untuk Anak Broken Home
SURABAYA – Hampir semua orang yang menikah berharap pernikahan mereka langgeng hingga maut memisahkan. Namun, tidak jarang aral menerjang, mengempaskan harapan. Pasangan suami istri pun memilih berpisah dengan berbagai alasan.
Beberapa perempuan di Surabaya mengalami kisah tersebut. Meski berstatus single parent, mereka tetap mampu tegak berdiri membesarkan anak-anak mereka. Sebut saja Asmita Megawati, 34.
Berhasil melewati masa sulit perceraian, kini Mita, panggilan Asmita, menjadi perempuan tangguh untuk dua buah hatinya, Keyza Endhita, 9, dan Bhagas Putra, 7. ’’Banyak yang harus dilakukan, tapi bahagia. Anak-anak membuat saya bisa bertahan dan tetap bersemangat,’’ katanya.
Alumnus Universitas Airlangga tersebut kini memikul peran ganda, menjadi seorang ibu sekaligus ayah. Sejak 2010, Mita berpisah dari pria yang menikahinya pada 25 September 2005. Umur pernikahan mereka yang masih 5 tahun berakhir. ’’Untuk apa dipertahankan jika selalu terjadi perbedaan dan ketidakcocokan?’’ ujar perempuan yang bekerja di bank tersebut.
Keputusan yang berat kala itu. Selain baru mengawali karir, Mita harus mengurus anak balita dan bayi. ’’Paling susah ketika harus jadi sosok ayah di mata anak-anak, harus bisa tegas,’’ terangnya lantas tertawa..
Cara yang diterapkan Mita untuk mewujudkan itu adalah sesering-seringnya berkomunikasi dengan kedua buah hati. Meski sepanjang hari bekerja, dia selalu menyempatkan diri untuk menelepon anak-anaknya.
Hal senada diungkapkan Jessica Natalie, perempuan karir yang juga single parent. Sejak bercerai dua tahun lalu, Jessica mengasuh anak sendiri. Kesibukan sebagai penyanyi tidak membuatnya menyerah dalam membesarkan buah hati. ’’Dulu, kalau ada job, saya bawa dia sampai ke backstage. Agak ribet, tetapi syukurnya banyak temen yang juga ngebantu momongin kok,’’ ungkapnya.
Jessica begitu memanjakan anak semata wayangnya. Berbagai keinginan anaknya sebisa-bisanya dikabulkan. Perempuan berusia 30 tahun tersebut tidak ingin anaknya mengalami depresi karena perceraian orang tuanya. ’’Namun, sebisanya saya juga tetap menjalin komunikasi dengan ayahnya,’’ terangnya.
Sebetulnya, bagaimana pola asuh yang tepat bagi anak yang orang tuanya bercerai? Menurut psikiater dr Hendro Riyanto SpKJ, yang utama adalah semaksimal-maksimalnya tetap menghadirkan profil ayah dan ibu. Meski tidak lagi tinggal serumah, kedua pihak harus tetap membuka saluran komunikasi seluas -luasnya untuk anak. ’’Jangan pikirkan ego orang tua. Yang penting adalah perkembangan psikologis anak,’’ tuturnya.
Pada masa anak-anak, mereka butuh sosok untuk menjadi panutan. ’’Saran saya, sampai anak menjadi dewasa selama itu, ayah atau bunda diharapkan bisa bekerja sama dan tidak menunjukkan kalau ada masalah besar,’’ jelasnya.
Dengan pola asuh yang tepat, efek negatif perceraian orang tua kepada anak bisa diminimalkan. Anak bisa tumbuh dalam lingkungan yang diciptakan senormalnormal. (rid/lyn/c5/ayi)