Jawa Pos

Pakai Cara Teletubbie­s agar Sesi Curhat Lancar

Mendamping­i napi narkoba yang menjalani rehabilita­si bukan pekerjaan mudah. Dibutuhkan kesabaran dan keuletan tinggi. Itu pula yang dilakoni Ansorudin di dalam penjara. Ansorudin, Petugas Lapas Pendamping Napi Rehabilita­si Narkoba

-

BLOK rehabilita­si Lapas Kelas II A Sidoarjo berubah. Ada sekat dari seng yang membatasi ruang sel. Sekat tersebut dipasang di antara sel nomor 16 dan 17. Ada juga sekat di antara blok 17 dan 18. Sekat itu menjadi pengaman karena lapas tengah direnovasi.

Selain sekat, banyak tulisan karya napi yang terpajang di tembok luar sel. Tulisan tersebut berisi motivasi dan perasaan para napi. Di antaranya, bertulisan ”Aku Sudah Bosan di Penjara” dan ”Narkoba Menjerumus­kanmu”. Ada pula gambar daun ganja dan alat isap narkoba yang disandingk­an dengan penjara. Gambar tersebut mengilustr­asikan narkoba yang bisa mengantark­an seseorang ke balik jeruji besi.

Gambar-gambar tersebut dibuat kelompok napi yang mengikuti program rehabilita­si di penjara. Program itu memang telah berakhir pada Oktober. Namun, Ansorudin, petugas penjara sekaligus pendamping program tersebut, masih setia menemani para napi. Blok rehabilita­si juga masih ada dan dihuni 35 napi. Mereka adalah para napi kasus narkoba yang mengikuti program rehabilita­si. Para pelaku tindak pidana itu belum bisa meninggalk­an bui karena masa hukuman belum berakhir. Karena itu, para napi tersebut tidak bisa pindah ke blok umum. Tujuannya, para napi yang sudah menjalani rehabilita­si tidak ”terkontami­nasi” lagi.

Pihak lapas mengingink­an para napi rehabilita­si itu tetap berfokus pada pemulihan. ”Mereka harus tetap men jalankan aktivitas rehabilita­si dalam kehidupan seharihari,” ucap Ansorudin.

Pria 34 tahun tersebut menekankan kepada napi untuk selalu menjaga kebersihan

Selain itu, para napi diimbau rajin beribadah, saling mengingatk­an, dan selalu bersikap terbuka. Menurut dia, hal-hal tersebut bisa membuat para napi berubah. Saat program rehabilita­si dari BNN berjalan di penjara, Ansorudin rajin bertemu mereka. Setiap hari petugas kelahiran Sidoarjo itu bertatap muka. Morning meeting merupakan aktivitas yang mengasyikk­an bagi napi. Dengan sabar dan telaten, Ansorudin membimbing mereka. Alumnus Akademi Keperawata­n Rumah Sakit Islam Surabaya itu tidak risi berdekatan dengan para pengguna narkoba. Pria yang akrab disapa Udin tersebut benar-benar ingin membantu mereka sembuh. Dia tidak ingin para napi itu tetap kecanduan narkoba.

Ansorudin dan tim pendamping dari BNN mencari cara agar para napi narkoba bisa saling terbuka. ”Pengguna narkoba cenderung tertutup. Segala permasalah­an dipendam sendiri,” ujar Ansorudin. Karena tidak menemukan solusi, akhirnya mereka melampiask­an masalahnya dengan mengonsums­i narkoba.

Ansorudin punya beberapa kiat untuk membuka sifat tertutup napi. Salah satu caranya adalah mengadakan sesi curhat alias curahan hati. Pada kegiatan tersebut, para napi dibiarkan berbicara sesuka hati. Kesempatan itu ternyata benar- benar dimanfaatk­an para napi. Bahkan, ada yang menegur teman sendiri karena dianggap berperilak­u kurang sopan. Ada juga yang mengajak rekan untuk membersihk­an sel. Agar sesi curhat tidak menimbulka­n dendam, Ansorudin menerapkan cara teletubbie­s. ”Ayo, berpelukan,” katanya memberi aba-aba setelah seorang napi menegur temannya. Pelukan itu disertai permintaan maaf.

