Punya Segalanya tapi Sengsara, seperti Para Koruptor
GERAKAN penolakan revisi UU KPK yang dilakukan masyarakat makin masif. Bukan hanya mahasiswa dan pegiat antikorupsi dari lembaga swadaya masyarakat (LSM). Namun, gerakan save KPK juga melibatkan beragam profesi, dari artis sampai guru besar
Fenomena itulah yang tecermin dari serangkaian kegiatan di Jakarta kemarin (22/2). Misalnya, grup band Slank yang menyuarakan penolakan revisi UU KPK dengan menggelar konser mini di pelataran gedung KPK. Band yang menyatakan dukungan terhadap pencalonan Jokowi-Jusuf Kalla itu seolah menagih komitmen presiden dalam pemberantasan korupsi.
Kaka, salah seorang personel Slank, mengatakan tetap berkomitmen mendukung kerja KPK. ”Kami tetap antikorupsi dan terus mendukung KPK,” teriak Kaka. Beberapa lagu dilantunkan Slank bersama dengan para pegawai dan pimpinan KPK. Di antaranya, lagu Seperti Para Koruptor. ”Hidup sederhana Gak punya apa-apa tapi banyak cinta Hidup bermewah-mewahan Punya segalanya tapi sengsara Seperti para koruptor...”
Demikian petikan lagu yang dinyanyikan Kaka dengan energik.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengapresiasi dukungan Slank. Menurut alumnus ITS tersebut, grup band yang memiliki penggemar fanatik itu selama ini lantang menyuarakan perlawanan terhadap korupsi. ”Yang saya tahu sejak zaman Pak Ruki, Slank ini selalu mendukung pemberantasan korupsi,” ujarnya.
Di tempat terpisah, sekitar 90 profesor dan guru besar menyatakan penolakan terhadap revisi UU KPK di Universitas Paramadina, Jakarta. Di antara puluhan profesor dan guru besar itu, ada Rhenald Kasali (Universitas Indonesia) dan Edy Suadi Hamid (Universitas Islam Indonesia), E.K.S Harini Muntasib (Institut Pertanian Bogor).
Mereka sebelumnya juga bersurat kepada Jokowi untuk menolak rencana revisi UU KPK. Mereka berpendapat, revisi UU KPK saat ini merupakan langkah keliru dan tidak bijaksana.
Sementara itu, upaya kriminalisasi kemarin nyaris saja kembali dialami KPK. Tiga pegawai KPK yang tengah bertugas tiba-tiba ditangkap polisi. Plh Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati mengungkapkan, tiga pegawai yang ditangkap itu dicurigai sebagai teroris. ”Padahal, mereka tengah melakukan kegiatan tertutup dan dibekali surat tugas,” ujar Yuyuk.
Yuyuk tak menjelaskan kegiatan tertutup yang sedang dilakukan tiga pegawai KPK itu. Informasinya, mereka tengah melakukan pengintaian dalam perkara korupsi di sekitar lokasi penangkapan. ”Tidak benar kalau penangkapan tersebut terkait narkoba atau terorisme,” ujarnya.
Ada dugaan, anggota KPK itu tengah membidik perkara yang masih terkait dengan kesatuan kepolisian. Penangkapan itu, menurut dia, aneh karena dilakukan bidpropam. Padahal, kalau kasus terorisme, kegiatan seharusnya dilakukan polisi dari kesatuan reserse kriminal umum, Brimob, atau Densus 88. Kalaupun pegawai KPK itu terlibat kasus narkoba, yang bergerak semestinya tim dari satuan reserse narkoba.( gun/c10/kim)