Masjid dan Pura Ikut Berhias Lampu Warna-warni
Bagi masyarakat Desa Mopuya, Kecamatan Dumoga Utara, Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, Natal bukan hanya momen istimewa bagi umat Kristen. Momen Natal juga disambut meriah oleh umat Islam dan Hindu.
UMAT Islam dan Hindu Desa Mopuya, Kecamatan Dumoga, tak mau ketinggalan dengan saudara-saudara mereka yang umat Kristen dalam menyambut datangnya Natal. Kebetulan, selain Kristen, penganut dua agama itu cukup besar di daerah tersebut. Pada momen Natal kali ini, umat Islam dan Hindu pun berlomba memeriahkannya.
Saking antusiasnya, hiasan Natal yang dipajang di Masjid Al Muhajirin dan Pura Puseh terlihat lebih meriah ketimbang di Gereja Masehi Injili Bolaang Mangondow Immanuel. Masyarakat memang bisa langsung bisa membandingkan hal tersebut karena letak tiga tempat ibadah itu berdekatan. Ketiganya hanya dipisah- kan dinding setinggi 1,5 meter.
Saat malam, tiga tempat ibadah tersebut terlihat indah dengan lampu hias warna-warni. Objek tersebut sering dijadikan arena selfie oleh warga
”Ini merupakan simbol kerukunan umat beragama. Masyarakat di sini saling berlomba untuk memeriahkan hari-hari besar keagamaan,” ujar Camat Dumoga Utara I Ketut Kolak.
Untuk pengamanan, warga lintas agama membentuk tim gabungan. Tugasnya, mengamankan ibadah dan perayaan Natal. Selain kaum muda Kristen, tim terdiri atas para pecalang dari Hindu dan remaja masjid dari Islam. ”Mereka menjaga sejumlah gereja saat perayaan Natal,” terang Sekretaris Kecamatan Dumoga Utara Wanti Indira Toligaga.
Bukan hanya saat Natal. Saat perayaan hari besar agama lain, mereka bahu-membahu untuk memberikan kenyamanan kepada umat yang merayakannya.
Imam Sujai, tokoh muslim, mengungkapkan bahwa tradisi semacam itu sudah berlangsung turun-temurun. Karena itu, permasalahan SARA tak pernah muncul di Dumoga. ”Ini telah menjadi tradisi yang diwariskan tua-tua kampung dan adat di daerah ini,” ujarnya.
Semua penduduk, sambung Darmo Senus, tokoh Kristen, sudah menjadi seperti saudara. Karena itu, perbedaan agama tak dapat memisahkan mereka. ”Memang kami sadari ada perbedaan keyakinan, tapi kerukunan menjadi dasar setiap pemeluk agama,” tegasnya.
Di Desa Mopuya, Masjid Muhajirin, Pura Puseh, dan Gereja Masehi Injili Immanuel berdiri berdampingan. Sejak tiga bangunan tempat ibadah itu berdiri, tak satu pun umat merasa terganggu. ”Ibadah setiap umat berjalan seperti biasanya, tak ada saling merasa terganggu,” ujar I Nengah Puji, tokoh Hindu. (*/JPG/c10/nw)