Tidak Paksakan Pakai Pemain Asing
Aprila Manganang dkk menang dengan skor 3-0 (25-14, 25-17, 25-13). Bahkan, Electric mendapatkan kemenangan itu tanpa menurunkan dua penggawa asing asal Tiongkok, yakni Wang Yi Mei dan Zhang Lei. ’’Iya, kami memang menang mudah,’’ kata asisten pelatih Electric Alex Bonapea.
Di sisi lain, kubu BVN tampak biasa saja menyikapi kekalahan itu. Pemilik sekaligus pelatih BVN Rudi Iskandar menerima kekalahan tersebut dengan lapang dada. Tidak ada penyesalan.
’’ Kami datang ke Proliga ini untuk mengasah mental anak-anak. Tujuh puluh persen pemain yang saya bawa adalah pemain binaan klub sendiri. Saya ingin mereka merasakan atmosfer kompetisi yang sebenarnya,’’ ucapnya.
Rudi tidak bermaksud merendahkan kompetisi Proliga dengan membawa skuad yang belum jadi. Namun, memang kondisi pemain yang dimiliki seperti itu. Kebanyakan pemain tim putri BVN masih belia. Berusia 15 sampai 19 tahun.
Bahkan, kapten tim BVN, yakni Syifa Avrilia Rachma, masih berusia 15 tahun. Dia duduk di kelas X SMA. ’’ Yang senior hanya empat,’’ ucap Rudi.
Mantan atlet voli nasional itu mengungkapkan, mengusung tim yang bermateri pemain muda adalah salah satu cara mengingatkan para petinggi olahraga voli Indonesia. BVN adalah gambaran kualitas pembinaan voli di Indonesia. ’’Saya akan bekerja keras agar pemain-pemain lokal kita bisa punya kualitas lebih baik,’’ katanya.
Sejauh ini, sekolah bola voli BVN memiliki beberapa cabang di Indonesia. Tersebar di lima provinsi. Yakni, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Tenggara. Para pemain muda yang dibawa ke arena Proliga adalah hasil seleksi dari sekolah-sekolah tersebut.
BVN tidak diperkuat satu pun pemain asing. Mereka berencana menggunakan jasa pemain Tiongkok dan Thailand pada seri kedua di Gresik yang berlangsung Jumat (26/2).
Meski begitu, Rudi menegaskan bahwa keberadaan pemain asing tidak menjadi prioritas di timnya. ’’Pemain asing itu tidak penting,’’ katanya. ’’Menumbuhkan mental dan sikap bela negara bagi pemain lokal melalui voli itu yang terpenting,’’ tambah Rudi.
Terus-menerus menggantungkan tim kepada pemain asing akan membuat voli Indonesia tak kunjung berbicara di pentas internasional. ’’Mereka berdua (pemain asing) saja kita kalah, apalagi satu tim,’’ ucap Rudi. ’’Sejak 1983, voli putri Indonesia tidak pernah menang lagi di ASEAN. Mau sampai kapan begini terus,’’ kritiknya.
Mengedepankan pemain lokal adalah salah satu sumbangsih BVN untuk kebangkitan voli Indonesia. Rudi berharap setiap tim kontestan proliga diwajibkan memiliki tim U-17 untuk pembinaan. (*/c19/ca)