Pelarangan Tersangka Maju dalam Pilkada K
OMISI Pemilihan Umum (KPU) berencana membuat aturan yang melarang tersangka maju dalam pilkada. Rencana tersebut mengacu pada polemik rencana pelantikan bupati dan wakil bupati Simalungun, Sumatera Utara, yang salah satunya berstatus terdakwa.
Mendagri Tjahjo Kumolo menolak melantik bupati dan wakil bupati Simalungun yang dijadwalkan Maret 2016. Pemicunya, status tersangka calon wakil bupati Amran Sinaga telah naik menjadi terdakwa kasus perizinan hutan saat masih menjabat kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun.
Rencana KPU itu patut diacungi jempol. Pelarangan tersangka nyalon pilkada merupakan langkah maju untuk mewujudkan pemerintahan bersih dan bebas korupsi melalui pemilu. Calon kepala daerah yang maju selama ini terjerat kasus penyalahgunaan APBD. Aturan itu seharusnya diberlakukan jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan pilkada serentak pada tahun lalu.
Status tersangka calon kepala daerah memang menyimpan potensi konflik, baik sebelum maupun sesudah pilkada. Puncaknya, saat kepala daerah tersebut terpilih dan akan dilantik, khususnya saat status tersangkanya naik menjadi terdakwa. Pasal 83 UU Pemda menyebutkan bahwa kepala daerah atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan dengan ancaman minimal lima tahun penjara.