Pengelolaan Dana CSR
CORPORATE social responsibility (CSR) sudah sangat populer. Termasuk di Kabupaten Sidoarjo yang notabene kota industri. Kabupaten tersebut memiliki lebih dari 350 perusahaan industri besar, lebih dari 2.000 perusahaan industri menengah, dan hampir 15.000 perusahaan industri kecil. Kontribusi sektor industri terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) mencapai hampir 50 persen. Dengan kata lain, harapan besar pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sidoarjo masih terletak pada sektor industri.
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sidoarjo yang tinggi hingga mencapai lebih dari 7 persen diharapkan berbanding lurus dengan angka kesejahteraan dan harus berbanding terbalik dengan angka kemiskinan masyarakat. Itu sudah menjadi kewajiban pemda untuk mewujudkan hal tersebut.
Selain itu, perusahaan di Kabupaten Sidoarjo mempunyai tanggung jawab yang sama. CSR yang diemban perusahaan juga harus ikut terlibat mencapai pembangunan berkelanjutan. ISO 26000 merupakan petunjuk paling komprehensif dalam bidang tersebut. Sudah dinyatakan dengan tegas bahwa tanggung jawab sosial perusahaan merupakan tanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan terhadap masyarakat dan lingkungan.
Pengelolaan CSR yang baik, transparan, akuntabel, dan efektif (tepat guna) adalah sebuah keniscayaan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sejauh ini forum komunikasi CSR yang sudah dibentuk di tiap kecamatan di Kabupaten Sidoarjo belum bisa melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana mestinya. Dana CSR seharusnya dapat dinikmati penuh oleh masyarakat sekitar yang terdampak. Namun, dana itu kenyataannya hanya dinikmati oknum tertentu. Padahal, pada dasarnya, regulasi yang mengatur CSR sudah ada di Kabupaten Sidoarjo yang berbentuk perda dan perbup.
Perda No 2 Tahun 2013 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan di wilayah Sidoarjo dan Perbup No 40 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda No 2 Tahun 2013 sejauh ini belum memberikan implikasi positif terhadap masyarakat dan lingkungan terdampak perusahaan.
Keterlibatan para pakar dan agen of change seperti akademisi dan mahasiswa sangat diperlukan untuk memantau kebijakan serta pengelolaan dana CSR tersebut. Mulai planning, organizing, leading/ actuating, hingga controlling. Dengan sinergitas antara stakeholder dan shareholder yang baik dan transparan, tidak akan ada lagi keluarga miskin, tidak akan ada lagi anak putus sekolah dan sekolah roboh, tidak akan ada lagi pengangguran, tidak akan ada lagi jalan dan jembatan rusak, serta tidak akan ada lagi kesenjangan sosial. Yang terpenting, keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Sidoarjo terwujud. (*)