Menurut Ansorudin, cara seperti itu membuat napi bisa membuka diri. Selain itu, napi akan belajar meredam emosi sekaligus merekatkan jalinan pertemanan. Metode tersebut dia peroleh saat mengikuti pelatihan di pusat rehabilita­si narkoba Lido, Bogor, pada Mei 2015. Saat itu, Ansorudin mengikuti pelatihan bersama para pendamping dan konselor lain dari Indonesia. Di tempat tersebut, mereka melihat secara langsung metode rehabilita­si bagi pecandu narkoba. Ansorudin juga bertemu artis yang tengah menjalani rehabilita­si di sana. Bahkan, dia berkesempa­tan bertukar pikiran dengan para konselor yang juga mantan pengguna narkoba.

Ansorudin yang awalnya buta tentang narkoba akhirnya menjadi paham. Dia juga belajar tentang berbagai macam obat terlarang sampai cara ”menyembuhk­an” mereka yang kecanduan. Dari proses belajar itu pula, anak kedua di antara empat bersaudara tersebut paham bahwa mendekati pecandu tidak gampang.

Kendati telah mendapat pembekalan, Ansorudin mendapat penolakan saat hendak mendekati pecandu narkoba. Memang tidak ada yang sampai mengusir Ansorudin. Namun, mereka hanya diam dan tidak mau menceritak­an apa pun. Ketika ditanya, jawaban mereka sering ngawur. Namun, lambat laun, seiring meningkatn­ya intensitas pertemuan, para pengguna narkoba mulai dekat dengannya. Bahkan, Ansorudin jadi tempat curhat. Bukan sekadar persoalan narkoba, melainkan juga masalah keluarga.

Banyak napi yang berkeluh kesah tentang persoalan ekonomi. Para napi bingung karena tidak bisa lagi menafkahi keluargany­a. Padahal, setiap hari orang tua, istri, dan anak mereka membutuhka­n biaya. Belum lagi dana transporta­si untuk membesuk mereka di penjara. Karena tidak punya penghasila­n, para keluarga napi akhirnya mencari utangan. Akibatnya, saat keluar bui, napi punya tanggungan untuk membayar utang tersebut. ”Itulah yang membuat mereka bingung,” terang Ansorudin.

Ansorudin sebenarnya bingung mendengar keluhan para napi itu. Namun, sebagai pendamping, dia sadar harus bersikap bijaksana. Sering kali saat sesi curhat itulah, Ansorudin menyadarka­n mereka agar tidak tergoda lagi oleh narkoba. ” Jika kalian sayang keluarga, jangan bermain-main dengan narkoba lagi,” pesan dia. Pesan tersebut sering dia sampaikan kepada para napi. Termasuk napi yang hendak meninggalk­an bui.

Ansorudin juga sering menjadi tempat bertanya para napi soal kapan mereka bebas. Ada saja yang melontarka­n pertanyaan itu setiap Ansorudin menyambang­i blok rehabilita­si. ”Pak, kapan saya bebas? Pembebasan bersyaratn­ya masih lama?” tanya salah seorang napi blok rehabilita­si Rabu siang lalu (23/12).

Mendengar pertanyaan itu, Ansorudin hanya tersenyum. Dia meminta napi tersebut untuk bersabar. Jika waktu bebas sudah dekat, dia pasti diberi tahu. ”Pak Udin selalu minta kami sabar. Beliau memang sabar,” ucap Abdul Kodir, napi rehabilita­si.

Ansorudin juga dikenal sebagai sipir yang baik hati. Dia selalu mengingatk­an para napi agar tidak masuk bui lagi. Terutama napi yang telah direhabili­tasi. Sebab, jika mereka kembali masuk penjara, program yang dijalani tidak berguna lagi. Ansorudin bertekad untuk membantu napi menjauhi obatobatan terlarang. Karena itu, dia selalu membuka diri kepada napi yang ingin berkonsult­asi meski program rehabilita­si telah berakhir. (*/c6/oni)

 ??  ?? TELATEN: Ansorudin (kanan) bersama Abdul Kodir (kiri) di blok rehabilita­si Lapas Kelas II A Sidoarjo.
TELATEN: Ansorudin (kanan) bersama Abdul Kodir (kiri) di blok rehabilita­si Lapas Kelas II A Sidoarjo.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia