Agar Agrikultur Jadi Bisnis Seksi
Memberikan pakan ikan secara konvensional berpotensi mengakibatkan bisnis akuakultur merugi. pekerja yang kurang membikin pakan yang diberikan berlebihan ( atau kekurangan. Gibran Huzaifah pun menginisiasi eFishery. Teknologi pemberi pakan ikan yang
Skill
overfeeding)
PEMBERIAN pakan ikan secara manual menjadi bom waktu bagi peternak ikan. Kurang efisiennya porsi pakan ikan hingga kurangnya kontrol pemilik kolam mengakibatkan tingginya cost yang harus dikeluarkan peternak. Pakan berlebih juga ternyata membuat produktivitas ikan menurun. Bahkan, jika peternak tidak terlalu cermat dan rajin mengontrol, ikan bisa saja kehilangan nafsu makan dan ujung-ujungnya mati.
’’Mayoritas permasalahan di sektor perikanan itu soal pakan. Nah, pakan ikan berkontribusi 70 persen hingga 80 persen dari total biaya bisnis perikanan. Sering saat pakan ikan dilempar secara manual, akibatnya tidak terkontrol,’’ ujar Gibran saat ditemui di kantornya di kawasan Cikutra, Bandung.
Dari sering berdialog dengan para petani ikan, alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) itu pun putar otak. ’’Sejak awal, saya berkeinginan membuat bisnis agrikultur ini lebih seksi, lebih kuat, dan kita bisa swasembada ikan,’’ jelas pria kelahiran Cirebon tersebut.
Berawal dari keinginan itu, pria kelahiran 31 Desember 1989 tersebut memikirkan solusi untuk pakan ikan yang lebih efisien dan dapat terintegrasi dengan internet yang terhubung via smartphone. ’’Kalau ngontrol bisnis ikan via iPhone kan keren. Anak muda bisa lebih mengubah mindsetnya, lulus kuliah punya bisnis ikan. Bukan lulus kuliah, lalu jadi tukang ojek,’’ katanya.
Tahun 2012 akhirnya menjadi titik awal Gibran menginisiasi lahirnya eFishery. Ketika itu Gibran hanya membutuhkan modal awal sekitar Rp 5 juta untuk membuat prototipe awal eFishery. Modal tersebut tergolong minim karena Gibran menggunakan banyak komponen barang bekas untuk membuat eFishery dengan versi yang lebih sederhana pada awal memulai usaha.
Lambat laun karena dibutuhkan pengembangan, mulai penyesuaian desain, pengujian durability, hingga biaya engineer in house, eFishery dalam versi yang canggih dan siap pakai akhirnya lahir. Total, Gibran memerlukan waktu 1,5 tahun untuk keseluruhan proses, mulai riset hingga pematangan produk untuk siap pakai. ’’Saya jualannya direct karena sudah punya beberapa kenalan saat bisnis perikanan. Saya juga tawarkan kepada petani-petani kecil,’’ ungkap dia.
Namun, banyak petani ikan yang masih dengan keberadaan teknologi baru. Itulah tantangan yang harus dihadapi. ’’Kini kami berfokus menggarap customer dari segmen korporasi yang juga punya fokus untuk riset-riset demi kepentingan usahanya,’’ tutur ayah satu putri tersebut.
eFishery kini masih didominasi perusahaan-perusahaan yang berkonsentrasi di bidang agrikultur dan akuakultur. Tidak semua petani ikan nyinyir dengan keberadaan eFishery. Banyak pula petani ikan yang sering melakukan uji coba untuk memaksimalkan usaha budi daya ikan. Petani-petani itulah yang fokus digarap Gibran untuk penetrasi eFishery. ’’Kini jumlah customer dari petani-petani sudah sekitar 40 persen dari total customer. Makin tahun makin bertambah karena banyak juga petani yang fokus untuk riset,’’ terangnya.
Keputusan memulai usaha di bidang yang belum banyak disentuh orang lain ternyata juga menjadi tantangan tersendiri. Sebab, eFishery belum memiliki benchmark untuk produk serupa. Akibatnya, eFishery agak sulit mengembangkan produk dengan ketentuan prototipe yang lebih baru. Namun, tantangan-tantangan itu tidak menjadikannya patah arang. Gibran juga tidak ingin setengah-setengah dalam merancang sebuah produk. Berbagai upaya terus dilakukannya agar eFishery mampu meningkatkan performa.
Dulu, untuk kebutuhan prototipe, Gibran sering memesan komponen kepada produsen perangkat elektronik di Bandung. Beberapa tahun lalu, Gibran juga berhasil menggondol trofi Mandiri Young Technopreneur. Lewat kemenangan itulah, akhirnya dia juga mendapat suntikan dana untuk mengembangkan produk. (dee/c14/noe)