Cegah Prostitusi, Bongkar Tembok Eks Lokalisasi
MADIUN – Tembok eks lokalisasi Wisma Wanita Harapan, Teguhan, Jiwan, akhirnya runtuh. Dibutuhkan waktu 15 bulan untuk merobohkan benteng kemaksiatan setinggi 2,5 meter itu pasca penutupan lokalisasi tersebut pada 10 November 2014. ”(Pembongkaran tembok, Red) dimulai Senin lalu (15/2),” terang Sekretaris Desa Teguhan Yudi Agus Masruki kemarin (20/2).
Menurut Yudi, pembongkaran tembok yang membuat eks wisma milik pribadi warga terlihat itu diharapkan dapat menghentikan praktik prostitusi terselubung. Selanjutnya, tembok atau pagar keliling eks lokalisasi tersebut dipugar dengan dana APBD Pemprov Jatim dan APBD Pemkab Madiun.
Sesuai rencana, pembongkaran pagar keliling sepanjang 150 meter itu berlangsung dua tahap. Tahap pertama sepanjang 100 meter dengan biaya Rp 75 juta dari APBD Provinsi Jatim 2016. ”Kami dulu memang mengajukan dan direspons sehingga kami langsung kerjakan,” kata Yudi.
Pembongkaran tembok sepanjang 50 meter sisanya dilanjutkan pada tahap kedua. Pemugaran tahap kedua menggunakan dana PAK 2016 Kabupaten Madiun. ”Namun, masih belum dapat dipastikan (tahap kedua) kapan dimulai,” ucapnya.
Pihaknya bekerja sama dengan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Cipta Karya (DPUBMCK) Kabupaten Madiun untuk penyusunan rencana anggaran biaya (RAB). Rencananya, tinggi tembok atau pagar dari bata itu dikurangi hingga 75 sentimeter. ”Di atasnya dipasang pagar teralis besi setinggi 90 sentimeter,” ujar dia.
Yudi mengklaim, tidak ada penolakan dari warga RT 6 RW 1 yang menghuni eks lokalisasi tersebut. Apalagi, pemugaran itu murni keinginan warga Desa Teguhan, bukan dipaksakan pemerintah. ”Alhamdulillah, tak ada polemik. Semua warga menerima dengan lapang dada,” bebernya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinsosnakertrans Kabupaten Madiun Endang Suwarsih mengatakan, pembongkaran sekaligus pemugaran pagar tembok tersebut sudah lama direncanakan. Pihaknya pun mengapresiasi pemerintah desa yang berinisiatif membongkarnya. ”Sudah waktunya mereka (penghuni) kembali ke masyarakat dan tidak menutup diri di balik tembok tinggi itu,” tuturnya.
Endang berharap robohnya pagar tersebut dapat menghentikan praktik prostitusi di sana. Karena lokalisasi sudah ditutup, kata dia, seharusnya bangunan di dalamnya kembali ke fungsi sosial. ”Sudah ditutup, berarti sudah bukan lagi mata pencaharian. Di sana murni jadi tempat tinggal. Pagar yang mengelilingi juga harus menyesuaikan dengan pagar permukiman lain,” jelasnya. (mg4/sat/c9/dwi)