Vonis MA di Bawah Batas Minimal
Terbukti Jual Narkoba, Hanya Dihukum 1,5 Tahun
SURABAYA – Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan yang membingungkan. Terdakwa kasus narkotika dihukum sebagai pengedar dan perantara jual beli. Namun, hukuman yang diberikan di bawah batasan minimal pasal yang dijeratkan.
Polemik itu terjadi pada kasus Arif Waluyo. Terpidana kasus narkoba jenis sabu-sabu tersebut disidangkan di Pengadilan Negeri Surabaya oleh jaksa Sri Rahmawati. Arif diseret ke meja hijau karena dianggap sebagai pengedar dan perantara jual beli sabu-sabu.
Barang buktinya tiga paket sabu-sabu siap edar. Tiap-tiap paket berisi narkoba berbentuk kristal dengan berat 0,0006 gram; 0,330 gram; dan 0,167 gram. Dalam sidang di tingkat pertama, pria yang tinggal di Krembangan itu terbukti melanggar pasal karena memiliki dan menguasai narkoba.
Jaksa menuntutnya dengan hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp 800 juta subsider tiga bulan kurungan. Dalam putusannya, hakim mengurangi tuntutan jaksa. Pengadil menjatuhkan vonis empat tahun penjara. Sedangkan denda dan pidana subsidernya sama persis.
Terdakwa yang tidak sepakat dengan hukuman itu kemudian mengajukan banding. Hakim Pengadilan Tinggi Surabaya ternyata menguatkan putusan sebelumnya. Vonis tidak berubah. Masih tidak terima, terdakwa kemudian mengajukan kasasi. Di sinilah keruwetan timbul.
Sebab, hakim di tingkat kasasi mengeluarkan putusan sendiri. Dalam salinan putusan yang diterima Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Arif terbukti bersalah melanggar pasal 114 ayat 1 Undang-Undang Narkotika. Arif dianggap sebagai pengedar dan perantara jual beli.
Yang membuat aneh adalah hakim menjatuhkan hukuman 1,5 tahun penjara. Padahal, ancaman hukuman dalam pasal 114 ayat 1 minimal lima tahun penjara. Hukuman yang dijatuhkan hakim MA di bawah batas minimal dari yang sudah ditentukan undang-undang.
Vonis tersebut membuat bingung. Sebab, pasal dan hukuman tidak terkait sama sekali. Jika jaksa melaksanakan putusan dengan menghukum 1,5 tahun penjara, bisa dipertanyakan dasar vonis tersebut. Sedangkan pasal yang dijadikan dasar mensyaratkan hukuman minimal lima tahun penjara.
Saat dikonfirmasi, juru bicara PN Surabaya Burhanuddin belum bisa memberikan pendapat. Dia meminta data petikan putusan tersebut untuk dipelajari. ’’Saya perlu lihat dulu. Jangan sampai saya salah memberikan keterangan,’’ jelasnya.
Dia mengaku baru sekali ini melihat adanya putusan yang tidak sesuai dengan ancaman hukuman sesuai pasal yang terbukti. Karena itulah, untuk menjawabnya, harus dilihat secara utuh salinan putusan dari awal sampai akhir. (eko/c17/ady)