Punya Ikatan Kuat pada Baluran
Fotografer Alam Liar dan Pencinta Ecotourism Nurdin Razak Nurdin Razak punya cara tersendiri dalam mempromosikan pariwisata Indonesia di dunia internasional. Yakni dengan memotret alam liar.
KECEWA terhadap institusi tempatnya mengajar, Nurdin mencari tempat lain untuk mengaktualisasikan diri. Suami Maylia Erna Sutarto itu lantas menemukan tempat yang cocok. Bisa mengembangkan hobi sekaligus mendukung profesi asalnya, dosen jurusan pariwisata. Tempat tersebut adalah Taman Nasional Baluran yang terletak di sepanjang Banyuwangi dan Situbondo.
Nurdin kali pertama ke Taman Nasional Baluran pada 2003. ”Waktu itu maunya ke Taman Nasional Meru Betiri Jember. Tapi, karena ada insiden, jadi dipindah ke Baluran,” ungkap pria yang mengajar di Universitas Airlangga tersebut.
Sejak itu, Nurdin suka dan nyaman di taman nasional yang terdiri atas sabana, gunung, hutan, dan pantai tersebut. Semua isinya membuat dia penasaran. Pria yang punya hobi fotografi itu pun menangkap ide untuk mengabadikan ”penghuni” Baluran melalui kameranya.
Pada 2003, Nurdin memulai aktivitasnya sebagai fotografer alam liar. Dengan motor, dia menempuh lebih dari 500 km pergi-pulang Surabaya–Situbondo. ”Saya bonek ( bondo nekat, Red) saja, mengikuti polisi hutan, datang ke desa, dan bergabung dengan warga,” papar laki-laki kelahiran Gresik, 1 Maret 1971, tersebut.
Nurdin mempelajari medan. Dia mendokumentasikan berbagai satwa liar di Taman Nasional Baluran. Perjuangannya tidak sia-sia. Sejak 2003 konsisten memotret satwa liar di tempat itu, dia mendapatkan banyak foto luar biasa. Misalnya foto macan tutul yang diambilnya pada 2012 dan 2013. Nurdin mengambil gambar binatang liar itu dari jarak 7 meter saja.
Menurut dia, si macan tidak merasa terganggu dan langsung pergi begitu saja. ”Karena saya bukan ancaman. Mereka hanya marah dengan orang yang mengganggu dan mengancam habitatnya,” ujar Nurdin.
Potret yang diambilnya pada malam hari itu adalah foto pertama yang menjelaskan bahwa di Baluran masih terdapat macan tutul. Sebab, sebelumnya, pihak pengelola Baluran hanya punya foto bangkai macan tutul. ”Banyak yang heran. Bahkan, ada yang menyangkal dan bilang, yang saya foto itu macan jadi-jadian,” kata Nurdin, lantas tertawa.
Selain pergi ke Baluran, sebenarnya Nurdin sering mengunjungi hutan bakau ( di Surabaya. Semua fotonya itu dibukukan dalam
Pada 2013, Nurdin juga membukukan foto-foto satwa di Taman Nasional Baluran dalam judul
Semuanya dibiayai sendiri. Karena sudah sepuluh tahun bolak-balik ke Taman Nasional Baluran, Nurdin punya hubungan kuat dengan warga setempat dan polisi hutan. Sebagai konsultan di bidang ekowisata, Nurdin, yang menyadari sulitnya tugas polisi hutan di wilayah itu, memberikan pelatihan dan sertifikasi gratis. Luas taman nasional itu 25.000 hektare (ha). Sementara jumlah polisi hutannya jauh dari ideal. ”Saya tidak bisa bantu materi. Jadi, saya bantu pelatihan saja,” ucapnya.
Berbekal pengetahuan itu, Nurdin sering diminta untuk menemani turis asing memotret di Baluran. Bahkan, dia sempat didatangi media dan penulis dari luar negeri. ”Kebanyakan mau menulis destinasi wisata di Indonesia yang direkomendasikan,” tambahnya.
Semakin lama, Nurdin tidak bisa dipisahkan dengan Baluran. Pada 2013, dia dan sang istri memutuskan untuk membangun Baloeran Ecolodge yang terletak di Desa Wonorejo, Situbondo. Baloeran Ecolodge adalah kediaman yang berorientasi ramah lingkungan. Sejauh ini, tempat itu sering disewa orang-orang dari luar negeri. Sesekali Nurdin juga mengadakan pelatihan menulis dan kegiatan berbasis pemberdayaan lainnya. (ina/c11/jan) • Mulai mengajak istri ke Baluran saat hamil delapan bulan anak kedua. • Pernah menjadi Kaprodi Pariwisata Unair. Saat itu, dia berhasil membawa Unair bekerja sama dengan Shangri-La’s Barr Al Jissah Resort & Spa, Oman. • Demi mengembangkan ilmu sebagai praktisi, dia menolak beasiswa S-3 dari UGM dan Leeds University. • Kini Nurdin hanya mengampu satu mata kuliah. • Kini dia terlibat dalam tim penyuluhan ekowisata Kementerian Pariwisata. Nurdin pun memberikan materi kepada warga sekitar Wakatobi, Derawan, Danau Toba, dan Toraja.