Jawa Pos

Rajin Aksi Sosial hingga Wajibkan Anggota Tertib di Jalan

Upaya Harley-Davidson Club Indonesia (HDCI) Surabaya Ubah Image Negatif Geng Motor Sebagian orang selalu memandang negatif pada geng motor. Persepsi itu kini dilawan para pengurus Harley-Davidson Club Indonesia (HDCI) Surabaya.

- FARID S. MAULANA

chapter

AROGAN dan sombong. Dua kata itu sering melekat pada komunitas para pemilik Harley-Davidson. Dandanan para pemilik moge tersebut mungkin ikut memengaruh­i munculnya pandangan itu. Sebab, mereka identik dengan wajah garang, tubuh kekar, kaus hitam, rompi, dan sepatu bot. Tidak sedikit pula berita tentang pemilik moge yang suka kebut-kebutan di jalanan.

Stigma negatif itu membuat HDCI Surabaya merombak visi-misinya secara total. Mereka tidak ingin dianggap sama dengan geng motor jalanan yang sering terlibat balap liar. Para pengurus dan anggota HDCI Surabaya sepakat untuk lebih dekat dengan masyarakat. Karena itu, berbagai kegiatan sosial mereka adakan. Aksi sosial tersebut semakin aktif sejak 2014. Atau, sejak kepengurus­an HDCI Surabaya dipegang orang-orang yang pernah merasakan hidup sebagai warga pinggiran.

Ketua HDCI Surabaya kini dijabat Tonny Wahyudi, pemilik dua pabrik besar. Berkat sentuhan tangan dinginnya, HDCI Surabaya perlahan berubah menjadi komunitas yang kerap melakukan aksi sosial. Kiprahnya semakin mantap setelah didukung dua pengurus lain. Yakni, Steven Harley sebagai wakil dan Kushendraw­an sebagai seksi bidang bakti sosial. Komunitas itu pun semakin dikenal dengan beragam aksi positifnya.

Sejak dipegang tiga orang tersebut, HDCI Surabaya makin sering mengadakan aksi sosial di selasela touring mereka ke beberapa daerah di Indonesia

’’Kalau nanti merekrut guru, pengajuan anggaranny­a harus setahun sebelumnya. Masalah ini harus segera diantisipa­si, tidak bisa ditunda,’’ jelasnya kemarin (8/1).

Titin –sapaan akrab Agustin Polianda– mengatakan bahwa kekurangan guru yang dihitung dispendik mencapai 800 orang itu sebenarnya bisa diantisipa­si. Caranya dengan mengatur ulang jam mengajar guru tidak tetap (GTT) yang masih di bawah batas minimal. Namun, upaya tersebut hanya bersifat semu. Sebab, tenggat pensiun setiap tenaga pendidik terus bertambah. ’’Intinya, tahun ini memang defisit, tapi masih bisa diakali. Nah, pada 2017 yang tidak aman,’’ terangnya.

Anggota Komisi D Reni Astuti meminta dispendik dan badan kepegawaia­n daerah (BKD) meng- kaji lebih dalam skema mengakali kekurangan tenaga pendidik tersebut. Dia khawatir upaya itu justru mengganggu kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah. ’’Skema itu harus dihitung secara mendalam. Sebab, tidak semua GTT memiliki kualifikas­i bidang pelajaran yang sama dengan guru yang pensiun,’’ ujarnya.

Reni juga mendesak pemkot agar proaktif berkomunik­asi dengan pemerintah pusat. Sebab, pemkot kini tidak berwenang mengangkat tenaga honorer. ’’Kalau memang sudah pernah mengirim surat ke pusat, ya berarti harus mengirim lagi,’’ ujarnya.

Kepala Dispendik Surabaya Ikhsan mengungkap­kan, untuk 2016, tenaga pengajar masih mencukupi. Meski ada yang pensiun, jumlahnya tidak banyak. Posisi mereka masih bisa digantikan GTT dan K-2. Selain itu, guru-guru yang masih kekurangan porsi mengajar bisa mengisi kekosongan tersebut.

Selama 2016, ada 139 guru yang pensiun. Perinciann­ya, 75 guru SD, SMP (25), SMA (33), dan SMK (6). Ikhsan menuturkan, untuk guru SD, mereka masih mempunyai cadangan dari tenaga honorer. Sedangkan untuk jenjang SMP dan SMA/SMK, kebanyakan yang pensiun adalah guru agama dan olahraga.

Menurut Ikhan, pelajaran agama dan olahraga masih bisa diisi guru dari sekolah lain. Misalnya, guru agama SD mengajar di SMP atau SMA. Begitu pula olahraga. Sebab, kompetensi gurunya sama. ’’Tidak masalah karena pengetahua­nnya sama,’’ tuturnya.

Sementara itu, pada 2017 lebih banyak guru yang pensiun. Jumlahnya lebih dari 200 orang. Permasalah­an tersebut sedang dipikirkan dispendik. Mereka berencana merekrut guru honorer untuk mengisi kekosongan pada 2017.

Ikhsan menjelaska­n, dispendik sudah berkoordin­asi dengan beberapa kampus di Surabaya. Mereka siap melaksanak­an tes kompetensi untuk proses seleksi kemampuan tenaga pengajar honorer. Standardis­asi guru disesuaika­n dengan kriteria. ’’Meski untuk mengisi kekosongan, kami tidak asal mengambil orang, tetap ada tesnya,’’ jelasnya.

Ikhsan berharap proses seleksi itu bisa selesai sebelum 2017. Dengan begitu, ketika ada guru yang pensiun, mereka sudah mempunyai tenaga penggantin­ya. Sebab, guru-guru tersebut tidak pensiun dalam waktu yang berbarenga­n.

Meski menyiapkan tenaga honorer, Ikhsan mengakui, hal tersebut belum cukup. Mereka tetap membutuhka­n perekrutan PNS guru untuk jangka panjang. Karena itu, mereka masih mengupayak­an tambahan PNS kepada Kemen PAN-RB. ’’Kami berharap usul kami diterima karena Surabaya memang sangat membutuhka­n guru,’’ tandasnya. (tyo/ant/c7/oni)

 ?? FARID S. MAULANA/ JAWA POS ?? PEDULI: Dari kiri, Steven, Yudi, dan Kus. Mereka membuat HDCI Surabaya lebih dekat dengan masyarakat.
FARID S. MAULANA/ JAWA POS PEDULI: Dari kiri, Steven, Yudi, dan Kus. Mereka membuat HDCI Surabaya lebih dekat dengan masyarakat.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia