Tunggu Divestasi Freeport Akhir Tahun
JAKARTA – Komitmen PT Freeport Indonesia (FI) untuk memenuhi kewajiban divestasi saham dipertanyakan. Sebab, meski rencana revisi PP 77/2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara batal dilakukan, PT FI belum juga menyampaikan penawaran. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menunggu sampai akhir tahun sebelum melakukan tindakan lain.
Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan, surat peringatan yang dikirimkan awal bulan ini sudah direspons perusahaan asal AS itu. Intinya, mereka mengatakan masih melakukan kalkulasi sebelum melepas 10,64 saham. ’’Katanya, segera ditawarkan. Targetnya, akhir tahun ini,’’ ujarnya kemarin.
Kalau PT FI tidak juga menyampaikan penawaran kepada pemerintah, bukan tidak mungkin Ditjen Minerba kembali melayangkan surat teguran. Dia menegaskan, PT FI tidak boleh mencari alasan karena hukum positif yang berlaku saat ini menuntut adanya divestasi. Termasuk, tata cara pelepasan saham.
’’Usul melalui initial public offering (IPO) itu tidak bisa. Kecuali ada perubahan PP 77/2014, silakan saja,’’ terangnya.
Sesuai dengan aturan yang berlaku, PT FI harus menawarkan harga saham kepada pemerintah. Setelah itu, ada tim yang mengkaji dan menawar.
Kemudian, hasilnya disampaikan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk ditentukan siapa yang membeli saham itu. Apakah dibeli pemerintah sendiri, diserahkan ke BUMN, atau justru diberikan kepada BUMD. Opsi IPO, lanjut Bambang, bisa ditoleransi sebagai opsi terakhir ketika semua tidak berminat.
’’Sampai sekarang belum ada penawaran. Saya tetap menerapkan hukum positif yang berlaku,’’ imbuhnya. Dia tidak mau berspekulasi bahwa batalnya revisi PP 77/2014 memperlambat proses divestasi. Dia yakin PT FI tetap percaya kepada pemerintah Indonesia dan tidak mencabut investasi.
Sebagaimana diketahui, revisi PP 77/2014 sempat menjadi bagian penting dalam proses divestasi. Sebab, produk hukum turunan dari aturan yang memperbolehkan perusahaan tambang mengajukan perpanjangan kontrak hingga 10 tahun itu akan memudahkan proses divestasi. Yakni, bisa melalui IPO sebagai opsi utama.
Aturan yang berlaku saat ini sebenarnya juga punya kelemahan. Misalnya, tidak diaturnya soal batasan waktu divestasi. Itulah mengapa Kementerian ESDM hanya bisa mendesak melalui surat. ’’Kami menunggu dan tidak akan ikut campur dalam prosesnya. Kalau sudah ditetapkan, baru ketemu tim pemerintah untuk membahas,’’ jelasnya.
Keyakinan Bambang soal niat Freeport untuk membangun smelter di Gresik juga tetap utuh. Apalagi, perusahaan tambang yang sudah puluhan tahun beroperasi di Papua tersebut sudah memberikan jaminan USD 20 juta. ’’Pemerintah berharap tidak terganggu dan tingkat produksi bisa dijaga,’’ katanya.
Juru Bicara Freeport Riza Pratama memastikan, pihaknya tetap berkomitmen untuk divestasi saham. Namun, dibutuhkan waktu karena PT FI masih menunggu kepastian hukum dari pemerintah Indonesia. Terkait dengan mekanisme ideal, dia menyatakan bahwa IPO lebih baik. ’’ Terbuka dan lebih transparan,’’ katanya. (dim/c4/tia)