Jawa Pos

Gaun dan Pohon Natal dari Kertas Koran Paling Laku

Bungkus bekas makanan atau detergen sering dibuang begitu saja. Namun, di tangan Stefani Kristina Putri, sampah tersebut bisa disulap menjadi gaun dan produk-produk cantik. Stefani Kristina Putri Olah Sampah Jadi Produk Cantik

-

GAUN sepanjang mata kaki itu tampak anggun dikenakan Stefani. Dari kejauhan mirip gaun putri bangsawan. Padahal, jika dicermati lebih dalam, bahan gaun bernuansa merah muda itu bukan kain, melainkan plastik bekas. Pita yang menghiasi gaun tersebut ternyata dari bahan tali rafia.

Stefani memang suka mengolah sampah menjadi barang-barang yang sedap dipandang. Gaun perempuan itu salah satunya. Siswa SMKN 10 Surabaya tersebut tidak pernah kehabisan ide untuk memanfaatk­an semua hal yang berhubunga­n dengan sampah. Plastik bekas, bungkus makanan, bungkus detergen, bungkus kopi, dan kertas koran bisa menjadi karya menarik di tangan kreatifnya.

Semua berawal saat dia masih duduk di bangku SMP. Tepat menjelang Natal, Stefani mengingink­an ada pohon Natal di rumahnya. Namun, sang ayah tidak mampu membelinya. ”Harga pohon Natal yang bagus memang mahal. Bisa mencapai jutaan rupiah,” kata siswa kelas XII tersebut.

Alhasil, keinginan terpendam itu dia salurkan dengan membuat pohon Natal sendiri. Stefani memanfaatk­an koran bekas yang menumpuk di rumah. Tanpa pikir panjang, dia menyulap koran bekas menjadi pohon Natal yang cantik.

Koran-koran bekas itu dia gulung menjadi bagian kecil-kecil. Lantas, dia satukan kumpulan gulungan koran bekas tersebut hingga membentuk pohon Natal mini. Maka, terciptala­h pohon Natal setinggi 40 sentimeter. Untuk menopang pohon itu, gadis kelahiran Surabaya, 2 Februari 1998, tersebut menambahka­n cover majalah

Supaya lebih cantik, dia memasang hiasan di sisi-sisinya. Lagi-lagi, plastik bekas dia manfaatkan sebagai ornamen hiasan.

Pohon Natal mini itu lantas diletakkan di ruang tamu. Akhirnya, banyak tamu yang tertarik dan bertanya lebih jauh. ’’Banyak juga yang pesan dan minta dibuatkan,” ucap anak pertama di antara empat bersaudara tersebut.

Stefani lantas mengunggah foto pohon Natal tersebut ke blog pribadinya. Hasilnya, banyak pembaca yang merespons positif. ”Banyak yang pesan, akhirnya sekalian saja saya jual,” tuturnya. Kala itu, pohon Natal mini buatannya dibanderol seharga Rp 75 ribu. Order akhirnya mengalir. Baik yang online dari blog pribadinya maupun offline.

Kreativita­s Stefani tidak berhenti hanya di pohon Natal. Dia mulai merancang gaun-gaun cantik dari bahan plastik bekas. ”Kebetulan waktu itu ada yang minta dibuatkan baju untuk memperinga­ti event Hari Bumi,” ucap Stefani. Putri pasangan Herman Darmadji dan Lusi Kristiani itu semula ragu menerima order tersebut. Dia merasa tidak memiliki skill menjahit. ”Tetapi, Mama terus mendukung. Jadi, saya beranikan untuk terima pesanan itu,” ujarnya.

Dari yang awalnya hanya pohon Natal, order pembaca blog pribadinya bermacam-macam. ”Biasanya, mereka meminta dibuatkan baju sesuai event tertentu,” katanya. Dia pernah membuatkan baju tema Provinsi Ambon. ”Saat itu untuk penyambuta­n wali kota Ambon,” kenangnya. Untuk sekali pesanan, dia langsung mengerjaka­n enam pakaian adat Ambon. Pesanan itu bisa dia selesaikan dalam waktu dua hari.

Stefani juga pernah membuat pakaian adat dari Bali. Dia mengumpulk­an bekas bungkus kopi. Lalu, bagian dalamnya dia pasang bantalan tas laptop yang sudah tidak terpakai. ”Supaya nyaman dipakai dan tidak gerah,” ujarnya.

Permintaan paling banyak pada akhirnya adalah baju. Stefani pun mulai serius menggarap. Dalam sekali pembuatan, dia dapat menghasilk­an dua hingga tiga baju. Mengenai harga, satu jenis pakaian dia patok Rp 200 ribu hingga Rp 250 ribu. ”Bergantung tingkat kesulitann­ya,” katanya.

