Pelaksana Proyek Keruk Tanah di Kaki Tol Sumo
Pemkot Khawatir Air Baku PDAM Terganggu
SURABAYA – Pembangunan kaki tol Surabaya–Mojokerto di badan Kali Surabaya telanjur dilakukan. Meski belum punya izin dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas, pelaksana proyek tetap melanjutkan pembangunan. Untuk mengantisipasi terulangnya banjir akibat penyempitan badan kali, mereka membuang urukan tanah di sekitar proyek itu.
’’Kami lakukan sesuai dengan kewenangan di wilayah yang kami kerjakan,” ungkap Ari Wibowo, direktur teknik PT Marga Nujyasumo Agung (MNA), sebagai pelaksana proyek kemarin (21/2).
Selaku pihak yang berkompeten mengenai teknik, pihaknya tidak ingin berspekulasi tentang proses administrasi yang disoal BBWS Brantas. Namun, pihaknya akan berkoordinasi dengan instansi yang berwenang atas sungai tersebut
Ari menuturkan, Jumat (19/2) jajarannya dijadwalkan bertemu dengan Pemkot Surabaya. Langkah jemput bola itu mereka klaim untuk menepis dugaan bahwa konstruksi kaki jembatan tol Sumo tersebut menjadi biang banjir di Karang Pilang. Dia beralasan kaki-kaki jembatan sudah didesain di atas muka banjir. Karena itu, air masih bisa melalui sela-sela tiang pancang.
Sejak polemik biang banjir digelindingkan pemkot pekan lalu, pihaknya memerintah kontraktor melakukan normalisasi. Di antaranya, membersihkan urukan tanah yang dituding sebagai salah satu penyebab air meluap. Kakikaki konstruksi jembatan juga disterilkan dari sampah-sampah yang tertahan. ’’Urukan tanah dalam proyek apa pun, termasuk di sungai atau di laut, itu sebatas jalan proyek,’’ terang Ari.
Dia mencontohkan pembangunan jalan tol Bali Mandara yang menghubungkan Nusa Dua–Ngurah Rai–Benoa. Saat proyek berjalan, laut lebih dahulu ditimbun tanah. Begitu proyek selesai, timbunan tanah tersebut dikeruk lagi.
Sama halnya ketika pemkot membangun Jembatan Kenjeran. Lokasi pantai yang akan dipasangi konstruksi diuruk tanah lebih dahulu. Setelah pembangunan kelar, urukan tersebut pasti kembali diangkat. ’’Kami sudah tugaskan pihak Wijaya Karya selaku kontraktor untuk menormalisasi dan membersihkan sampah di wilayah proyek,’’ lanjut alumnus Universitas Parahyangan itu.
Dia belum berani berspekulasi terkait kemungkinan konstruksi jembatan tersebut dibongkar dari badan sungai. Sebab, pembangunan konstruksi tol seksi 1B yang menghubungkan Simpang Waru– Lingkar Dalam Barat Lakarsantri itu juga ditarget waktu.
Pembebasan lahan di seksi tersebut mencapai 94,91 persen per 17 Februari 2016. Jembatan itu diharapkan bisa segera tersambung dengan ruas 2,5 kilometer seksi 1A. Ruas dari Dukuh Menanggal–simpang Waru tersebut beroperasi sejak 27 Agustus 2011. Kala itu, dibutuhkan waktu lima tahun kurang sehari untuk mengoperasikan ruas paling pendek tol Sumo di antara seksiseksi lain tersebut. Pemancangan tiang pertama berlangsung pada 26 Agustus 2006.
Sementara itu, kekhawatiran Pemkot Surabaya atas pembangunan kaki tol Sumo di Kali Surabaya bukan hanya soal banjir. Yang lebih dikhawatirkan adalah sumber air baku sungai tersebut untuk PDAM Surya Sembada.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menganggap konstruksi tiang-tiang penyangga pilar itu terlalu dekat. Kondisi tersebut dikhawatirkan membuat aliran sungai menyempit. ”Bangunannya terlalu masif. Kalau begitu, kena sampah bisa tersumbat,” kata dia kemarin (21/2).
Yang dikhawatirkan Risma memang jangka panjang setelah pembangunan tiang tol tersebut. Kondisi tiang yang berada di badan sungai memang membuat penampang Kali Surabaya lebih sempit. ”Aku khawatir kapasitas air baku turun karena hambatan itu,” ujar dia.
Kondisi tersebut, menurut dia, bisa berdampak pada pasokan air baku yang masuk ke instalasi pengolahan air minum (IPAM) di Karang Pilang dan Jagir. Sebab, semua sumber air baku itu berasal dari Kali Surabaya. ”Kebutuhan air seluruh warga Surabaya bisa terdampak. Ini tentu kurang bagus bagi Surabaya,” ungkap dia.
Dia menuturkan, pengelolaan sungai itu memang di bawah Perusahaan Umum Jasa Tirta dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas. Tapi, pemkot pun turut andil. Misalnya, membersihkan sampah-sampah di sektiar sungai tersebut. ”Ini alat-alat berat masih mengeruk saluran. Nanti setelah selesai, dipakai juga untuk membantu mengeruk lumpur di Kali Surabaya itu,” ungkap dia.
Dia menyatakan sedang berkoordinasi dengan BBWS dan Perum Jasa Tirta untuk mencari pemecahan atas bangunan kaki tol Sumo itu. Menurut Risma, semestinya bangunan tersebut tidak berada di bibir sungai dan masuk ke badan sungai. ”Semestinya tidak boleh di sana,” ujar Risma.
Selain itu, yang sedang dipikirkan pemkot adalah soal relokasi warga. Pemkot mulai mendata warga yang punya sertifikat tanah. Pendataan awal tersebut bagian dari upaya untuk pembebasan lahan. Pemkot juga mendata warga asli Surabaya yang bakal dipindahkan ke flat. ” Tapi, jumlahnya itu sekitar 400-an. Butuh lima twin block setidaknya untuk relokasi,” ungkap dia. (sep/jun/c6/fat)