Jawa Pos

Dispendik Rekrut Pengajar Honorer

Siasati Kekurangan Guru pada 2017

-

SURABAYA – Pemkot didesak bergerak cepat untuk mengantisi­pasi proyeksi defisit guru tahun ini. Salah satunya proaktif membahas kekurangan tenaga pendidik itu dengan Kementeria­n Pendayagun aan Apa ra tur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PANRB). Tujuannya, defisit tersebut tidak berlarut sampai 2017.

Desakan itu disampaika­n Ketua Komisi D DPRD Surabaya Agustin Poliana. Dia mengatakan, 2017 tersebut disesuaika­n dengan waktu dan jadwal pembahasan perubahan anggaran keuangan (PAK) pertengaha­n tahun ini

Bahkan, mereka telah memiliki ambulans untuk membantu warga yang membutuhka­n. Semua orang bisa memanfaatk­an ambulans tersebut dengan gratis.

Latar belakang Yudi, Steven, dan Kus yang pernah hidup susah mungkin menjadi alasan HDCI Surabaya begitu getol menyebarka­n virus peduli sesama. Kendati kini sama-sama menjadi pengusaha sukses, ketiganya tidak segan mengajak kawan-kawan mereka untuk membantu sesama. ’’Kita semua sama di mata Tuhan. Jadi, aksi kami tidak pernah membedabed­akan siapa pun,’’ tegas Yudi.

Yudi memang menjadi faktor penting yang mengubah kiprah HDCI Surabaya. Pemilik pabrik tisu dan kimia itu pernah hidup susah dan mengalami beragam diskrimina­si. Masa kecilnya bahkan diisi dengan berjualan roti keliling. Yudi kecil tinggal di Malang. Di sanalah dia menjadi penjual roti keliling untuk membantu ekonomi keluargany­a. Untung, saat dia lulus SMA, ekonomi keluargany­a membaik. Yudi lalu memutuskan pindah ke Surabaya dan berkuliah di Universita­s 17 Agustus 1945 pada 1993. ’’Dasar sudah keenakan berdagang, cuma sampai semester 7 saja, lalu merantau ke Jakarta,’’ bebernya.

Di ibu kota, Yudi bertemu dan berpacaran dengan Lenawati yang kini menjadi istrinya. Yudi pernah bekerja sebagai teknisi trafo selama tiga tahun. Dia sempat merasakan betapa ganasnya reformasi 1998 bagi kalangan Tionghoa. Bengkel tempatnya bekerja tutup. Yudi lalu kembali ke Surabaya. Pada saat itulah, prestasiny­a mulai menanjak. Dia menjadi pengawas di sebuah pabrik kayu.

Kemudian, Yudi melamar Lenawati dan memboyongn­ya ke Kupang, Nusa Tenggara Timur. Di sana, dia membeli kapal penangkap ikan. Menjadi nelayan di laut lepas, ekonominya cukup menanjak kala itu. ’’Tapi, semua hancur lebur pada 2001. Ingat tsunami Kupang waktu itu? Saya di tengah laut dan masih hidup hingga sekarang,’’ ujarnya, lantas tertawa.

Dengan tabungan yang tersisa, Yudi mengungsi ke Surabaya lagi. Pada 2006, dia membeli saham pabrik kimia yang kini menjadi miliknya. Pada saat-saat itulah, Yudi mulai berani mewujudkan mimpinya untuk membeli Harley-Davidson tipe Police. Moge bekas itu dia beli seharga Rp 250 juta pada 2006. ’’Pada 2010, saya akhirnya bergabung dengan HDCI,’’ terangnya. ’’Seperti mimpi, dulu cuma bisa ngelihat orangorang ini lalu-lalang di jalan, eh sekarang jadi bagian di dalamnya,’’ imbuhnya.

Kehidupan senada juga dialami Steven dan Kus. Steven menghabisk­an masa kecil sebagai anak montir di bengkel kecil. Karena itu, kehidupann­ya serba terbatas. Meski mengenal motor sejak SD, keterbatas­an ekonomi memaksanya mengubur mimpi untuk memiliki moge yang sering dilihatnya di televisi. ’’Mau lulus SMA, baru ayah ngasih motor. Itu pun motor tua yang rusak dan diperbaiki sendiri,’’ kenangnya, lantas tersenyum.

Untung, ekonomi keluargany­a menanjak setelah pindah ke Surabaya. Dia akhirnya bisa berkuliah di Universita­s 17 Agustus 1945. Setelah lulus, Steven memulai usaha sendiri di bidang pengangkut­an barang. ’’Dari situ, syukur rezeki semakin bertambah, bisa beli Harley bekas meski dirombak ulang,’’ tuturnya.

Kus juga demikian. Menjadi anak seorang mantri membuat hidupnya begitu dekat dengan kemiskinan. Sebelum menjadi pengusaha distribusi pupuk dan barang tambang seperti sekarang, dia menjadi sales kartu kredit yang sering dicaci maki pelanggan. ’’Inget masa-masa itu, jadi gak tega ada orang yang ngerasain hal yang sama. Jadinya ya ingin bantu mereka yang masih hidup susah sekarang,’’ tegasnya. ’’Sebagai wujud rasa syukur saya,’’ imbuhnya.

Mereka dipertemuk­an lewat hobi yang sama pada motor Harley-Davidson. Ketiganya lantas menjadi sosok penting di HDCI Surabaya. Namun, mereka tak mau disebut pelopor. ’’Kami nggak ingin cuma bantu dana disalurin ke yayasan, kemudian selesai. Harus ada tindakan nyata, turun langsung, biar hati nurani tergugah sendiri, melihat kondisi masyarakat yang butuh pertolonga­n,’’ tegas Yudi.

Sebagai ketua, Yudi juga bertugas memimpin anggotanya agar selalu menghargai pengendara lain di jalan. Sedangkan Steven dan Kus bertugas memerataka­n programpro­gram bantuan. ’’Jadi, bukan cuma si A yang dibantu. Semua bidang seperti kesehatan, pendidikan, dan lain-lain harus masuk juga,’’ tutur Steven.

Aksi-aksi sosial seperti menyediaka­n ambulans gratis, memberikan bantuan makanan; pakaian, dan kebutuhan hidup; serta membuat program beasiswa bagi anak-anak kurang mampu sudah dijalankan HDCI Surabaya. Berkat kerja keras seluruh anggota HDCI Surabaya itu pula, mereka menjadi salah satu klub motor yang banyak melakukan aksi sosial. ’’Senang sih, virus sosial ini bisa ditularkan ke pengurus daerah lain biar bersama-sama menghapus tanggapan buruk tentang motor gede di masyarakat,’’ ucap Yudi senang.

Meski kerap menggunaka­n patroli pengawalan tiap kali touring, dia menegaskan bahwa anggotanya selalu menaati peraturan lalu lintas. ’’Kalau lampu merah, kami berhenti. Anggota kami pun punya nomor anggota di tiap motornya. Jadi, kalau masyarakat melihat ada moge yang ngawur di jalanan, lapor saja. Kalau memang itu anggota kami, bisa dilihat dari nomor seri motornya,’’ jelas Yudi. (*/c7/oni)

 ?? GUSLAN GUMILANG/ JAWA POS ?? deadline BELUM IDEAL: Perbanding­an guru dan siswa di Surabaya masih belum seimbang. Dispendik diminta mengatur ulang jam mengajar.
GUSLAN GUMILANG/ JAWA POS deadline BELUM IDEAL: Perbanding­an guru dan siswa di Surabaya masih belum seimbang. Dispendik diminta mengatur ulang jam mengajar.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia