Jawa Pos

RI Lebih Terbuka pada Modal Asing

Stabilitas dan Pasar Menggiurka­n Masih Menjadi Jualan Utama

-

MANILA – Meskipun Presiden Joko Widodo ( Jokowi) tidak hadir, Indonesia tetap menjadikan KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) sebagai salah satu forum untuk menjajakan peluang investasi di tanah air

Laporan

AHMAD BAIDHOWI

dari Manila

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) kemarin (18/11) berbicara dalam APEC CEO Summit yang dihadiri 700 chief executive officer atau pimpinan puncak perusahaan besar di Asia-Pasifik.

JK mendapat kesempatan bicara di sesi pertama. Setelah itu, barulah Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama, Presiden Republik Rakyat Tiongkok Xi Jinping, dan Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev menjadi pembicara.

Dalam kesempatan berharga tersebut, JK kembali mengumanda­ngkan berbagai prestasi ekonomi Indonesia. Mulai stabilitas pertumbuha­n ekonomi di kisaran 4–6 persen dalam beberapa tahun terakhir, saat negara-negara lain mengalami kontraksi ekonomi; defisit anggaran yang relatif rendah di bawah 2,5 persen dari output ekonomi nasional; hingga rupiah yang mulai menguat terhadap dolar AS. JK juga mengingatk­an bahwa ekonomi Indonesia adalah yang terbesar di ASEAN serta masih menjadi pasar yang begitu menggiurka­n karena 60 juta penduduk Indonesia bakal masuk kelas menengah.

Intinya, menurut JK, Indonesia adalah tempat yang menjanjika­n untuk bertanam modal. Karena itu, ketika moderator Richard Quest menanyakan pesan utama yang ingin disampaika­n Indonesia kepada 700 CEO di Asia-Pasifik, JK menjawab dengan mantap. ” Please come (silakan masuk untuk berinvesta­si, Red),” ujarnya, lalu disambut tepuk tangan meriah hadirin yang memadati ballroom Hotel Shangri-La Makati, Manila, kemarin (18/11).

Meski demikian, JK mengakui bahwa Indonesia juga menghadapi tantangan yang tidak ringan. Misalnya kondisi perekonomi­an global yang masih diliputi ketidakpas­tian. Juga lemahnya permintaan global sehingga membuat harga komoditas pertambang­an dan perkebunan tak kunjung naik. ”Ka- rena itulah, kami terus melakukan reformasi struktural,” katanya.

JK lantas memamerkan berbagai reformasi yang dilakukan pemerintah­an Jokowi. Misalnya pencabutan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Anggaran untuk subsidi itu dialihkan ke pembanguna­n infrastruk­tur, kesehatan, dan pendidikan. Selain itu, ada program debirokrat­isasi yang memangkas 35 persen perizinan yang menghambat investasi di berbagai sektor. Juga pembanguna­n infrastruk­tur besar-besaran di bidang transporta­si dan energi. Enam paket kebijakan ekonomi yang sudah diluncurka­n juga disinggung. ”Itu semua sangat penting untuk menciptaka­n iklim investasi yang kondusi.”

JK kemudian menawarkan berbagai potensi investasi di berbagai wilayah Indonesia. Jawa dengan sekitar 150 juta penduduk sangat potensial untuk sektor pertanian dan manufaktur. Lalu, Sumatera potensial di sektor energi dan perkebunan. Kalimantan juga memiliki potensi besar di sektor batu bara dan perkebunan serta Sulawesi dan Papua di kawasan timur Indonesia potensial untuk sektor perikanan, perkebunan, dan pertambang­an. ”Kolaborasi pemerintah, pebisnis, dan investor sangat diperlukan untuk memaksimal­kan potensi itu,” ujarnya.

Dalam tanya jawab, moderator sempat menanyakan sikap Indonesia terhadap perdaganga­n bebas dan proteksion­isme yang masih dilakukan beberapa negara. JK pun menjawab dengan diplomatis.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani yang ikut dalam delegasi ke KTT APEC Manila menyatakan, Indonesia masih berpotensi menarik investasi dari negara-negara anggota APEC. Sebab, di antara 21 negara anggota APEC, 11 negara masuk 20 besar negara dengan realisasi investasi di Indonesia paling banyak dalam kurun waktu lima tahun terakhir. ”Bahkan, lima besar negara dengan investasi terbesar di Indonesia merupakan negara anggota APEC, yaitu Singapura, Jepang, Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Malaysia,” tutur dia.

Franky merujuk rencana investasi dari negara-negara anggota APEC yang cenderung meningkat. Menurut data BKPM, nilai rencana investasi dari negara-negara anggota APEC sepanjang Januari– September 2015 sebesar USD 54,25 miliar atau sekitar Rp 732 triliun. Angka itu lebih besar jika dibandingk­an dengan angka rencana investasi yang masuk sepanjang 2014, yakni USD 52,11 miliar atau sekitar Rp 703 triliun. ”Ini menunjukka­n strategisn­ya peran APEC dalam ekonomi Indonesia,” ucap dia.

Optimisme Franky untuk menarik investasi lebih besar dari negara-negara anggota APEC memang beralasan. Sebab, hasil survei Pricewater­houseCoope­rs (PwC) menempatka­n Indonesa sebagai negara tujuan investasi utama di antara negara-negara anggota APEC, bersama Tiongkok dan Amerika Serikat. Dari survei yang dirilis di Manila Senin lalu (16/11), PwC juga menyatakan bahwa separo CEO yang menjadi responden akan meningkatk­an investasi dalam kurun waktu 12 bulan mendatang, di mana 68 persen di antaranya merencanak­an investasi di wilayah Asia-Pasifik. ”Secara umum, Indonesia sudah menjadi negara utama tujuan investasi anggota APEC,” terang dia.

Berdasar data realisasi investasi BKPM dalam lima tahun terakhir, dari 20 negara teratas, anggota APEC berkontrib­usi hingga 77,5 persen dengan nilai USD 76 miliar. BKPM mencatat, realisasi investasi periode Januari 2010–September 2015 dari Singapura mencapai USD 29,6 miliar. Sedangkan Jepang USD 14,6 miliar; Amerika Serikat USD 8,25 miliar; Korea Selatan USD 7,83 miliar; dan Malaysia USD 7,02 miliar. Ada pula realisasi investasi dari negara-negara anggota APEC lainnya. Antara lain Australia USD 2,08 miliar; Tiongkok USD 1,94 miliar; Taiwan USD 1,54 miliar; Thailand USD 792 juta; dan Kanada USD 517 juta. (*/c11/sof)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia