Ada Rekaman dalam Kasus Jaksa Minta Uang
Juga Sebut Rencana Pengaturan Perkara
SURABAYA – Jaksa Rotua Puji Astuti diprediksi makin sulit lolos dari jerat sanksi etik dari bidang pengawasan Kejati Jatim. Sebab, bukti permintaan uang terhadap terdakwa kasus perjudian yang ditanganinya semakin banyak. Yang terbaru, transaksi pemberian uang itu ternyata direkam.
Adalah Irianto Sapuas Tedjo (mantan terdakwa kasus perjudian) yang hingga kemarin menyimpan rekaman pembicaraan ketika keluarganya menyerahkan uang di ruangan jaksa dari Kejari Tanjung Perak itu. Dalam rekaman tersebut, suara yang disebut milik jaksa Rotua juga menyeret nama hakim beserta tarifnya.
Pembicaraan dalam rekaman itu disebut sebagai komunikasi Sri Dewi (istri Irianto) dan Lidya Tedjo (kakak Irianto) dengan Rotua untuk membicarakan uang agar persidangan bisa cepat dan vonisnya ringan. Dari jenis file- nya, pembicaraan itu direkam dengan menggunakan handphone yang memiliki tingkat sensitivitas tinggi
Ada tiga file rekaman pembicaraan. Semuanya merekam ketika keluarga Irianto berada di ruang kerja Rotua untuk membicarakan kasus suaminya. Rekaman pertama berdurasi 18 menit, rekaman kedua dan ketiga berdurasi 20 menit.
Selain terkait dengan penyerahan uang, rekaman itu berisi tentang pengaturan trik jawaban ketika keluarga Irianto ditanya soal tempat tinggalnya yang berlokasi di Jalan Satelit.
Lokasi rumah tersebut dianggap bisa mengakibatkan tarif pengaturan perkara lebih tinggi. Karena itu, rumah yang berada di lokasi elite tersebut harus diakui bukan sebagai miliknya. ” Nek delok omahmu, orang gak bakal mau lho),” ujar suara salah seorang perempuan dalam rekaman itu.
Ada juga suara yang menyebut bahwa uang itu tidak akan dinikmati satu orang jaksa saja. Tapi, ada dua orang yang disebut dengan istilah bos. Sayangnya, tidak disebutkan siapa bos yang dimaksud dalam rekaman tersebut.
Suara perempuan dalam rekaman itu juga menyeret-nyeret peran pengadilan dalam polemik tersebut. Contohnya, untuk memilih hakim agar mendapat majelis yang diinginkan, harus disediakan uang Rp 5 juta.
Dalam rekaman kedua, pembicaraan terkait uang, lebih jelas lagi. Termasuk permintaan tambahan uang meski dalam jumlahnya sedikit. Permintaan tambahan itu disebut bertujuan agar sidang cepat selesai. Permintaan tersebut sempat diulang dua kali.
Fakta unik muncul dalam rekaman ketiga. Dalam pembicaraan tersebut, persidangan Irianto baru dilaksanakan sekali dan belum vonis. Meski begitu, BA-8 (berita acara pelaksanaan putusan) sudah bisa dibuat, tapi baru bisa berlaku setelah tanggal tertentu.
Dalam rekaman itu juga muncul larangan keluarga Irianto menghadiri sidang yang akan digelar pada Senin (12 Oktober 2015). Mereka cukup menelepon untuk bisa mengetahui hasilnya. Alasannya, takut jika dibuntuti banyak orang.
Bahkan, suara perempuan yang terdengar dominan itu meyakinkan bahwa BA-8 sudah cukup mewakili untuk mengeluarkan Irianto keluar dari penjara. ”Ini sudah resmi. Kalaupun tidak ada putusan, itu sudah cukup. Alasannya, hakimnya tidak ada. Cuti. Tapi, gak usah bunyi. Tolong itu rahasia kita,” ucap perempuan itu dalam rekaman percakapan tersebut.
Irianto mengatakan, rekaman itu valid dan memang diambil setiap kali istrinya bertemu dengan Rotua. Saat ini file rekaman itu masih disimpannya. Dia sudah menawarkan ke jaksa pemeriksa di Kejati Jatim. ”Katanya tidak usah. Katanya buktinya sudah cukup,” ucapnya. Dia mengaku siap menyerahkan bukti tersebut kapan saja jika diminta.
Sementara itu, hingga berita ini ditulis, jaksa Rotua belum bisa dikonfirmasi. Ketika telepon selulernya dihubungi, terdengar nada sambung, tapi tidak diangkat.
Di sisi lain, PN Surabaya membantah adanya jual beli dalam memilih majelis hakim. Burha- nuddin, juru bicara pengadilan, memastikan bahwa ketua majelis hakim M. Jalili Sairin yang menyidangkan Irianto tidak pernah menerima apa pun dari Rotua.
Burhan balik menduga bahwa jaksa yang justru meminta-minta uang sambil menyeret nama hakim meski uangnya digunakan untuk dirinya sendiri. ”Itu sudah biasa. Nama kami dijual-jual,” jelasnya. Menurut dia, hakim tidak bisa bertindak banyak dengan penggunaan nama hakim untuk kepentingan tertentu.
Sementara itu, Humas Kejati Jatim Romy Arizyanto mengatakan, dalam rekaman tersebut harus dibuktikan dulu, apakah memang benar ada suara jaksa Rotua di dalamnya. ”Untuk membuktikannya, juga harus menggunakan keterangan ahli yang berkompeten,” katanya. (eko/c7/fat)