Investor Korsel Bidik Potensi Geothermal Jatim
JAKARTA – Sebuah konsorsium investor asal Korea Selatan (Korsel) berminat menanamkan modal dalam pembangkit listrik panas bumi ( geothermal) di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur. Nilai investasinya mencapai USD 400 juta atau sekitar Rp 6 triliun.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani menyatakan, daya yang dihasilkan dari pembangkitan panas bumi di Jatim diperkirakan 160 mw, sedangkan di NTT berkisar 30 mw. ’’Investor sedang berkomunikasi dengan berbagai pihak untuk mendukung konstruksi proyek,’’ jelas Franky dalam keterangan tertulis kemarin (21/3).
Menurut dia, investasi infrastruktur kelistrikan dari sumber daya terbarukan harus didukung. Selain membantu program kenaikan rasio elektrifikasi, investasi hijau tersebut diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.
Menurut BKPM, Korsel merupakan salah satu negara partner investasi terbesar. Tahun lalu investasi dari Korsel mencapai USD 1,2 miliar. Kementerian ESDM tahun ini melelang dua blok panas bumi, yakni Blok Gunung Lawu dengan kapasitas pengembangan 165 mw dan Blok Danau Ranau di Sulawesi Selatan berkapasitas 40 mw.
Ada 11 potensi pembangkitan geothermal di Jawa Timur dengan kapasitas 1.206 mw. Untuk mengembangkan potensi panas bumi Blok Gunung Lawu, dibutuhkan investasi sekitar USD 660 juta.
Tahun ini kebutuhan listik di Jawa Timur saat beban puncak diprediksi mencapai 5.700 mw atau meningkat dibandingkan kondisi sekarang sekitar 5.200 mw. Manajer Bidang Komunikasi, Hukum, dan Administrasi PT PLN Distribusi Jatim G. Wisnu Yulianto menjelaskan, pembangkitan listrik di Jatim menghasilkan 8.600 mw atau surplus sekitar 2.000 mw.
Angka surplus daya tersebut merupakan hal positif karena mendukung iklim investasi. Jika industri berkembang, pendapatan PLN juga terus meningkat. Hal itu disebabkan sekitar 46,8 persen pendapatan yang bersumber dari listrik industri.
Jumlah pelanggan listrik di Jatim mencapai 3,8 juta. Rasio rata-rata rumah tangga yang teraliri listrik kini sekitar 88–90 persen. Hingga 2020, PLN menargetkan rasio elektrifikasi bisa mencapai 100 persen. (ken/rin/c15/noe)
– Pemerintah terus memperluas jaringan gas (jargas) rumah tangga. Tahun ini Kementerian ESDM menyiapkan pembangunan sambungan rumah (SR) baru di enam lokasi dengan anggaran Rp 1,1 triliun. Anggaran itu direncanakan terserap untuk 89 ribu SR pipa gas bumi. Seluruh kontrak sudah diteken pada 29 Februari lalu.
Prabumulih dan Tarakan akan menjadi full city gas pertama. Setelah itu, sambungan dibangun di Surabaya, Batam, Cilegon, dan Balikpapan. Menteri ESDM Sudirman Said meresmikan proyekproyek infrastruktur migas di Sumatera Selatan kemarin. Enam kota yang dijadikan fokus pengembangan jargas itu sudah memproduksi gas. ” Tapi, justru lebih banyak dijual. Bangun daerah setempat dulu, baru ekspor,” katanya di lapangan Prabujaya, Prabumulih.
Sesuai dengan amanat UU 30/2007 tentang Energi, sumber daya alam seharusnya tidak menjadi komoditas. Melainkan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Karena itulah, menjual energi mentah-mentah harus disudahi. Saat ini, tutur Sudirman, konsumsi gas sudah 60 persen dan akan terus bertambah. 4 ribu SR PGN 32 ribu SR Pertamina 4.066 SR Pertamina
”Saat ini ada komitmen jangka panjang yang sudah ditandatangani. Setelah 2040, ekspor akan minimal dan berfokus pada domes tik,” terangnya. Prabumulih dan lima daerah lain dijadikan percontohan oleh Kementerian ESDM. Gas diproduksi daerah dan digunakan masyarakat setempat.
Di tempat yang sama, Dirjen Migas Wiratmaja Puja mengatakan, jargas akan menjadi andalan pada masa mendatang. Selain lebih murah dan bersih, gas bumi bisa menekan impor elpiji beserta subsidinya. ”Subsidi tahun lalu keluar Rp 26 triliun, tahun ini mungkin Rp 22 triliun,” ungkapnya.
Subsidi sebesar itu selama ini didistribusikan melalui tabung elpiji 3 kg. Soal pengurangan impor, Wirat mejelaskan bahwa warga setiap bulan rata-rata menggunakan tiga tabung melon. Artinya, 9 kg dikalikan 89 ribu sambungan menghasilkan angka 801 ton.
”Dari hasil itu, akan mengurangi 24 ribu SR PGN impor elpiji. Subsidinya juga kurang,” tuturnya. Dalam APBN 2016, pemerintah dan DPR menyepakati kuota elpiji subsidi 6,6 juta ton dengan anggaran Rp 31 triliun. Dia mengakui, pengurangannya belum signifikan. Tapi, itu sudah menjadi langkah bagus.
Direktur SDM dan Umum Pertamina Dwi Wahyu Daryoto menambahkan, Pertamina dipercaya untuk menggarap tiga wilayah. Sebagai BUMN energi yang memiliki banyak lini bisnis, tugas itu akan digarap secara sinergis antaranak perusahaan. ”Gasnya dari Pertamina EP, pipanya Pertagas, dan pengelolanya Pertagas Niaga,” jelasnya.
Khusus untuk Prabumulih, Dwi mengatakan bahwa sudah ada 4.650 SR jargas kota dari dana APBN. Selain itu, Pertamina bersiap melakukan pengembangan jargas dengan dana investasi sendiri sebanyak 2.626 SR. Jadi, pada akhir 2016 di Prabumulih akan terdapat 39.300 SR. (dim/c11/oki)