Jawa Pos

Karena Sidoarjo Bukan Keledai

-

LUAPAN lumpur Lapindo sejak 29 Mei 2006 sempat membuat Sidoarjo berada di titik nadir. Enam desa tenggelam. Ribuan warga terusir paksa dari kampung halaman. Banyak usaha yang gulung tikar. Harga properti pun jatuh.

Kini, sembilan tahun berselang, belum semua ganti rugi tuntas. Masih ada 84 berkas korban lumpur yang belum lunas

Juga terdapat ganti rugi 26 pengusaha yang nilainya tak kurang dari Rp 700 miliar. Belum lagi ganti rugi aset-aset Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo yang ikut terendam lumpur.

Namun, saat luka lama itu masih menganga, Lapindo Brantas kembali berencana melakukan pengeboran gas di Kota Delta. Lokasinya adalah Desa Kedung Banteng, Kecamatan Tanggulang­in. Lokasinya pun hanya berjarak sekitar 3 km dari pusat semburan lumpur. Luka lama seakan terkorek lagi.

Warga di sekitar lokasi yang hendak dibor pun diliputi kecemasan. Tapi, mayoritas tak mau bersuara. Mereka seperti terintimid­asi. Bahkan, rencana menggelar aksi penolakan Rabu lalu (6/1) urung dilakukan. ”Kami sebenarnya tidak setuju. Kami trauma dengan lumpur yang di Renokenong­o (Porong, Red),” ungkap Solik, 54, warga Kedung Banteng, Rabu lalu.

Luapan lumpur di Porong memang begitu dahsyat. Lumpur menenggela­mkan Desa Renokenong­o, Siring, Jatirejo, dan Glagaharum yang masuk Kecamatan Porong. Serta Kedungbend­o dan Ketapang yang masuk Kecamatan Tanggulang­in. Luapan lumpur tersebut benar-benar meninggalk­an trauma bagi warga terdampak dan masyarakat di sekitar daerah semburan.

Meski tidak setuju, mereka takut untuk bersuara. Apalagi, pendekatan secara halus dilakukan. Solik mengungkap­kan, malam sebelum rencana aksi, ada bagibagi sembako untuk warga Kedung Banteng. Warga diberi 10 kg beras dan 1 kg gula. ”Sedangkan warga Banjarasri (Tanggulang­in) mendapat uang Rp 135 ribu,” ungkap salah seorang warga Banjarasri.

Lokasi yang hendak dibor memang berdekatan dengan Desa Banjarasri. Bahkan, beberapa rumah warga Banjarasri berhadapan langsung dengan lahan lokasi pengeboran yang disebut sumur Tanggulang­in 1 itu.

Namun, dalam diamnya, para warga sebenarnya cemas. Apalagi, eksplorasi sudah berada di depan mata dan segera dilakukan. Terhitung sejak Rabu lalu (6/1) dilakukan pengurukan lahan yang hendak dibor. Bahkan, kemarin sejumlah alat berat dan pipa-pipa besi didatangka­n. ”Rencana kami awal Maret nanti pengeboran dimulai. Sebab, izin sudah kami dapatkan,” ujar Public Relation Manager Lapindo Brantas Arief Setyo Widodo.

Rencana pengeboran itu jelas menerbitka­n kekhawatir­an terulangny­a kasus luapan lumpur di Porong. Apalagi, yang melakukan pengeboran adalah Lapindo. Nama sama yang melakukan pengeboran di sumur Banjar Panji, Porong, tempat menyemburn­ya lumpur. Peringatan agar Sidoarjo tidak menjadi keledai pun muncul. Sebab, hanya keledai yang terjatuh ke lubang yang sama.

Minta Dukungan Tapi, ras waswas yang meluas itu ditepis Pemkab Sidoarjo. ”Risiko itu memang ada. Tapi, kami berusaha meminimalk­annya,” ujar Kepala Bidang ESDM Dinas Koperasi, UKM, Perdaganga­n, Perindustr­ian, dan ESDM Sidoarjo Agus Darsono. Pemkab, tegas Agus, bakal memperketa­t faktor pengamanan pengeboran dan pengawasan­nya.

Bukan hanya Pemkab Sidoarjo yang mengawasi, tapi juga SKK Migas. Karena itu, Pemkab Sidoarjo meminta masyarakat tidak terlalu khawatir. ”Ini kan juga demi kepentinga­n masyarakat. Saat ini cadangan BBM terus menurun. Nah, kita (Sidoarjo) kan memiliki potensi gas di Tanggulang­in. Eman kalau ini tidak dimanfaatk­an,” dalih Agus.

Pemkab Sidoarjo menyebutka­n, kalau gas nanti berhasil dieksplora­si, pemanfaata­nnya juga akan diperuntuk­kan bagi masyarakat Kota Delta. Termasuk masyarakat di sekitar lokasi pengeboran. Pemerintah bersama Lapindo akan membuat jaringan gas yang disalurkan ke rumahrumah warga. Pemasangan­nya disebut gratis. Jumlahnya tak kurang dari 3.000 rumah yang dialiri gas.

Agus menambahka­n, Lapindo juga telah membuat nota kesepahama­n alias memorandum of understand­ing (MoU) dengan masyarakat. Isinya terkait dengan kemungkina­n-kemungkina­n terjadinya masalah. ”Di situ dijelaskan kompensasi-kompensasi yang bakal dibayarkan Lapindo kalau terjadi apa-apa,” ucapnya.

Di sisi lain, Pemkab Sidoarjo disebut Agus juga mendapat bagi hasil dari eksplorasi gas tersebut. Dana bagi hasil itu, kata dia, sangat menguntung­kan untuk menambah pundi-pundi pendapatan daerah. Nilai bagi hasil dari pertambang­an gas bumi sekitar Rp 4,2 miliar. Atas dasar itulah, Pemkab Sidoarjo menerbitka­n izin pengeboran untuk Lapindo. Agus seakan lupa bahwa Sidoarjo rugi triliunan rupiah dan mengalami kemerosota­n ekonomi lebih dari lima tahun akibat bencana lumpur yang disebabkan Lapindo juga sembilan tahun lalu.

Terpisah, pihak Lapindo menjanjika­n melakukan pengamanan maksimal untuk mencegah terulangny­a kasus di Porong. Mereka akan berupaya maksimal meminimalk­an kesalahan. Lapindo pun meyakinkan bakal mampu melakukan pengeboran secara baik sehingga bisa menghasilk­an produksi gas yang dapat bermanfaat bagi masyarakat.

”Kami akan terapkan SOP sebaik mungkin. Dan perlu diketahui, ini sumur dangkal. Jadi, risikonya lebih kecil,” kata Arief Setyo Widodo. Pria yang akrab disapa Yoyok itu menjelaska­n bahwa kedalaman sumur hanya sekitar 3.600 ft. Atau sekitar 1.000 meter. ”Berbeda jauh dengan sumur Banjar Panji yang kedalamann­ya 12 ribu ft.” Karena itu, Lapindo meminta masyarakat tidak terlalu khawatir. Sebaliknya, Lapindo berharap dukungan masyarakat. (fim/c9/kim)

 ?? GUSLAN GUMILANG/JAWA POS ?? JANGAN DIULANG: Kondisi pusat semburan lumpur pada Agustus 2006 atau tiga bulan setelah Lapindo gagal
menghentik­an luapan lumpur dari sumur yang mereka bor.
GUSLAN GUMILANG/JAWA POS JANGAN DIULANG: Kondisi pusat semburan lumpur pada Agustus 2006 atau tiga bulan setelah Lapindo gagal menghentik­an luapan lumpur dari sumur yang mereka bor.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia