RI Ajukan 5 Komoditas Bebas Tarif
Dalam KTT APEC 2015 di Filipina
MANILA – Indonesia memanfaatkan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) 2015 di Manila, Filipina, untuk mengusung produk unggulan bisa masuk skema bebas tarif. Wapres Jusuf Kalla (JK) mengakui bahwa selama ini Indonesia belum berhasil memasukkan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dalam skema environmental goods. Yaitu, produk ramah lingkungan yang bisa mendapat insentif keringanan tarif bea masuk saat diekspor ke negara-negara APEC lain. ’’Sekarang kita usulkan masuk lewat skema development goods,’’ ujarnya pada sela KTT APEC di Manila kemarin (18/11).
Menurut JK, skema de velopment goods diajukan beberapa negara anggota APEC untuk dapat memperoleh keringanan tarif. Karakteristik yang masuk kategori tersebut adalah komoditas yang dalam proses produksinya melibatkan banyak orang. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi yang inklusif ikut terdorong. ’’Sawit ini jelas melibatkan jutaan penduduk Indonesia (dalam proses produk- sinya),’’ kata dia.
Selama ini CPO selalu menjadi isu panas di dunia internasional. Sebab, beberapa negara maju menilai bahwa penanamannya tidak ramah lingkungan karena dilakukan dengan merusak hutan. Apalagi, kasus kebakaran hutan di Indonesia baru-baru ini yang sebagian dilakukan perusahaan sawit.
Untuk mengegolkan CPO bisa masuk dalam skema development goods, Indonesia terus menjalin komunikasi dengan Malaysia. Kerja sama dua negara utama eksporter CPO itu diharapkan mampu menjadikan usulan
Laporan
AHMAD BAIDHOWI
dari Manila
KOMUNIKASI BISNIS NASIONAL lebih kuat. ’’Saya juga komunikasi dengan Pak Najib (PM Malaysia Najib Razak, Red) soal ini,’’ tutur JK.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menjelaskan, dalam pertemuan puncak pimpinan APEC hari ini, selain CPO, Indonesia mengusulkan empat komoditas lain masuk dalam skema development goods. Yakni, rotan, karet, kertas, dan produk perikanan. ’’Khusus CPO, prosesnya memang panjang. Makanya, kami usung terus,’’ terangnya.
Menurut Retno, dalam pertemuan tingkat menteri yang dihadiri para menteri luar negeri dan menteri perdagangan anggota APEC, Indonesia sudah berupaya keras mematahkan tuduhan-tuduhan terkait dengan isu CPO yang merusak lingkungan. ’’Kita jelaskan kemajuan-kemajuan di industri CPO, terutama tentang sustainability- nya,’’ ungkap dia.
Ditemui di tempat sama, Menteri Perdagangan Thomas Lembong menuturkan, dalam skema development goods tersebut, Indonesia ingin menyasar pasar yang lebih luas selain tentu saja keringanan tarif bea masuk. ’’ Target kita (tarifnya) hanya 0 persen,’’ tandasnya. Pada periode Januari hingga Oktober 2015, ekspor CPO Indonesia sudah menembus USD 14 miliar atau setara Rp 189 triliun dengan volume 20 juta ton. (owi/c14/oki)