Amru Dituntut 8,5 Tahun
Merasa Dikriminalisasi
SURABAYA – Nasib hukum Sekretaris Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jatim Amru segera ditentukan. Kemarin (22/2) salah seorang terdakwa dalam kasus dugaan korupsi dana hibah dari Pemprov Jatim ke bawaslu itu menjalani sidang tuntutan. Jaksa penuntut umum (JPU) menuntutnya dengan pidana penjara selama delapan tahun enam bulan.
Amru juga dibebani membayar denda sebesar Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Termasuk kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 2,4 miliar. Jika tidak sanggup mengembalikan uang tersebut, dia harus menggantinya dengan pidana penjara selama empat tahun tiga bulan.
Dalam tuntutannya, JPU menyatakan bahwa Amru terbukti melakukan tindak pidana korupsi. ’’Terdakwa telah menyalahgunakan wewenangnya,’’ kata JPU Endriyanto. Akibat perbuatannya itu, negara dirugikan Rp 5,6 miliar. Tindakan Amru tersebut melanggar pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP jo pasal 64 (1) KUHP.
Selain Amru, JPU memberikan tuntutan pidana kepada tiga terdakwa lain dalam kasus itu. Yakni, Gatot Sugeng Widodo (bendahara Bawaslu Jatim) serta Indroyono dan Akhmad Kusairi (rekanan). Seperti Amru, mereka dinyatakan bersalah karena melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Gatot dituntut pidana penjara seperti Amru, yakni 8,5 tahun. Hukuman yang sama diberikan kepada Indroyono dan Kusairi. Mereka diwajibkan membayar denda yang sama dengan Amru.
Hanya besaran uang pengganti yang berbeda. Gatot harus membayar uang pengganti Rp 2,3 miliar, sedangkan Indroyono sebesar Rp 713 juta. Bila tidak sanggup membayar, mereka harus mengganti dengan pidana penjara selama empat tahun tiga bulan.
Mendengar tuntutan tersebut, para terdakwa mengaku keberatan. Melalui kuasa hukum, mereka akan mengajukan pleidoi (pembelaan). Sebelum sidang tuntutan digelar, Amru mengaku memang akan menyampaikan pembelaan.
Penghuni Rutan Kelas I Surabaya (Medaeng) itu merasa tidak bersalah dalam tindak pidana tersebut. Dia merasa dizalimi. Tindakan aparat yang menyeretnya menjadi pesakitan di pengadilan merupakan bentuk kriminalisasi. ’’Saya merasa telah dikriminalisasi,’’ tegasnya.
Sebab, menurut dia, selama ini, dirinya telah menjalankan tugas sesuai ketentuan. Amru pun menyatakan bahwa dirinya hanya sebagai seorang pegawai negeri sipil (PNS) sehingga tidak mungkin melakukan penyelewengan. Dia juga bersikeras tidak tahumenahu tentang tuduhan itu. Yang paham adalah staf bawaslu yang mengurusi masalah anggaran hibah. (may/c20/ady)