Jawa Pos

Masuk Hanya Bermodal Pas Lintas Batas

Pasar Serikin, Produk Indonesia di Wilayah Malaysia Ratusan pasang kaki berlalu-lalang di Pasar Serikin, Malaysia, tidak jauh dari perbatasan. Puluhan kendaraan berpelat nomor Indonesia melintas dengan santai di wilayah itu.

-

AKHIR pekan merupakan waktu yang paling ditunggu penduduk dua negara, Indonesia dan Malaysia, di perbatasan Jagoi Babang (Bengkayang, Kalimantan Barat)- Serikin ( Kuching, Sarawak, Malaysia). Kawasan yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari perbatasan itu dipadati manusia saat akhir pekan.

Ruas jalan utama yang menghubung­kan dua negara tersebut berubah menjadi pasar dadakan saat Sabtu pagi. Ribuan warga Malaysia datang untuk membelanja­kan ringgit. Mereka memarkir kendaraan hingga ratusan meter jauhnya dan rela mengantre untuk berbelanja.

Bermacam barang dijual di pasar tumpah tersebut. Mulai sembako hingga perabot rumah tangga. Namun, barang yang paling banyak dijual adalah baju serta kebutuhan sandang lain. Tidak jarang pengunjung yang berbelanja memikul barang sendiri, mulai bantal hingga kasur lipat.

Hampir seluruh barang yang dijual berasal dari Indonesia. Para penjualnya pun tentu datang dari Indonesia. Meski kota terdekat adalah Pontianak, para pedagang yang berjualan tidak hanya datang dari ibu kota Kalimantan Barat tersebut.

Perbedaan nilai tukar uang serta kebutuhan masyarakat di negeri jiran membuat para pedagang rela datang dari jauh. Hanya bermodal pas lintas batas, mereka bisa masuk tanpa paspor.

Pontianak Post ( Jawa Pos Group) menjumpai Nazril, pemuda asal Bandung, Jawa Barat. Dia berpenampi­lan seperti anak muda gaul kota metropolit­an.

Selama tiga tahun terakhir ini Nazril meng ha biskan akhir minggunya di Serikin. Dengan membuang segala gengsi, dia meninggalk­an kota metropolit­an untuk berjualan di Serikin.

Nazril bukanlah penjual emas berlian. Dia datang ke Serikin hanya untuk berjualan serbet. Dia mengaku bisa menghidupi keluarga hanya dari berjualan kain kotak berukuran 40 x 40 sentimeter tersebut. Bahkan, dia bisa membantu perekonomi­an warga di kampungnya.

Nazril menetap di Pontianak. Bersama beberapa teman sekampung, dia mengontrak sebuah rumah. Setiap Jumat, dia dan teman-temannya menyewa mobil untuk berangkat ke perbatasan Jagoi Babang.

Sampai di perbatasan, mereka masuk ke wilayah Malaysia dengan menggunaka­n pas lintas batas yang dikeluarka­n pemerintah Indonesia. Sampai di Serikin, mereka menginap di kos-kosan. Sambil menunggu pagi, Pasar Serikin masuk dalam wilayah Distrik Kuching, Sarawak, Malaysia. Karena berada di Malaysia, mata uang yang dipakai untuk transaksi adalah ringgit. Kawasan ini belum ditetapkan sebagai perbatasan resmi yang menggunaka­n paspor. Arus barang pun tak diawasi dengan ketat karena tak ada pemeriksaa­n khusus oleh petugas bea cukai atau karantina. Ke Pasar Serikin harus ditempuh dengan mobil yang memakan waktu enam jam dari Pontianak, ibu kota Kalimantan Barat. Nazril menyiapkan barang dagangan.

Sabtu merupakan hari yang ditunggu Nazril dan pedagang lain. Ribuan orang memadati pasar sejak pagi. Nazril menjajakan serbetnya dengan cara mengasong sebagaiman­a yang dilakukan pedagang serbet di Jakarta.

Dalam sehari, dia bisa menjual hingga 200 serbet. Sehelai serbet itu dijual 2 ringgit atau setara Rp 6.500.

’’Saya pesan langsung di kampung. Yang bikin serbet penduduk kampung saya sendiri. Alhamdulil­lah, hasilnya bisa buat menghidupi keluarga juga,’’ tutur Nazril dengan logat Sunda yang kental.

Transaksi internasio­nal di Pasar Serikin membawa keuntungan dan manfaat bagi warga kedua negara. Warga Malaysia menganggap barang yang dijual di sana lebih murah daripada yang dijual di tengah kota. Sementara itu, keberadaan pasar tersebut membuka peluang bagi warga Indonesia untuk berdagang. (saf/JPG/c5/diq)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia