Damayanti Kembalikan Suap Rp 2,3 M
Ditjen EBTKE Jadi Saksi di Sidang Dewie Limpo
JAKARTA – Politikus PDIP Damayanti Wisnu Putranti terus membuka keterlibatan pihak lain. Dalam sidang kemarin (21/3), terdakwa suap proyek infrastruktur itu bahkan mengembalikan uang SGD 240 ribu (setara Rp 2,3 miliar) yang didapat dari seseorang. KPK pun mempertimbangkan Damayanti sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang kooperatif dengan aparat.
Kabag Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha mengatakan, Damayanti atas inisiatifnya sendiri mengembalikan uang SGD 240 ribu. Pengembalian itu merupakan yang kedua. Sebelumnya, dia juga mengembalikan uang Rp 1,1 miliar. ”Uang-uang yang dikembalikan itu di luar yang disita saat operasi tangkap tangan (OTT),” ujar Priharsa di gedung KPK.
Damayanti telah mengaku ke penyidik dari siapa uang tersebut diperoleh. Namun, Priharsa enggan menyebutkan orang itu karena masih berkaitan dengan penyidikan perkara. ”Saat ini belum bisa kami sampaikan dari siapa. Kemungkinannya bisa dari penyuap lain,” ujarnya.
Penyuap lain yang dimaksud tentu bukan Abdul Khoir. Nama itu merupakan pengusaha yang ikut tertangkap dalam OTT. Khoir memberikan suap kepada Damayanti untuk membantu meloloskan anggaran proyek infrastruktur di Maluku. Proyek itu sudah diijon oleh perusahaan Khoir.
Di tempat terpisah, Pengadilan Tipikor kembali menyidangkan kasus suap yang juga melibatkan mantan anggota DPR Dewie Yasin Limpo. Dalam sidang, jaksa menghadirkan Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana.
Di hadapan sidang, Rida mengaku diperkenalkan Dewie kepada Kepala Dinas ESDM Kabupaten Deiyai Irenius Adii. Saat itu, Maret 2015, berlangsung rapat kerja antara Kementerian ESDM dan Komisi VII DPR. ”Bu Dewie mengatakan bahwa wilayah Deiyai, Papua, membutuhkan listrik,” ujar Rida.
Ketika itu Irenius menyerahkan proposal proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga mikro-hidro (PLTMH) ke Menteri ESDM Sudirman Said. Selang enam bulan kemudian, staf Tata Usaha Ditjen EBTKE menyampaikan proposal tersebut kepadanya.
”Tapi, proposalnya kami kembalikan karena ada syarat yang belum dipenuhi sesuai Peraturan Menteri No 20/2012,” terangnya. Syarat itu, antara lain, adanya studi kelayakan, studi teknis, ketersediaan lahan, serta kesanggupan menerima dan mengelolanya. Dalam proposal yang diajukan Irenius, tidak ada studi kelayakan dan ketersediaan lahan. (gun/c7/agm)