Jawa Pos

Syukur dan Sukacita Cap Go Meh

-

SURABAYA – Perayaan Cap Go Meh di Kelenteng Sanggar Agung, Kenjeran, Surabaya, Senin (22/2) berlangsun­g meriah. Setelah bersembahy­ang, umat tridarma menikmati atraksi barongsai yang berlenggak-lenggok. Mereka juga berharap mendapatka­n angpao di puncak perayaan Tahun Baru Imlek tersebut.

Menurut Ko Cin, pengurus kelenteng, ritual menyambut Cap Go Meh dimulai sehari sebelumnya. Ratusan umat mengikuti ritual tolak bala ( ciswak) mulai pukul 10.00 sampai 13.00. ”Selain sembahyang, ada ritual potong kuku, rambut, dan pakaian,” ujarnya. Hal tersebut dipercaya bisa menolak bala. Potongan kuku, rambut, dan pakaian dilarung ke laut sebagai simbol agar kesialan juga menjauh

Senin pagi, mereka melakukan sembahyang pada hari Cap Go Meh. Kelenteng Sanggar Agung saat itu penuh pengunjung yang ingin sembahyang. Wangi hio yang dibakar menyeruak ke seluruh ruangan kelenteng, bahkan sampai ke pelataran. ”Kalau sejak pagi, ya ada lima ribuan umat yang datang,” tambah Ko Cin.

Umat yang bersembahy­ang membakar hio sebagai bentuk persembaha­n kepada para dewa. Selain hio, ada toa kim (uang dewa) yang dibakar sebagai wujud rasa syukur kepada para dewa. ”Ada juga yang membawa buah untuk persembaha­n,” ujarnya. Selain barongsai, di belakang kelenteng disediakan acara karaoke.

Perayaan Cap Go Meh tidak akan pernah lepas dari sajian kuliner. Meski bukan budaya asli Tionghoa, lontong cap go meh selalu dinanti. Rasanya yang khas, apalagi dinikmati bersama kerabat tercinta, menjadikan­nya sebagai sajian yang tidak boleh dilewatkan.

Alasan itulah yang membuat Paduan Suara Paguyuban Tulang Rusuk Surabaya berkumpul dan menikmati lontong cap go meh di Bon Ami Restaurant kemarin (23/2). Mengenakan dress code merah, 20 pasang suami istri larut dalam kemeriahan perayaan Cap Go Meh.

Acara dibuka dengan berdoa bersama kepada Tuhan. Mereka berharap kemudahan rezeki. Lantas, perkumpula­n yang berdiri sejak 2001 itu pun menyantap lontong cap go meh bersama-sama.

Lenawati, ketua perkumpula­n, mengatakan, kegiatan itu sejatinya baru pertama diadakan. Untuk mempererat persaudara­an antaranggo­ta, mereka pun merayakan Cap Go Meh dengan lebih meriah. ’’ Tiap tahun akan kami adakan biar makin akrab satu sama lain,’’ ungkapnya.

Freddy H. Istanto, salah seorang anggota yang datang bersama pasanganny­a, mengatakan senang dengan adanya acara kumpulkump­ul itu. ’’Bagus, biar makin erat dan makin berkah persaudara­an kita,’’ ucapnya. Pria yang juga direktur Surabaya Heritage Society tersebut menjelaska­n, lontong cap go meh bukanlah kuliner asli Tionghoa.

Akulturasi dengan kebudayaan Jawa selama beratus-ratus tahun membuat sajian itu begitu melekat dalam setiap perayaan Cap Go Meh. Bahan yang ada di kuliner itu, seperti lontong, sayur rebung, kare ayam, serundeng, dan bubuk kedelai, justru berasal dari Jawa. ’’Kami sebagai generasi penerus harus melestarik­an warisan ini karena cuma di Indonesia loh ada seperti ini, lontong sayur cap go meh,’’ kata Freddy, lantas tersenyum. (ila/rid/c7/any)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia