Pj Wali Kota Janji Teliti Ulang
Soal Kenaikan Drastis Uang Hotel Pimpinan DPRD
SURABAYA – Terungkapnya kenaikan uang hotel untuk pimpinan dewan membuat suasana gedung DPRD Surabaya tidak kondusif. Para anggota dewan merasa kenaikan itu tidak adil. Mereka bahkan berencana mempertanyakan masalah tersebut secara tertulis.
Meski demikian, Penjabat (Pj) Wali Kota Surabaya Nurwiyatno belum mengetahui secara detail mengenai uang hotel pimpinan dewan yang naik begitu tinggi itu. Menurut dia, anggaran pemkot memang sudah kuat. Tapi, dana itu diprioritaskan untuk pembangunan kota. Apalagi, pada tengah tahun ini Surabaya kedatangan ribuan tamu dari luar negeri yang menghadiri acara United Nations Human Settlements Programme (UN Habitat)
Akibatnya, anggaran untuk infrastruktur kota harus digenjot.
Nur menyebutkan, kenaikan tunjangan seharusnya mengikuti aturan baku. Alokasi antara eksekutif dan legislatif, menurut dia, seharusnya sama. Sama-sama harus memiliki landasan kuat. Namun, lanjut dia, kalau anggaran itu sampai lolos, artinya sudah ada kesepakatan antara pemkot dan dewan. Termasuk, sudah ada evaluasi dari pemprov. ”Saya ndak hafal apakah ada perwalinya, kalau sudah disetujui seharusnya sudah melalui semua tahapan,” ujarnya. Nur berjanji meneliti ulang lebih detail ketentuan yang dipakai untuk menaikkan dana hotel pimpinan dewan. Menurut dia, dasar hukum untuk kenaikan tersebut harus jelas.
Persoalan itu memang tidak bisa dilepaskan dari campur tangan pemkot. Sebab, pemkotlah yang mengatur penggunaan anggaran. Termasuk soal standar satuan harga (SSH).
Sebagaimana diberitakan, uang hotel pimpinan dewan tahun ini naik tajam. Tahun lalu mereka hanya dijatah Rp 1,086 juta per hari. Kini anggarannya naik menjadi Rp 8,72 juta per kamar per malam. Kenaikan drastis itu memantik reaksi keras dari para anggota dewan. Maklum, jatah hotel anggota dewan hanya Rp 1,49 juta per kamar per malam.
Sementara itu, pimpinan dewan menganggap kenaikan tersebut wajar. Alasannya, jabatan mereka kini setara dengan pejabat eselon I. Wakil Ketua DPRD Surabaya Masduki Toha mengatakan, acuan yang mereka pakai adalah UndangUndang 23/2014 tentang Peme- rintah Daerah. Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa pejabat daerah itu kemitraan antara eksekutif dan legislatif. ”Logikanya, kedudukan pimpinan dewan sama dengan wali kota,” ungkap dia.
Saat ditanya tentang detail aturannya, Masduki mengaku tidak hafal betul. Namun, dia menjelaskan bahwa pimpinan dewan masuk kategori eselon I memang baru tahun ini. Pada 2015, pimpinan dewan masuk eselon II. ”Kalau dulu kami memang setara eselon II. Sama semuanya,” ungkapnya.
Meski demikian, dia menegaskan, biaya hotel dibayar sesuai dengan keperluan. Misalnya, jika seorang pimpinan dewan menginap di hotel dengan tarif Rp 1,5 juta semalam, yang akan dikeluarkan APBD hanya sebesar itu. ”Sesuai bill hotel,” ujarnya.
Namun, pernyataan Masduki semakin membuat anggota dewan curiga. Bila yang dijadikan dasar adalah Undang-Undang 23/2014, semestinya dana tersebut berlaku pada 2015. ”Lalu dasarnya apa kok hanya pimpinan. Kan samasama dewan,” kata anggota dewan tersebut.
Dia menuturkan, semestinya ada aturan yang menjelaskan bahwa pimpinan dewan itu setara eselon I. Sebab, selama ini yang menjadi pengetahuan bersama semua anggota dewan adalah pimpinan itu juga setara eselon II.
Anggota dewan lain menyebutkan, pada 2015 tidak ada gejolak karena jatah anggota dan pimpinan dewan sama. Meski, pada saat itu para anggota dewan juga mengeluh karena dana untuk kunjungan kerja terbilang sedikit lantaran ada pengetatan anggaran. ”Apalagi, saat itu rapat di hotel saja tidak boleh,” jelasnya.
Selain biaya hotel, tunjangan lain akhirnya terimbas. Misalnya, alokasi uang saku. Pimpinan dewan kini mendapatkan jatah Rp 1,25 juta, sedangkan anggota Rp 1 juta. Uang makan untuk pimpinan dewan Rp 600 ribu, sedangkan anggota Rp 525 ribu. (jun/nir/c7/oni)