BI Rate Tinggi Picu Perlambatan Investasi
SURABAYA – Penetapan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) yang masih tak juga turun dikhawatirkan menyulitkan investasi di Jawa Timur ( Jatim). Sebab, kalangan pengusaha sudah sangat menunggu penurunan BI rate. Pengusaha memang membutuhkan stimulus moneter berupa suku bunga yang rendah.
Ekonom Universitas Airlangga Wisnu Wibowo menyatakan, memang suku bunga yang rendah bisa mendorong investasi. Namun, hal itu tidak menjamin.
”Ketika BI rate tidak turun, hal tersebut juga akan diikuti dengan tidak menurunnya suku bunga kredit. Sedangkan waktu BI rate turun saja, suku bunga kredit tidak juga turun. Apalagi kalau BI rate masih tetap, bank tidak akan merevisi suku bunga pinjamannya,” katanya kemarin (18/11).
Menurut dia, dengan BI rate masih di level 7,5 persen, BI tidak ingin kehilangan momentum. Sebab, pertumbuhan ekonomi nasional sudah mulai naik meski tipis. Pada kuartal III 2015, pertumbuhan ekonomi Indonesia 4,73 persen, sedangkan kuartal II 4,67 persen.
Sementara itu, kurs rupiah sedikit demi sedikit bisa menguat. ”Sebab, BI memiliki kewajiban untuk menstabilkan nilai tukar. Sedangkan yang harus mendorong pertumbuhan ekonomi itu adalah pemerintah. BI bersifat memberikan stimulus saja kalau memang ada peluang untuk itu,” jelasnya.
Wisnu pun memprediksi, BI rate baru bisa turun pada kuartal I 2016 mendatang. Bahkan, seandainya Bank Sentral Amerika Serikat ( The Fed) tidak jadi menurunkan suku bunga acuannya pada Desember 2015, BI rate tetap berpotensi menurun. Saat itulah geliat investasi di Jatim akan tumbuh lebih tinggi.
Wisnu memperkirakan, BI rate bakal turun 25 basis point. Angka tersebut memang bukan penurunan yang besar karena BI harus melihat bagaimana kondisi kurs rupiah, laju inflasi, dan pertumbuhan ekonomi. ”Jadi, apa yang diharapkan pengusaha supaya bisa lebih giat berinvestasi mungkin bakal terwujud awal tahun depan. Mungkin di Februari,” tutup dia.
BI, lanjut dia, sebenarnya ingin segera mendapat kepastian dari The Fed soal rencana kenaikan suku bunga acuannya. Di sisi lain, keinginan BI untuk memberikan insentif pada sektor riil masih tersandera kurs yang belum stabil. Menurut alumnus FE IESP Unair itu, jika pertumbuhan ekonomi akhir tahun ini mampu menyentuh 4,8 persen, sangat mungkin BI rate turun awal tahun depan. (rin/c22/tia)