Karya pertamanya adalah gaun untuk siswa SD. Saat itu, ada pelanggann­ya yang meminta dibuatkan gaun untuk peringatan Hari Kartini di sekolah anaknya. ”Karena pertama, saya masih buat yang sederhana dulu dari kresek bekas. Biar cantik, saya beri hiasan bunga berbahan botol plastik bekas,” paparnya. Permintaan ternyata semakin banyak.

Pernah ada pelanggann­ya dari Jakarta yang meminta dibuatkan gaun putri. Namun, bagian bawah diminta melembung seperti lampion. Dia mengakui, permintaan itu agak sulit. ”Sampai harus pakai galon bekas untuk membentuk supaya melembung ke bawah,” kenangnya. Saat itu, dia menggunaka­n bahan dasar dari koran bekas. Koran-koran itu dia bentuk dan ditempel ke galon. ” Yang susah itu waktu melepas galonnya. Jadi, keadaan koran harus kering supaya mudah dilepas dari galon,” terangnya.

Sang mama juga berperan besar. Menurut Stefani, sang mama banyak membantu pembuatan pakaian. ”Saya belajar banyak tentang menjahit dari Mama. Sebab, saya tidak punya skill itu,” akunya. Media sosial juga dia manfaatkan untuk menggali inspirasi. ”Saya juga belajar dari YouTube. Dari sana banyak memberikan pencerahan untuk ide karya saya,” tutur siswa yang mengambil prodi multimedia itu.

Penggemar novel Agatha Christie tersebut sering kewalahan saat menerima order. Dia harus pintar membagi waktu antara sekolah dan mengerjaka­n order. Tidak jarang, dia mendapat komplain dari sang pemesan. ”Saat awalawal dulu banyak yang komplain. Maklum baru pertama, saya agak bingung atur waktunya,” papar gadis yang hobi membaca novel itu. Namun, semakin hari dia semakin terlatih. Pada waktu luangnya, Stefani tidak bermain seperti teman lainnya. Dia memilih menyelesai­kan pesanan pelanggan. ”Mama suka mengingatk­an supaya mengatur waktu. Tetapi, beliau selalu mengingatk­an sekolah tetap menjadi prioritas,” tuturnya.

Kini, pesanan datang dari berbagai daerah. Mulai dari Surabaya, Jakarta, Ambon, Bandung, Kalimantan, bahkan Hongkong. ”Saya juga enggak menyangka sampai sana (Hongkong). Tiba-tiba saya dihubungi lewat Line,” ujarnya. Saat itu, permintaan dari Hongkong adalah gaun pengantin. ”Saya buatkan dari plastik yang bernuansa ungu,” ungkapnya. Gaun cantik itu dia beri harga Rp 600 ribu. Pemesanan paling banyak saat awal tahun hingga liburan semester sekolah. Apalagi saat momen Natal seperti sekarang.

Untuk mengumpulk­an bahanbahan bekas, tidak jarang Stefani harus menebalkan muka. Dia mendatangi warung satu ke warung lain. ”Orang kalau ke warung biasanya beli sesuatu, eh saya malah minta sampah bekas,” katanya, lantas tersenyum. Tetapi kini dia sudah punya warung langganan dekat rumahnya. ”Jadi, ada yang tanpa diminta langsung mengabari saya kalau sudah mengumpulk­an plastik bekasnya,” tuturnya.

Ke depan Stefani ingin menekuni hobinya tersebut. Dia berencana membuat semacam home industry. Stefani juga mulai mengajak teman-teman sekolahnya untuk memulai bisnis tersebut. ”Tempo hari ada pameran di sekolah. Saya ajak teman-teman membuat hasta karya dan dijual. Ternyata, banyak yang tertarik,” tuturnya.

Selama Desember ini, pesanan pohon Natal berdatanga­n. Stefani juga mengajak teman-teman sekolahnya ikut menggarap order tersebut. Ada satu impian Stefani saat ini. Jika kegiatanny­a itu berkembang pesat, dia ingin bertemu dengan Wali Kota terpilih Tri Rismaharin­i. ”Beliau perempuan yang keren banget. Semoga suatu hari bisa bertemu langsung,” ungkapnya. (*/c6/oni)

 ?? GALIH COKRO/JAWA POS ?? DAUR ULANG: Stefani Kristiani Putri menunjukka­n dua gaun yang dibuat dari bahan-bahan bekas.
GALIH COKRO/JAWA POS DAUR ULANG: Stefani Kristiani Putri menunjukka­n dua gaun yang dibuat dari bahan-bahan bekas.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia