ITPS Diaktifkan Kembali
STIE Pemuda dan UTS Belum Lapor ke Kopertis
SURABAYA – Hanya berbekal komitmen, Kopertis VII Jatim memberikan rekomendasi kepada Institut Teknologi Pembangunan Surabaya (ITPS). Status perguruan tinggi swasta (PTS) tersebut berubah menjadi aktif terhitung sejak Selasa (22/12). Dengan pembaruan status, ITPS selamat dari sanksi yang ditetapkan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
’’Mereka berjanji akan memperbaiki kesalahan. Komitmen itulah yang kami pegang,’’ kata Kepala Bidang Kelembagaan dan Sistem Informasi Kopertis Wilayah VII Jawa Timur Purwo Bekti.
Berdasar pangkalan data pendidikan tinggi (PD dikti), rasio dosen dan mahasiswa ITPS masih melebihi batas normal, yakni 1:111. Jumlah dosen tetap yang dimiliki PTS tersebut hanya sembilan orang. Sementara itu, jumlah mahasiswa yang tercantum dalam PD dikti 1.000 orang. ’’Mereka sudah berjanji akan menambah dosen di setiap prodi di ITPS,’’ ujar Purwo. Kemenristekdikti telah berbaik hati kepada ITPS untuk memenuhi persyaratan tersebut. ’’Diberi batas waktu sampai Juni 2016 untuk memperbaiki rasio dosen,’’ ujarnya.
Kalau nanti tidak dapat memenuhi ketentuan tersebut, ITPS dinonaktifkan lagi. Nama nonaktif saat ini berubah menjadi pembinaan. Selain komitmen menambah dosen, ITPS berjanji memperbaiki sarana-prasarana (sarpras) yang kurang memadai. Di antaranya, ruang kelas dan laboratorium. Dalam waktu enam bulan, PTS tersebut harus mampu melakukan perbaikan sarpras. ’’Kopertis tentu terus memberikan pembinaan dan pantauan selama memperbaiki
SURABAYA diri,’’ tuturnya. Hal tersebut sudah tercantum dalam pakta integritas perbaikan.
Saat ini, kampus ITPS satu gedung dengan Universitas Teknologi Surabaya (UTS). Purwo mengatakan bahwa kondisi tersebut melanggar aturan yang berlaku. Namun, lanjut dia, UTS berencana pindah gedung. ’’Mereka (UTS dan ITPS, Red) itu satu yayasan. Tapi, ya tetap saja tidak boleh satu gedung,’’ terangnya.
Berbeda dengan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Artha Bodhi Iswara (ABI) dan STIE Yapan, Purwo melanjutkan, ITPS tidak perlu melakukan pergantian rektor atau ketua. ’’Tata kelola dan manajemen saja yang perlu diperbaiki. Kemeristekdikti tidak memberikan rekomendasi untuk melakukan pergantian ketua,’’ tambahnya.
Dengan begitu, sudah ada tiga PTS Surabaya yang kembali berstatus aktif. Yakni STIE test of English as a foreign language (TOEFL). Tes potensi akademik juga menjadi salah satu persyaratan. ’’Ini syarat baru, dulu belum ada,’’ kata Amiq.
Selain itu, dosen harus memiliki sertifikat pelatihan pekerti. Hal tersebut berkaitan dengan soft skill dosen, pembuatan modul, dan media multimedia pembelajaran.
Miftakhul Huda adalah salah seorang dosen Universitas Narotama yang sedang menjalani ABI, STIE Yapan, dan terakhir ITPS. Ditanya mengenai nasib dua PTS lain, Purwo menyebut STIE Pemuda dan Universitas Teknologi Surabaya (UTS) belum melakukan upaya perbaikan. Mayoritas kampus tersebut bermasalah dalam jumlah rasio dosen dengan mahasiswa. Misalnya, terdapat 53 dosen tetap, namun mahasiswa lebih dari seribu. ’’Ini tidak imbang. Proses perkuliahan tidak kondusif,’’ ujarnya.
Sebagai informasi, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Muhammad Nasir tidak akan menoleransi perguruan tinggi swasta (PTS) nonaktif yang bandel. Dia juga tidak akan memberikan kelonggaran kepada PTS yang tidak mau berbenah hingga 31 Desember mendatang. ’’Sanksinya tegas, ya akan dicabut izin operasionalnya dan dibekukan,’’ katanya ketika datang ke Surabaya Sabtu lalu (19/12). (bri/c19/ai) proses ser tifikasi. ’’Masih mau mengajukan SK inpassing dosen,’’ katanya. SK inpassing adalah SK penyetaraan pangkat untuk dosen bukan PNS yang memiliki jabatan akademik dengan pangkat dosen PNS.
Dia mengakui baru mendapatkan SK jabatan fungsional pada akhir November. Memiliki jabatan fungsional termasuk salah satu syarat pengajuan sertifikasi dosen. ’’SK jabatan fungsional keluarnya terlambat. Seharusnya dikeluarkan pertengahan tahun ini,’’ tuturnya.
Huda mengajukan SK jabatan fungsional pada 2014. ’’Bisa jadi, karena adanya perubahan peraturan, SK jadi agak terlambat,’’ ucapnya.
Huda mengungkapkan, sertifikasi dosen diibaratkan seperti SIM. ’’Jika tidak punya, mereka dianggap tidak kompeten,’’ katanya.
Dia mengungkapkan, dosen yang belum melakukan sertifikasi akan ditegur yayasan kampus. (ara/co2/ai)