Libatkan Pengawas dan Penegak Hukum
SURABAYA – Besarnya alokasi anggaran Pemilihan Gubernur 2018 yang mencapai Rp 1,6 triliun harus dibarengi pengawasan penggunaan anggaran secara ketat. Karena itu, kini berkembang usulan melibatkan lembaga pengawas dan penegak hukum dalam pemanfaatan duit untuk memilih kepala daerah tersebut.
Lembaga pengawas bukan hanya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). LSM atau organisasi yang bergerak di bidang pengawasan pemilihan umum bakal diikutsertakan. Lalu, penegak hukum yang terdiri atas kejaksaan dan kepolisian juga dilibatkan. Langkah tersebut diambil untuk mengantisipasi munculnya permasalahan hukum di kemudian hari.
Ketua Komisi A DPRD Jatim Freddy Poernomo menyatakan, dua kali pelaksanaan pemilihan gubernur selalu memunculkan ’’korban’’. Periode 2008, anggota KPU Jatim menjadi korban. Periode berikutnya, giliran Bawaslu yang menjadi korban. ’’Kami tidak ingin itu terjadi di periode berikutnya,’’ katanya.
Karena itu, perlu digelar raker pembahasan kebutuhan anggaran untuk pilgub mendatang. Nantinya, KPU memaparkan kebutuhan anggaran untuk kegiatannya, disusul Bawaslu dan panwas. Materi pemaparan itu disampaikan di depan pengawas dan penegak hukum. ’’Mereka langsung mengevaluasi,’’ ujar politikus Partai Golkar itu.
Evaluasi tersebut meliputi penganggaran yang tidak sesuai aturan. Bisa jadi, ada anggaran yang tumpang tindih dengan kegiatan di daerah. Item itu berakibat hukum di kemudian hari. Lembaga kejaksaan harus mengkritisi. ’’Kalau perlu dipangkas agar tidak berakibat masalah hukum,’’ tegas Freddy.
Pembahasan akan memunculkan angka pasti kebutuhan penyelenggaraan pemilihan gubernur. Bisa jadi, angka perkiraan Rp 1,6 triliun itu menurun. Sebab, banyak item yang dipangkas.
Dengan begitu, lanjut Freddy, apabila tetap muncul masalah hukum, penyebabnya bukan penggunaan anggaran lagi, melainkan perilaku oknum yang tidak mengelola anggaran dengan baik.
Pembahasan anggaran pilgub sudah dibicarakan. Pemerintah provinsi memperkirakan kebutuhan anggaran mencapai Rp 1 triliun. Jumlah tersebut dicicil mulai 2015 senilai Rp 100 miliar. Menurut rencana, tiga tahun ke depan disisihkan anggaran Rp 300 miliar. Total keseluruhan mencapai Rp 1 triliun. Namun, alokasi tersebut mengalami perubahan. Estimasi kebutuhan anggaran meningkat menjadi Rp 1,6 triliun. Alasannya, biaya sosialisasi ditanggung KPU. Karena itu, kebutuhan dana membengkak. (riq/c17/git)