Jawa Pos

Jagoan Wushu yang Menolak Bertarung

Cindy Martono dan Natalie Chriselda Tanasa samasama mengenal wushu sejak belia. Tidak ada yang menyangka, mereka meraup prestasi lewat hobi tersebut. Keduanya mampu ’’mencicipi’’ emas sebagai atlet wushu. Hobi Berbuah Prestasi Cindy dan Natalie

-

MASA kecil Cindy dan Natalie dihabiskan dengan berlatih wushu. Keluargala­h yang mengenalka­n mereka pada seni bela diri asal Tiongkok tersebut. ’’Waktu kecil, saya aktif banget. Kakek menyaranka­n masuk wushu karena ada kenalan di sana,’’ ucap Natalie.

Perempuan kelahiran Surabaya, 22 Desember 1993, tersebut rutin berlatih sejak berusia 9 tahun. Sementara itu, kisah Cindy sedikit berbeda. ’’Saya awalnya ikut balet. Karena enggak cocok, Mama mengarahka­n ke hobi yang beda, ya wushu ini,’’ ucapnya.

Keduanya sepakat, secara tidak langsung, wushu memberi banyak dampak positif. Postur lebih baik, badan lebih lentur, daya tahan tubuh juga terjaga. ’’Menurut saya, balet lebih feminin. Sementara wushu lebih menantang,’’ papar Cindy.

Tidak banyak yang mengira Cindy jago wushu. Perempuan yang mengambil cabang tersebut tampak feminin dengan fisik mungil dan rambut panjang. Cindy juga cenderung kalem saat berbicara.

Berbeda halnya dengan Natalie yang tampil sporty. Dengan potongan rambut pendek dan badan tegap, Natalie kerap membikin keder orang yang baru bertemu dengannya. ’’Padahal, saya biasa saja, lho,’’ tutur Natalie.

Citra perempuan yang berprofesi atlet memang sering mengundang decak kagum. Apalagi, Natalie dan Cindy samasama menekuni cabang olahraga bela diri. Kesan sangar dan petarung melekat pada diri keduanya. Secara teknis, cabang yang mereka mainkan merupakan taoatau wushu yang menitikber­atkan penampilan. Mirip cabang kata pada bela diri karate. ”Padahal, enggak. Justru kami harus menghindar­i pertarunga­n supaya tidak cedera,” ujar Cindy. Hampir setiap hari, kecuali Minggu, mereka berlatih saat pagi dan malam. Menyimak latihan yang dilakukan di lantai 4 Nation Star Academy Surabaya, gerakan mereka tidak serbagesit. Tiap loncatan, kuda-kuda, hingga sabetan pedang tombak tampak stabil. ’’Saat loncat atau mendarat, kalau salah, cederanya bisa amat fatal,’’ ucap Natalie.

Natalie yang menyumbang emas pada PON 2012 pernah menjalani operasi lutut kiri pada 2014. ’’Seharusnya tahun 2013 sudah dioperasi. Tapi, saya ikut SEA Games,’’ ucap Natalie. Dokter mengingatk­an bahwa hasilnya tidak akan optimal. Namun, dengan niat kuat, Natalie mampu meraih perunggu dengan kondisi otot lutut yang tinggal 10 persen.

Menjalani profesi atlet sejak muda, menurut keduanya, berarti siap berkorban. Termasuk perkara kuliah. Cindy dan Natalie kuliah di Universita­s Surabaya. Cindy mahasiswi program studi akuntansi, sedangkan Natalie menjalani tahun terakhir program studi multimedia. ”Tidak selamanya bisa bermain wushu. Maka, kami juga mesti membekali diri dengan pendidikan,” jelas Natalie. (fam/c6/ayi)

 ?? DITE SURENDRA/JAWA POS ?? ngotot HAMPIR TIAP HARI: Natalie Chriselda (kiri) dan Cindy Martono sedang berlatih wushu.
DITE SURENDRA/JAWA POS ngotot HAMPIR TIAP HARI: Natalie Chriselda (kiri) dan Cindy Martono sedang berlatih wushu.
 ??  ?? taichi
lu
taichi lu

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia