Lulus Hanya 35 Persen
Minim, Dosen dengan Sertifikat Pendidik
SURABAYA – Dosen yang ingin diakui sebagai tenaga pendidik profesional harus memiliki sertifikat pendidik atau sertifikasi dosen. Namun, yang terjadi saat ini, banyak dosen yang belum tersertifikasi.
Berdasar data dari Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah VII Jawa Timur, total dosen di Jawa Timur sebanyak 16.063 orang. Namun, hanya 3.919 dosen yang tersertifikasi. Dari jumlah tersebut, 1.773 berasal dari Surabaya. ’’Jumlah itu masih sedikit,’’ ujar Sekretaris Pelaksana Kopertis Wilayah VII Prof Dr Ali Maksum.
Ali mengatakan, dari tahun ke tahun, peningkatan dosen yang melakukan sertifikasi tidak terlalu signifikan. Untuk setiap angkatan, tingkat kelulusannya hanya 35 persen.
Dalam setahun, sertifikasi dosen dilakukan selama tiga periode. Tiap periode biasanya hanya diikuti sekitar 800 dosen se-Jatim. Saking sedikitnya peserta, anggaran sertifikasi dosen pada 2014 yang tidak terserap mencapai Rp 6 miliar. Dana tersebut akhirnya harus dikembalikan kepada Kemenristekdikti.
Problem lain terjadi saat pemberkasan di situs daring. Saat ini pemasukan data memang dilakukan secara online. Banyak dosen yang ingin mengajukan sertifikasi yang tersandung di masalah itu. Ali mencontohkan, tidak sedikit dosen yang kurang cermat saat meng- input data. ’’Misalnya, persyaratan memasukkan ijazah terlewatkan. Atau, ada beberapa dokumen yang ternyata belum ditandatangani,’’ papar Ali. Padahal, kekurangan itu memengaruhi kelulusan sertifikasi. ’’ Kan sayang kalau gara-gara perkara ini malah tidak jadi sertifikasi,’’ sambungnya.
Selain itu, banyak dosen yang belum memenuhi syarat akademis. Misalnya, minimal berijazah S-2. ’’Ada sekitar 30 persen dosen yang belum S-2,’’ ujar Ali. Ketentuan lain yang belum terpenuhi adalah tidak memiliki jabatan fungsional di kampus. ’’Setidaknya memiliki jabatan asisten ahli,’’ imbuhnya. Yang lain malah belum memiliki nomor induk dosen nasional dan masa kerja minimal belum dua tahun.
Persoalan lain yang menghambat proses sertifikasi dosen, terang Ali, banyaknya
Ada sekitar 30 persen dosen yang belum S-2.’’
Sekretaris Pelaksana Kopertis Wilayah VII plagiasi portofolio. Artinya, ada beberapa dosen yang menjiplak deskripsi diri dan karya ilmiah. Karena menggunakan sistem online, data plagiasi tersebut bisa cepat terlacak. ’’Sistem akan membaca kemiripankemiripan yang terjadi,’’ katanya.
Salah satu perguruan tinggi swasta yang masih sedikit melakukan sertifikasi dosen adalah Universitas W.R. Supratman (Unipra) Surabaya. Rektor Unipra Nyoman Puspa Asri mengakui hal tersebut. Tercatat, saat ini baru 20 dosen yang sudah tersertifikasi. Sementara itu, total dosen 92 orang. ’’Baru 25 persen yang melakukan sertifikasi dosen,’’ ujar Nyoman.
Dia menilai, jumlah tersebut masih kurang. Sebab, sertifikasi dosen merupakan lisensi bahwa dosen memiliki kompetensi. ’’Jumlah mahasiswa juga semakin bertambah. Tetapi, jika tidak diimbangi peningkatan kualitas dosen, akan memengaruhi kualitas pendidikan tinggi,’’ jelas perempuan alumnus teknik kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya tersebut.
Nyoman mengatakan, syarat sertifikasi dosen juga semakin berat. Kini dosen harus mengantongi sertifikat bahasa asing atau test of English as a foreign language (TOEFL). Selain itu, mereka harus mengikuti tes potensi akademik (TPA). ’’Kalau dulu belum ada,’’ ucapnya.
Meski begitu, pihaknya terus memacu para dosen yang belum melakukan sertifikasi. Yakni melaksanakan pembinaan terkait dengan penulisan karya ilmiah atau pembuatan portofolio. ’’Sebab, sertifikat ini penting untuk mereka. Kalau tidak punya, tidak dapat insentif yang fungsinya juga untuk meningkatkan kualitas diri mereka,’’ papar perempuan yang telah mengajar selama 40 tahun tersebut.
Ali Maksum menambahkan, sertifikasi dosen penting sebagai lisensi profesionalitas dosen. Sertifikasi tersebut menandakan bahwa dosen memiliki kemampuan yang layak. (ara/c19/nda)
Prof Dr Ali Maksum