Irman-BK Saling Panggil
Kisruh Perubahan Masa Jabatan
JAKARTA – Kisruh di kamar para ’’senator’’ belum menemukan titik temu. Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman juga terus melawan. Tidak hanya menolak disebut pemicu insiden dalam rapat paripurna 17 Maret lalu, dia juga melemparkan bola panas kepada Badan Kehormatan (BK) DPD.
Menurut dia, BK DPD adalah pihak yang bertanggung jawab atas kericuhan yang terjadi. Pemaksaan dari lembaga yang dipimpin politikus senior A.M. Fatwa agar dirinya menandatangani tata tertib (tatib) dan kode etik baru DPD saat itulah yang menjadi akar kekisruhan. ’’Justru yang bikin insiden itu BK DPD sendiri,’’ tegas Irman di kompleks parlemen, Jakarta, kemarin (21/3).
Sehari sebelum rapat paripurna berlangsung, Irman mengaku menghadiri panggilan BK. Tidak sendirian, dia bersama Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad. Pada kesempatan itu, dia menjelaskan alasan belum ditandatanganinya tatib dan kode etik yang baru tersebut.
Irman bersikukuh, tatib dan kode etik yang disepakati pada 15 Januari 2016 itu bertentangan dengan UU. Yaitu, UU MPR, DPR, DPD, danDPRD(MD3).Khususnya menyangkut perubahan masa kerja pimpinan alat kelengkapan, termasuk pimpinan DPD, dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun.
Menurut dia, dalam UU MD3 dimuat tentang masa jabatan pimpinan DPD yang disesuaikan dengan siklus pemilu. Yaitu, lima tahun sekali. ’’Kami belum tanda tangan karena ada beberapa hal substansial yang masih bertentangan dengan UU,’’ tegas ’’senator’’ yang mewakili Sumatera Barat tersebut.
Dia juga sudah berancangancang untuk tidak menggubris rencana BK yang akan kembali memanggilnya. Sebaliknya, Irman justru mengancam untuk me manggil BK. Alasannya, lembaga tersebut dianggap dengan sengaja bekerja tidak sesuai prosedur.
’’Kami juga akan memanggil BK untuk menjelaskan. Jadi, bukan BK panggil pimpinan. Justru kami yang akan panggil BK,’’ ujarnya.
Ketua BK A.M. Fatwa tetap bersikukuh akan memproses Irman. Selain keengganan menandatangani tatib dan kode etik yang sudah disepakati dalam rapat paripurna, tindakan Irman dengan menutup sidang sebelum selesai merupakan pelanggaran. ’’Menutup rapat secara sepihak itu juga pelanggaran etika dan moral,’’ tegas Fatwa.
Meski begitu, dia menyatakan, pihaknya terkendala masa sidang yang saat ini memasuki masa reses. ’’Sehingga kami tidak bisa respons cepat. Ini (masuknya masa reses, Red) memang masalah tersendiri,’’ ujar mantan politikus PAN tersebut.
Menanggapi pandangan Irman yang menganggap tatib dan kode etik DPD yang baru itu melanggar UU MD3, Fatwa berpendapat lain. Menurut Fatwa, tidak ada ketentuan di UU MD3 yang mengatur masa jabatan pimpinan DPD secara detail.
’’Kami sudah melakukan pembahasan intensif bersama anggota BK lain. Termasuk rapat konsultasi dan rapat dengar pendapat dengan praktisi hukum. Tidak ada itu yang melanggar,’’ tutur Fatwa. (dyn/c7/pri)