Atasi Terorisme ke Sumbernya
Setelah Malang, Densus 88 Gerebek Tangerang
JAKARTA – Penangkapan terhadap orang yang diduga penyokong aksi teror di kawasan Thamrin bulan lalu terus berlanjut. Setelah menangkapi mereka di Malang, kemarin polisi giliran menyisir Tangerang.
Menanggapi serentetan penggerebekan dan penangkapan terduga teroris, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menjelaskan, terorisme di Indonesia selalu tumbuh karena ada rekrutmen kelompok-kelompok baru. Mereka terus berkomunikasi untuk menyusun rencana aksi teror. Polri memang sulit mendeteksinya karena kelompok itu terpencarpencar. ”Mereka tidak berkomunikasi dengan alat, langsung datang ke rumah setiap anggotanya. Pemetaan pada kelompok teroris juga telah dilakukan,” jelasnya.
Karena itulah, perkembangan paham radikal dan terorisme di Indonesia benar-benar sangat sulit dihentikan. ”Bisa dibilang tidak mungkin untuk menghentikan semua itu,” paparnya
Sementara itu, Staf Khusus Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT) Wawan Hari Purwanto mengatakan, Indonesia perlu cara lebih besar dan strategis untuk menghentikan terorisme. Yakni, menghentikan terorisme tepat di sumber penyakitnya, yakni Timur Tengah (Timteng). ”Selama konflik Timteng belum usai, Indonesia tidak akan lepas dari ancaman terorisme,” paparnya.
Semua perlu memahami bahwa aksi teror di Indonesia itu selalu terhubung dengan konflik di Timteng. Baik saat era Osama bin Laden hingga era ISIS yang saat ini sedang panas-panasnya. ”Makanya, tidak efisien jika kebijakan Indonesia hanya untuk memberantas terorisme yang ada di sini. Tapi, sumber penyakitnya tidak diobati,” ujarnya.
Bagaimana caranya menghentikan terorisme di Timteng untuk memberantas teror di Indonesia? Dia menuturkan, dalam waktu dekat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) memiliki agenda mengajak ulama top dunia dari 70 negara un- tuk mengatasi kemelut di Timteng. ”Harusnya yang semacam ini bisa dicontoh pemerintah,” jelasnya.
Misalnya, melalui Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Gerakan Nonblok yang bisa digunakan untuk menghentikan konflik di Timteng. Dalam dua organisasi itu, Indonesia tentu harus bisa mengajak semua negara bersamasama menghentikan konflik. ”Indonesia tidak bisa sendirian menyelesaikan ini,” ujarnya.
Tangerang Tim Densus 88 Antiteror dan Gegana Polda Metro Jaya meringkus Dian Adi Priayana, 38, sekitar pukul 14.30 kemarin. Tanpa perlawanan, bapak lima anak itu dijemput langsung dari rumahnya di Perum Suradita, Jalan Ceremai 1 No 15, RT 03, RW 04, Desa Suradita, Kecamatan Cisauk, Kabupaten Tangerang. Ditengarai, dia merupakan anggota kelompok Abu Roban, gembong bom Thamrin.
Saat ditangkap, mata terduga ditutupi kain hitam. Dia lalu digelandang ke panser Anoa milik Densus 88. Sterilisasi dan pemasangan garis polisi ditem- patkan 50 meter dari rumah tersangka. Sementara itu, petugas menggeledah isi rumahnya.
Kapolres Kota Tangsel AKBP Ayi Supardan mengungkapkan, penangkapan itu merupakan pengembangan dari pemeriksaan terduga teroris di sejumlah daerah. Dijelaskan, saat bom Thamrin meledak, terduga ikut menghilang. ”Sudah enam bulan, kami sudah mengawasi gerak-geriknya. Petugas sudah kami turunkan dalam pengintaian ini,” ungkapnya.
Ayi menjelaskan, terduga merupakan ahli di bidang kelistrikan. Terduga juga pernah menjadi teknisi listrik di PT Jaya Teknik, Bintaro, Tangsel. Informasi itu dikuatkan penemuan sejumlah kabelkabel dan peralatan listrik di dalam rumahnya. ”Ya, dia sudah berhenti dari sana, setelah itu buka bengkel kecil-kecilan,” terangnya.
Dari penggerebekan itu, polisi berhasil menyita sebuah busur beserta 20 anak panah. Lalu, dua keping VCD tentang pelatihan militer dan jihad serta sebuah senapan angin. Polisi juga menyita enam handphone berbagai merek. Namun, mereka tak menemukan alat peledak atau pemicu lainnya dari rumah terduga.
Ketua RT 03 Heri mengatakan, meski sudah sepuluh tahun tinggal di sana, Dian Adi dikenal sebagai sosok yang tertutup. Dia jarang terlihat berbaur dengan tetangga meski ada kenduri atau hajat lainnya. ”Saya kalau ketemu dia cuma negur, kalau gabung ikut ngobrol-ngobrol nggak pernah,” terangnya.
Malang Sementara itu, hasil penelusuran Jawa Pos Radar Malang mengungkap bahwa penangkapan Aidin Suryani pada awal Februari lalu dalam kasus curanmor menjadi pintu terbongkarnya jaringan terduga teroris kelompok Ngijo yang tertangkap Jumat malam (19/2). Kelompok Ngijo terdiri atas Badrodin, Achmad Ridlo Widjaja, Rudi Hadianto, Handoko, dan M. Romli.
Lantas, bagaimana Aidin bisa gabung dalam jaringan Ngijo? Menurut sumber Jawa Pos Radar Malang di kepolisian, Aidin atau yang dikenal dengan Abu Zilan itu adalah residivis. Dia baru bebas dari Lapas Lowokwaru pada akhir 2015. Kasusnya pencurian kendaraan bermotor.
Namun, setelah keluar dari lapas, dia mengikuti paham radikal setelah ”dicuci otak” oleh narapidana kasus terorisme yang pernah dititipkan di Lapas Lowokwaru. Dari pertemuan di Lapas Lowokwaru itulah, Abu Zilan mengubah ”misi” kriminalnya, dari kriminal murni menjadi berembel-embel semangat ”jihad”.
Dana hasil dari mencuri motor hingga 34 unit itu dia setorkan ke Badrodin atau Abu Gar, terduga teroris yang tertangkap pada Jumat malam. Alasannya, dana tersebut digunakan untuk perjuangan membela agama. Aksi Abu Zilan itu biasa disebut fai’ atau menjarah dan mencuri harta orang lain untuk perjuangan agama.
Berdasar data yang dihimpun Jawa Pos Radar Malang, lima terduga teroris yang dibekuk Densus 88 itu merupakan satu jaringan dengan eksekutor bom Thamrin, Jakarta. Bahkan, diduga pendanaan bom tersebut berasal dari kelompok Malang. Badrodin alias Abu Gar yang tinggal di Perumahan Green Hills, Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, menjadi koordinator pendanaan.
Sementara itu, kemarin (21/2) enam terduga teroris dipindahkan dari Mako Brimob, Ampeldento, Malang, ke Mako Brimob, Kelapa Dua, Jakarta. Mereka adalah Badrodin, M. Romli, A. Ridlo Widjaja, Rudi Hadianto, Handoko, dan Aidin Suryani. Keenamnya dimasukkan ke mobil silver. Saat itu pengawalan dilakukan sangat ketat oleh anggota Brimob dengan membawa senjata laras panjang. (idr/wan/ zuk/c10/kim)