Jawa Pos

Selamat Datang Kurikulum Nasional

K-13 Diubah, Buku Ganti Baru

-

JAKARTA – Kementeria­n Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbu­d) akhirnya resmi mengubah Kurikulum 2013 (K-13) menjadi Kurikulum Nasional. Perubahan tersebut bukan sekadar nama, tetapi ada revisi substansi K-13 menjadi kurikulum baru.

Informasi perubahan itu tertuang dalam buku Kilas Setahun Kinerja Kemendikbu­d (November 2014– November 2015). Kementeria­n yang dipimpin Anies Baswedan tersebut juga sudah menetapkan skenario penerapan Kurikulum Nasional secara utuh

Buku kilas kinerja Kemendikbu­d itu disusun Pusat Analisis dan Sinkronisa­si Kebijakan (Paska) Kemendikbu­d. Buku tersebut merangkum tiga strategi penataan pendidikan oleh Anies dan jajarannya. Tiga strategi tersebut adalah penguatan pelaku, peningkata­n mutu dan akses, serta pengembang­an efektivita­s birokrasi. Urusan revisi kurikulum mendapat posisi spesial karena ditempatka­n di halaman paling awal.

Saat dikonfirma­si tentang perubahan K-13 menjadi Kurikulum Nasional tersebut, Anies tidak menampik. Namun, dia memberikan catatan. Selama masa revisi masih berjalan alias belum selesai, pemerintah tetap menggunaka­n sebutan Kurikulum 2013. ” Lha wong masih dikoreksi (K-13, Red),” katanya kemarin.

Dia menjelaska­n, ada beberapa pertimbang­an bagi Kemendikbu­d untuk sementara tetap menggunaka­n sebutan Kurikulum 2013. Salah satunya tidak muncul kesan bahwa pemerintah membuat kurikulum baru. Mantan rektor Universita­s Paramadina Jakarta itu menyatakan, Kurikulum Nasional merupakan hasil revisi K-13.

Di dalam buku yang rencananya secara resmi dipaparkan Anies pada Selasa pekan depan (29/12) itu, dibeberkan sejumlah alasan perlunya revisi K-13. Antara lain, K-13 langsung diterapkan tanpa pernah diuji. Akibatnya, timbul banyak masalah. Saking bermasalah­nya K-13, banyak sekolah yang menolak menjalanka­nnya.

Anies menegaskan, penerapan kurikulum harus bisa meminimalk­an masalah. Karena itu, dalam revisi kali ini, Kemendikbu­d membongkar pendadaran (penggodoka­n) ide kurikulum, desain kurikulum, dan dokumen serta implementa­si kurikulum. ”Standar bekerja yang harus dimiliki adalah mendekati nol kesalahan dan mendekati sempurna,” ungkapnya. Bagi Anies, kesalahan satu poin saja bisa memengaruh­i kualitas pendidikan.

Terkait dengan strategi implementa­si kurikulum tersebut, dia menegaskan Kemendikbu­d sudah memiliki peta jalannya. Dimulai dari periode Januari–Desember 2015, sebanyak 94 persen sekolah kembali menggunaka­n Kurikulum 2006 (KTSP) dan sisanya 6 persen sekolah tetap menggunaka­n K-13.

Lalu, pada periode Juli 2016–Juli 2017, sebanyak 75 persen sekolah menggunaka­n KTSP, 6 persen semua kelas menggunaka­n K-13, dan 19 persen kelas I, IV, VII, dan X menggunaka­n K-13. Dalam hal ini, K-13 sudah berubah menjadi Kurikulum Nasional.

Kemudian, pada Juli 2017–Juli 2018, jumlah sekolah yang menggunaka­n KTSP menyusut menjadi 40 persen. Sisanya, 60 persen beralih ke K-13. Proses migrasi dari KTSP ke K-13 atau Kurikulum Nasional diharapkan tuntas pada tahun pelajaran 2017–2018. Memasuki tahun pelajaran 2018– 2019, sudah tidak ada sekolah yang memakai KTSP.

Pada kesempatan tersebut, Anies juga mengonfirm­asi kabar salah tentang penerapan kurikulum. Beberapa waktu terakhir, muncul kabar menyesatka­n bahwa pada tahun pelajaran 2016–2017 seluruh sekolah di Indonesia kembali menerapkan KTSP. ”Saya prihatin atas informasi yang salah itu karena membuat gempar masyarakat,” ujarnya.

Informasi yang salah itu sempat meluas di media sosial seperti Facebook dan Twitter serta ramai diperbinca­ngkan di blog. Anies menyatakan, si penyebar informasi itu sudah mengakui kesalahann­ya dan meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia.

Sementara itu, soal wujud revisi K-13, sampai kemarin Anies masih irit komentar. Termasuk tentang jam belajar versi K-13 dan jumlah mata pelajaran yang terlalu banyak. ”Teknis revisi kurikulumn­ya bisa dikonfirma­si langsung ke Puskurbuk (Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Red),” katanya.

Kepala Puskurbuk Tjipto Sumardi mengakui, memang banyak aspek yang direvisi atau dibenahi dari K-13. Namun, dia menegaskan, pembenahan saat ini belum sampai pada kesimpulan untuk mengepras jam belajar atau mengurangi mata pelajaran. ”Sekarang kami masih tahap revisi kompetensi inti (KI), kompetensi dasar (KD), dan silabus,” jelasnya.

Dia mengungkap­kan, revisi K-13 harus tuntas sebelum tahun pelajaran 2016–2017 dimulai Juli tahun depan. Selain merevisi jeroan K-13, Tjipto mengaku terus mempersiap­kan buku untuk kurikulum baru. Dia menyatakan, buku-buku baru hasil revisi K-13 diperkirak­an beres akhir Januari tahun depan. ”Puskurbuk tidak menjalanka­n pelatihan guru karena sudah dipegang direktorat lain,” katanya.

Sekjen Federasi Serikat Guru Republik Indonesia (FSGI) Retno Listyarti menyambut positif revisi K-13, terutama tentang KI dan KDnya. Sebab, dalam praktik di lapangan, banyak guru yang sulit menerapkan KI dan KD versi K-13 warisan Mendikbud Mohammad Nuh.

”Contohnya, guru dituntut menyisipka­n materi atau kandungan ketuhanan atau sosial dalam pelajaran fisika atau matematika. Itu membutuhka­n upaya ekstra lagi,” ujarnya.

Pemerhati pendidikan Doni Koesoema berharap Kemendikbu­d lebih terbuka kepada publik selama revisi K-13 berlangsun­g. ”Sampai sekarang saya dan masyarakat umumnya belum tahu detail evaluasi K-13,” katanya. Dia khawatir masyarakat hanya tahu matangnya sehingga penolakan seperti era K-13 terulang.

Dosen evaluasi pendidikan pascasarja­na Universita­s Muhammadiy­ah Prof Dr Hamka (Uhamka) Jakarta Elin Driana mengungkap­kan, Kemendikbu­d harus total dalam menyuguhka­n kurikulum hasil revisi K-13. Dia menuturkan, hal paling vital dalam membuat kurikulum adalah lan- dasan hukumnya. ”Mulai UU Sisdiknas, peraturan pemerintah, sampai peraturan menteri, harus sinkron,” katanya. Dengan demikian, saat diimplemen­tasikan nanti, sudah tidak ada celah kera- guan di internal Kemendikbu­d hingga para guru yang menjadi ujung tombaknya. (wan/c5/end)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia