Minta Regulasi HET Obat
SURABAYA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Surabaya meminta pemerintah mengeluarkan regulasi di industri farmasi. Regulasi tersebut terkait dengan hak pasien mengenai HET (harga eceran tertinggi) serta informasi kandungan obat.
’’Pemerintah harus mengeluarkan regulasi yang menjamin konsumen mempunyai pilihan terhadap obat yang diresepkan,’’ kata Aru Armando kemarin. Pilihan yang dimaksud, menurut Aru, adalah informasi kepada pasien terkait obat generik atau obat lain yang mempunyai kandungan sama dengan obat yang diresepkan dokter.
Selain informasi mengenai obat lain yang sejenis, lanjut Aru, pasien wajib mengetahui informasi HET suatu obat. Selama ini, tidak semua obat mencantumkan HET pada kemasan. Begitu pula tidak semua apoteker pada apotek atau instalasi rumah sakit/klinik yang memberikan informasi mengenai HET kepada pasien. ’’Pasien diberi jaminan bahwa mereka harus diberi informasi mengenai HET sebuah obat,’’ ujarnya.
Berdasar data yang dimiliki Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), tercatat pada 2014, omzet pada industri farmasi di Indonesia mencapai Rp 52 triliun. Angka itu meningkat menjadi Rp 65 triliun pada 2015. Obat-obatan dengan resep dokter berkontribusi 59 persen. Sementara itu, obat bebas berkontribusi 41 persen dari keseluruhan pasar. Sebesar 70 persen pasar farmasi di Indonesia dikuasai perusahaan farmasi nasional. Sisanya, 30 persen diisi pemain farmasi asing.
Di sisi lain, Ketua Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi Jawa Timur Paulus Totok Lucida menyatakan, tidak semua HET tercantum di kemasan produk. (vir/c23/tia)