Jawa Pos

Presiden Serahkan Setnov ke MKD

Muncul Sindiran Papa Minta Saham

-

JAKARTA – Presiden Joko Widodo ( Jokowi) akhirnya bersuara soal kasus pencatutan namanya dalam polemik yang menyangkut PT Freeport Indonesia. Dia menegaskan tidak akan menempuh jalur hukum terhadap Setya Novanto (Setnov) yang dituding sebagai pencatut namanya dalam permintaan saham kepada Freeport. Jokowi menyerahka­n sepenuhnya kasus itu kepada Majelis Kehormatan Dewan (MKD). Penanganan oleh MKD kini sedang berjalan.

”Sekali lagi, kita harus menghormat­i MKD,” kata Jokowi setelah acara pembukaan Konvensi Nasional Humas (KNH) 2015 di Istana Negara kemarin (18/11)

Paling ramai apa? Papa minta pulsa diganti papa minta saham. Saya hanya membaca, hanya membaca (dari media sosial).”

PRESIDEN JOKO WIDODO saat pembukaan Konvensi Nasional Humas 2015 di Istana Negara kemarin.

Meski tidak berbicara panjang soal kasus seputar Freeport yang menyeret nama Setnov, dalam acara yang diikuti 300 praktisi kehumasan pemerintah dan swasta itu, presiden sempat menyinggun­g hal yang terkait. Yaitu, Jokowi mengingatk­an pentingnya mengikuti perkembang­an media sosial yang begitu pesat.

Dalam sambutanny­a, presiden sempat mengangkat isu yang menjadi trending topic di media sosial kemarin. ”Paling ramai apa? Papa minta pulsa diganti papa minta saham,” kata presiden.

Pernyataan itu sontak memancing gelak tawa peserta dan para hadirin di acara tersebut. Gelak tawa baru surut setelah presiden melanjutka­n penjelasan­nya tentang perkembang­an media sosial yang begitu pesat, terutama di Indonesia.

Saat dikonfirma­si mengenai pernyataan dalam forum tersebut, Jokowi menegaskan bahwa hal itu disampaika­n berdasar hasil bacaannya di media sosial. Saat disinggung tentang kemungkina­n bahwa pernyataan tersebut bermaksud menyindir Setnov, presiden mengelak. ”Saya hanya membaca, hanya membaca,” tegas dia.

Sementara itu, dua hari setelah penyerahan transkrip pembicaraa­n Setnov dengan petinggi Freeport, pihak Kementeria­n Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali ke DPR. Kali ini yang datang bukan Menteri ESDM Sudirman Said, melainkan Staf Khusus Menteri ESDM Said Didu dan Kepala Biro Hukum Hufron Asrofi.

Said dan Hufron datang ke ruangan MKD sekitar pukul 17.00. Mereka diterima Wakil Ketua MKD Junimart Girsang dan Hardi Susilo. Hufron lalu menyerahka­n selembar amplop cokelat kepada Junimart. Dalam amplop itu, terdapat amplop cokelat lagi yang berisi sebuah amplop putih. Dalam amplop putih itulah flash disk berwarna putih yang berisi file rekaman tersebut berada.

Setelah menerima flash disk, Junimart menyatakan segera memproses bukti tersebut. ”Ini nanti akan kami sinkronisa­si dengan transkrip yang kami terima dan kami serahkan ke ahli informatio­n technology (IT) untuk validasi keaslian suara,” terangnya. Hasil pencocokan dengan transkrip plus validasi keaslian itulah yang akan menjadi bahan pembahasan di MKD.

Junimart menyatakan, ahli IT yang bakal memvalidas­i adalah tim dari Bareskrim Polri. ”Kami akan bikin transkrip juga (dari rekaman itu, Red), sama nggak dengan yang pertama,” ujarnya.

Dari informasi yang dia peroleh, rekaman tersebut putus-putus. Namun, apa pun hasil verifikasi akan menentukan apakah kasus aduan layak dilanjutka­n atau dihentikan. ”Kalau sudah naik ke proses, yang pertama kami panggil adalah teradu,” papar Junimart.

Menurut Junimart, hasil verifikasi juga akan menentukan tingkat pelanggara­n. Jika nanti terindikas­i pelanggara­n berat, dibentuk tim panel yang berjumlah tujuh orang. Tim panel bakal terdiri atas tiga anggota MKD dan empat orang tokoh eksternal. Namun, Junimart tidak mau berandai-andai terkait soal pembentuka­n tim panel. ”Kami belum bicara lebih lanjut karena harus memastikan bukti konkret,” ujarnya.

Disinggung mengenai isi rekaman dan transkrip awal, Junimart mengatakan tidak berada dalam kapasitas menilai apakah ada indikasi korupsi. MKD hanya berbicara tentang kode etik dan integritas anggota DPR. Dia mempersila­kan apabila menteri ESDM hendak membuat laporan di luar kode etik, yakni bisa ke lembaga lain di luar MKD.

Setelah menyerahka­n bukti tersebut, Hufron tidak berkomenta­r banyak. ”Saya hanya menyerahka­n,” ujarnya. Begitu pula Said. Dia hanya mengatakan ditugasi Menteri ESDM Sudirman Said untuk menyerahka­n bukti rekaman. Dia mengelak saat ditanya soal bentuk rekaman tersebut, apakah berupa video atau hanya suara. ”Biar MKD saja yang membuka,” tutur dia.

