Jawa Pos

Sebelas Tahun Berlalu, Baru Berani ke Kuburan Masal

Peringatan Tsunami Aceh

-

BANDA ACEH – Peringatan 11 tahun bencana tsunami Aceh berlangsun­g secara sederhana kemarin (26/12). Acara doa bersama dan ziarah ke kuburan masal menandai peringatan bencana yang menewaskan lebih dari 200 ribu warga tersebut.

Warga yang keluargany­a menjadi korban keganasan air laut yang menyapu daratan pada 26 Desember 2004 tersebut kemarin juga berbondong-bondong mendatangi kuburan masal di Ulee Lheu, Aceh Besar.

Rakyat Aceh (Jawa Pos Group) mela- porkan, warga yang datang bergantian ke kuburan masal untuk mendoakan keluarga mereka. Batu di atas kuburan masal dipenuhi taburan bunga. Ada juga lilin yang menyala di sampingnya.

Raut kesedihan tergambar pada wajah mereka. Tak sedikit di antara mereka yang menangis histeris.

Jaliah, 67, warga Aceh Selatan, mengaku baru tahun ini berani datang ke kuburan masal. Sebelumnya, dia tidak berani datang. Dia mengaku trauma karena belum bisa melupakan kedua anaknya, Nanda Walhuda dan Rika yang jadi korban

Mereka saat itu kuliah di Banda Aceh, kos di kawasan Ulee Lheu, Banda Aceh.

”Namanya anak, tidak tahu jasad, di mana kuburannya. Maka, saya baru saat ini berani datang,” katanya seusai mendoakan almarhumah anaknya.

Gubernur Aceh Zaini Abdullah menyatakan, tsunami merupakan tragedi paling memilukan dalam sejarah peradaban manusia. Bencana itu tidak hanya memorak-porandakan Aceh, tetapi juga berdampak hingga ke negara lain.

Karena itu, kata dia, selayaknya masyarakat Aceh memetik pelajaran dari bencana dahsyat tersebut demi membangun peradaban yang lebih baik ke depan.

’’Salah satu pelajaran itu adalah perlunya mendorong agar masyarakat Aceh peduli dengan pengetahua­n di bidang kebencanaa­n,’’ katanya pada puncak acara peringatan 11 tahun tsunami Aceh di Masjid Rahmatulla­h, Lampuuk, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, kemarin.

Menurut Zaini, Aceh dan sejumlah wilayah lain di Indonesia terletak di kawasan rawan bencana. Selain peristiwa tsunami 11 tahun silam, berbagai bencana lain pernah terjadi. Misalnya, air bah dan tanah longsor di Aceh Tenggara dan Tangse, banjir besar di Aceh Tamiang, longsor di Gayo Lues, serta gempa yang cukup besar di wilayah bagian tengah Aceh.

Beberapa bencana itu, kata Zaini, terjadi karena kerusakan alam akibat ulah tangan-tangan manusia. ’’Karena itulah, saya mengimbau kepada masyarakat di tingkat kecamatan di seluruh Aceh untuk membentuk komunitas-komunitas peduli bencana. Komunitas itu diharapkan bisa berperan menyosiali­sasikan teknik-teknik penanggula­ngan bencana.

Dengan demikian, program mitigasi bencana bisa tersebar di tengahteng­ah masyarakat kita,’’ ungkapnya. ( ibi/mag-64/JPG/c5/nw)

 ?? RAKYAT ACEH/JPG ?? ACEH TELAH BANGKIT: Dahlian menyaksika­n foto dirinya di antara tanaman padi di Masjid Lampuuk, Aceh Besar, kemarin. Pameran foto digelar untuk memperinga­ti sebelas tahun bencana tsunami.
RAKYAT ACEH/JPG ACEH TELAH BANGKIT: Dahlian menyaksika­n foto dirinya di antara tanaman padi di Masjid Lampuuk, Aceh Besar, kemarin. Pameran foto digelar untuk memperinga­ti sebelas tahun bencana tsunami.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia