Jadi Wadah Hindarkan Post Power Syndrome
Ranting Muhammadiyah Pondok Labu, Jakarta Selatan, resmi berdiri kemarin. Ranting tersebut terbilang unik karena digawangi sejumlah tokoh nasional. Muhammadiyah Resmikan ”Ranting Elite” di Pondok Labu
BAYU PUTRA, JAKARTA
KETUA Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Jakarta Selatan Daliman Sofyan melantik 13 pengurus Ranting Muhammadiyah Pondok Labu kemarin. Hal itu tidak lazim. Sebab, Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Cilandak yang seharusnya menjadi induk justru belum terbentuk.
Acara pelantikan berlangsung sederhana di Masjid Al Bay’ah. Jalan di depan masjid itu ditutup, dipasangi tenda dan panggung dengan warna khas Muhammadiyah, biru dan putih. Acara dimulai tepat pukul 09.30 dan berakhir pada pukul 11.00.
Mantan Ketum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menjadi bintang dalam perhelatan tersebut. Dia memenuhi janjinya untuk turun gunung saat lengser dari jabatan. Din dikukuhkan sebagai ketua ranting, didampingi tujuh wakil, tiga sekretaris, dan dua bendahara. Seluruh pengurus adalah tetangga Din di Pondok Labu.
Sejumlah tokoh nasional lain didapuk sebagai penasihat. Antara lain, Ketua DKPP sekaligus mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, guru besar UIN Jakarta Ryaas Rasyid, guru besar Universitas YARSI Prof Jurnalis Uddin, dan Mendikbud Anies Baswedan. Kemudian, ada man- tan Menteri Koperasi Adi Sasono, anggota Fraksi Partai Golkar DPR Rully Chairul Azwar, anggota Fraksi PDIP DPR Henry Yosodiningrat, dan dr Asmauddin.
Din mengapresiasi kehadiran Ketum PP Muhammadiyah dan Aisyiyah, pasangan Haedar Nashir dan Siti Noordjannah Djohantini. ”Mungkin baru kali ini ketua umum PP Muhammadiyah dan PP Aisyiyah hadir di pelantikan ranting,” ujarnya, disambut tepuk tangan para undangan.
Seperti biasa, Din menyelipkan canda dalam pidatonya. Dia mengatakan sudah meminta agar kata-kata pelantikan tidak terlalu panjang. Namun, kenyataannya, kalimat pelantikan tetap panjang. ”Tapi, saya menyadari kalau bukan lagi ketua umum PP Muhammadiyah. Jadi, tidak bisa memberi instruksi,” katanya.
Dalam waktu dekat, Din segera menyusun program dan kegiatan rutin. Minimal berbentuk pengajian, bisa mingguan atau bulanan. Mereka akan mengikuti jejak Ranting Aisyiyah Pondok Labu yang ada sejak 2005. Misalnya dalam program santunan anak yatim dan duafa.
Jimly memuji langkah Din membentuk kepengurusan ranting dan kesediaannya turun gunung. ”Belum pernah ada ketua ormas berhenti, lalu jadi ketua ranting,” tutur dia. Hal itu bisa menjadi pelajaran bagi para pemimpin bangsa saat ini. Jimly menyatakan, ke depan perlu ada strategi dakwah yang jitu dari Muhammadiyah untuk memperluas cara pengabdian tersebut.
Sementara itu, Haedar menilai keberadaan Ranting Muhammadiyah Pondok Labu sebagai pelajaran untuk bangsa. Jabatan merupakan hal yang nisbi. Sebab, yang terpenting adalah pengabdian. Menurut dia, cara tersebut merupakan bentuk revolusi mental dalam konteks kebangsaan. ”Tokoh, siapa pun itu, harus mengakar ke bumi,” tuturnya. Rakyat memerlukan para tokoh yang ada di sekitarnya, bukan yang melambung ke langit tanpa berpijak.
Dia menyatakan, kegiatan pelayanan masyarakat bisa menjadi alternatif bagi para tokoh yang sudah tidak lagi memiliki jabatan publik. ”Jangan sampai post power syndrome,” tuturnya. (*/c11/ca)