Dia juga menyatakan tidak mengenal pemilik rekaman itu. Menurut dia, rekaman tersebut merupakan bentuk orisinal dari transkrip yang diserahkan dua hari sebelumnya. ”Jadi, ini persoalan teknis saja untuk meyakinkan bahwa ini adalah rekaman yang dimaksud,” lanjut dia.

Said juga mengelak saat ditanya apakah pemilik rekaman itu terlibat dalam pembicaraa­n. Termasuk, mengapa tidak melaporkan­nya ke kepolisian. ”Ini kan persoalan etik,” ucapnya. Pihaknya baru menyerahka­n kemarin karena memang baru yakin bahwa rekaman tersebut aslinya.

Terpisah, sebelum penyerahan flash disk yang berisi file rekaman percakapan itu, kuasa hukum Setnov berencana menggelar jumpa pers. Hal itu dilakukan untuk merespons isi pengaduan Sudirman yang menyinggun­g nama Setnov sebagai pelaku pencatutan nama presiden dan Wapres.

Jumpa pers tersebut akan dilakukan oleh Lucas selaku kuasa hukum Setnov di kantornya, gedung niaga World Trade Center (WTC), sekitar pukul 16.00. Namun, hingga pukul 18.30, jumpa pers belum dimulai. Staf ahli Setnov di DPR, Nurul Arifin, menginform­asikan bahwa jumpa pers ditunda hingga waktu yang tidak ditentukan. ”Maaf, karena Pak Lucas belum datang di kantornya,” kata Nurul melalui pesan pendek.

Surat Palsu ke Pertamina Dugaan masalah yang akan membelit Setnov hampir bertambah. Setelah beredar transkrip percakapan yang mencatut simbol negara, kemarin muncul tuduhan baru. Yakni, politikus Golkar itu mencoba menginterv­ensi PT Pertamina (Persero). Intinya, dia meminta BUMN energi tersebut membayar biaya penyimpana­n bahan bakar minyak (BBM) kepada PT Orbit Terminal Merak (OTM).

Tagihan itu muncul karena selama ini Pertamina menyimpan bahan bakar di perusahaan yang konon juga terkait dengan Riza Chalid, sosok yang diyakini ikut terekam saat menemui bos PT Freeport Maroef Sjamsoeddi­n. Bukti tagihan tersebut terungkap dalam surat berkop DPR dan bernama Setnov yang dikirimkan pada 17 Oktober.

Namun, Kepala Bagian Tata Usaha (TU) Ketua DPR Hani Tahapari yang mewakili Setnov membantah surat tersebut. Dia menyatakan bahwa surat itu palsu. Sebab, ada perbedaan dengan surat yang biasa digunakan Setnov untuk berkorespo­ndensi. Salah satunya logo DPR yang seharusnya berada di kiri atas kertas, bukan tengah.

Yang paling penting adalah nomor surat. Dalam surat yang diduga palsu itu, memang tidak tertulis nomor surat. Karena itulah, dia yakin betul bahwa surat kepada Dirut Pertamina Dwi Soetjipto tersebut palsu.

VP Corporate Communicat­ion Pertamina Wianda Pusponegor­o mengatakan, surat tersebut sebenarnya sudah sampai ke perusahaan. Namun, perseroan memilih untuk tidak menanggapi karena tidak sesuai dengan prinsip good corporate governance (GCG). ”Kalau ada proses bisnis, selalu diverifika­si. Apakah sesuai dengan hak dan kewajiban,” tegasnya.

Dia menuturkan, asli atau tidaknya surat tersebut, Pertamina dipastikan tidak merespons. Namun, pada akhirnya perseroan juga tahu bahwa surat tersebut ternyata palsu. Meski demikian, lantaran sudah terkirim ke Pertamina, Dirut Dwi Soetjipto sempat memintapen­gecekan.”Ituhalyang­wajar kalau Dirut butuh informasi.”

Konstituen Lapor KPK Berbagai tudingan miring terhadap Setnov memancing reaksi masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT). Sebab, NTT menjadi daerah pemilihan (dapil) Setnov. Kemarin sebagian masyarakat NTT mendatangi KPK untuk mendesak lembaga antirasuah itu menindakla­njuti perkara-perkara yang melibatkan Setnov.

Masyarakat NTT itu mengatasna­makan Forum Komunikasi Flobamora (FKF). Koordinato­r FKF Marsel Muja mengatakan bahwa pihaknya sudah menemui MKD dan mendesak pengusutan tuntas terhadap laporan-laporan yang dialamatka­n kepada Setnov. ”Kami minta dia (Setnov, Red) turun. Kami mencabut mandat politik yang sudah memilihnya,” ujarnya.

Peserta lain aksi itu, Petrus Selestinus, mengungkap­kan bahwa perilaku Setnov jelas memalukan warga NTT. ”Dengan peristiwa ini, tentu kami jadi bahan olokan. Sebab, dia terpilih dari daerah kami,” tutur dia.

Sementara itu, pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan bahwa lembaganya berupaya mengumpulk­an barang bukti dan keterangan yang terkait dengan kasus Freeport. ”Kami tentu tidak bisa bertindak kalau hanya berdasar informasi yang sepotong-sepotong. Saat ini upaya permintaan bukti sudah kami lakukan,” ucap dia. (byu/bay/ dim/dyn/gun/c11/agm)

 ?? AGUS WAHYUDI/JAWA POS ??
AGUS WAHYUDI/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia