Tetap P3SON atau Jadi Penjara Baru KPK
Nasib Hambalang, Antara Kunjungan Jokowi dan Tour de Java SBY
Kunjungan Presiden Joko Widodo ( Jokowi) ke proyek Hambalang 18 Maret lalu membuat sejarah yang menyelimuti proyek prestisius itu menghangat. Tidak sedikit pihak yang mengaitkan kunjungan tersebut dengan kegiatan Tour de Java Ketua Umum Partai Demokrat sekaligus
mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
DIMULAI dari munculnya cuitan Jokowi di akun Twitter yang mengulas kondisi Hambalang pada 18 Maret lalu. ”Sedih melihat aset negara di proyek Hambalang mangkrak. Penuh alang-alang. Harus diselamatkan.” Tweet itu langsung mendapat banyak reaksi. SBY pun dianggap gagal menuntaskan proyek tersebut sehingga hendak ditangani Jokowi.
Bahkan, sampai muncul anggapan bahwakunjunganJokowikeHambalang disengaja untuk ”membuyarkan” Tour de Java SBY. Sejak 8 Maret lalu SBY dan rombongan Partai Demokrat memang berkeliling Pulau Jawa.
Sejumlah kader Demokrat pun berteriak membela SBY. Roy Suryo, misalnya, menegaskan bahwa pada era SBY proyek tersebut tidak bisa dilanjutkan karena dilarang KPK dan ditolak DPR.
Polemik itu akhirnya diklarifikasi pihak istana. Kunjungan Jokowi ke Hambalang diklaim tidak memiliki hubungan dengan kegiatan SBY. Tidak pula ditujukan untuk membalas kritik SBY atas kebijakan jor-joran pembangunan infrastruktur.
Juru Bicara Presiden Johan Budi S.P. menjelaskan, kunjungan presiden meninjau proyek Hambalang itu sematamata berkaitan dengan perhatian presiden untuk menyelamatkan aset negara. ”Kunjungan itu sudah digagas jauh sebelum adanya Tour de Java,” kata Johan di kompleks istana kepresidenan kemarin (21/3).
Bahkan, lanjut Johan, dua pekan sebelum kunjungan ke Hambalang, presiden sudah meminta menteri pemuda dan olahraga (Menpora) melihat kondisi terkini proyek senilai Rp 1,2 triliun tersebut. Fokus presiden tahun ini adalah percepatan pembangunan infrastruktur. Presiden pun tidak hanya mengunjungi Hambalang, tapi juga jalan tol dan waduk.
Sebelum meninjau Hambalang, Jokowi mendatangi Waduk Jatigede yang isinya masih 40 persen. Setelah meninjau Hambalang, presiden langsung melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Surabaya. Salah satunya juga untuk meresmikan pembukaan tol Surabaya–Mojokerto seksi IV. Tol itu hingga saat ini sebenarnya masih belum tersambung sempurna karena seksi Ib, II, dan III belum rampung.
Hampir bersamaan dengan rangkaian kunjungan itu, rapimnas Demokrat yang dipimpin SBY di Surabaya pada Minggu lalu (20/3) mengeluarkan sepuluh rekomendasi kepada presiden. Ter masuk mengingatkan agar pembangunan infrastruktur tidak boleh sampai melupakan penanggulangan kemiskinan.
Menanggapi itu, Johan menuturkan, wajar pemerintah diberi rekomendasi atau masukan dari luar. Apalagi, masukan tersebut datang dari partai besar seperti Demokrat. ”Tolong jangan dikaitkan apa yang dilakukan presiden di Hambalang sebagai bagian dari mengomentari kritik,” tuturnya.
Lagi pula, lanjut Johan, presiden sudah menegaskan bahwa ada tahapan yang harus dilalui sebelum memutuskan proyek Hambalang dilanjutkan atau tidak. Antara lain meminta menteri pekerjaan umum dan perumahan rakyat mengkajinya.
Selain itu, presiden meminta audit menyeluruh oleh BPKP. Kemudian baru dibahas di rapat terbatas. Termasuk soal isi bangunan yang masih dalam penanganan KejaksaanAgung. MulaiAC hingga fasilitas kasur yang saat ini menumpuk di salah satu sudut bangunan.
Sementara itu, para elite Demokrat benar-benar tak ingin disalahkan atas mangkraknya proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Jawa Barat, tersebut. Sekjen Demokrat Hinca Panjaitan menegaskan bahwa proyek itu terhenti bukan karena keinginan pemerintah di era Presiden SBY.
Hinca membeberkan, ketika itu DPR sepakat tidak dulu menyetujui anggaran untuk meneruskan proyek. Pasalnya, ada proses hukum di KPK yang menyatakan bahwa Hambalang masih berada dalam zona hukum, yaitu menjadi barang bukti penyidikan.
Teguh Juwarno, anggota Komisi X DPR yang membidangi olahraga, mengusulkan agar P3SON di Bukit Hambalang itu dijadikan museum atau penjara bagi para koruptor. Menurut dia, proyek di bawah Kemenpora tersebut bisa dijadikan monumen koruptor.
Teguh menyampaikan usulnya itu untuk menanggapi rencana pemerintah yang hendak menyelamatkan proyek Hambalang yang mangkrak sejak era Menpora Andi Mallarangeng. Padahal, ada kajian yang menunjukkan kondisi tanah di Hambalang tak stabil untuk bangunan besar. ”Mungkin sebagai alternatif, dibiarkan saja mangkrak dan dijadikan museum soal kehancuran akibat korupsi,” kata politikus PAN itu. (byu/dyn/fat/JPG/c9/pri)