Jawa Pos

Gas Turun Pangkas Subsidi Pupuk

-

SURABAYA – Produsen pupuk PT Pupuk Indonesia mendesak pemerintah untuk merealisas­ikan janji penurunan harga gas industri. Jika harga gas mengikuti harga internasio­nal, beban subsidi pupuk diyakini berkurang.

Dirut PT Pupuk Indonesia Holding Company Aas Asikin Idat menilai harga gas domestik terlalu tinggi bila dibandingk­an dengan harga gas internasio­nal. Harga gas dalam negeri saat ini USD 6–7 per million metric British thermal unit (mmbtu). Sedangkan harga gas internasio­nal USD 2–4 per mmbtu.

Produsen pupuk berharap pemerintah menurunkan harga gas industri dalam negeri sehingga menjadi USD 4–5 per mmbtu. Dengan demikian, pabrik pupuk domestik bisa bersaing di pasar internasio­nal.

Selain itu, papar Aas, beban biaya gas mencapai 70 persen dari biaya produksi. Karena biaya produksi tinggi, subsidi pupuk yang diberikan pemerintah juga sangat besar. ”Beban subsidi pupuk bisa berkurang banyak jika harga gas mengikuti harga internasio­nal,” katanya.

Untuk menekan biaya gas, Pupuk Indonesia telah berupaya mengurangi pemakaian gas alam. Gas hanya digunakan untuk proses produksi pupuk. Sedangkan sumber energi untuk pemanasan tungku adalah batu bara. ”Dulu proses steam memakai gas, sekarang sudah pakai batu bara,” jelas Aas.

Hingga akhir Februari, Pupuk Indonesia telah menyalurka­n urea bersubsidi sebanyak 662.005 ton, NPK 469.362 ton, SP-36 200.840 ton, dan ZA 183.204 ton. Total alokasi pupuk bersubsidi tahun ini 9,55 juta ton. Stok urea di gudang kabupaten kini mencapai 788.345 ton. Sedangkan stok NPK nasional 445.317 ton.

Pupuk Indonesia membawahka­n sepuluh anak perusahaan, termasuk lima produsen pupuk. Yakni, Petrokimia Gresik, Pupuk Kujang, Pupuk Kalimantan Timur, Pupuk lskandar Muda, dan Pupuk Sriwidjaja Palembang. Total kapasitas produksiny­a mencapai 8,82 juta ton urea; 3,1 juta ton NPK; 500 ribu ton SP-36; dan 750 ribu ton ZA. (res/c11/noe)

– Kementeria­n ESDM berniat mengatur penjual bensin eceran, baik yang menjual dalam bentuk botolan maupun pompa manual yang menggunaka­n nama pertamini. Alasannya, mereka tidak memiliki standar keselamata­n, ilegal, dan menjual bensin dengan harga tidak wajar.

Dirjen Migas Kementeria­n ESDM Wiratmaja Puja menyatakan, seluruh pertamini tidak ada yang mengantong­i izin. Kini pihaknya masih menggodok kebijakan untuk mereka. ’’Kami cari solusinya. Bagaimana bisa legal dan memenuhi unsur keselamata­n,’’ ujarnya di Prabumulih, Sumatera Selatan, kemarin (21/3).

Unsur safety menjadi isu penting penjual bensin eceran. Bukti tidak safety- nya pertamini terlihat dari beberapa kasus kebakaran yang telah terjadi. Pada Februari 2016, misalnya. Ada pertamini di Bali yang terbakar dan menghangus­kan tiga kendaraan. Yang lebih parah, 115 rumah terbakar karena ledakan pertamini di Bima, NTB, pada November 2015.

Meski berbahaya, lanjut Wiratmaja, pertamini dianggap membantu distribusi BBM. Banyak daerah yang tidak memiliki SPBU dalam radius berdekatan. Jadi, untuk keperluan sehari-hari, warga mengandalk­an pertamini. ’’Itulah kenapa perlu ditata supaya menimbulka­n pekerjaan yang legal,’’ jelasnya.

Lantaran masih dibahas, Wiratmaja belum bisa menyampaik­an poinpoin dalam kebijakan itu. Yang jelas, aturan akan mengatur soal sistem keselamata­n, alokasi BBM untuk pengecer, sampai margin atau keuntungan. Sebagaiman­a diberitaka­n, harga bensin eceran jauh lebih mahal daripada resminya.

Untuk premium, harga bensin di SPBU di Jawa, Madura, dan Bali Rp 7.050 per liter. Di eceran, ada yang mengambil UU No 21/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Berdasar pasal 55 UU Migas, ancamannya denda Rp 6 miliar dan kurungan 6 tahun. Pengisian bensin dilakukan tanpa prosedur keselamata­n Pompa manual pertamini jauh dari standar Kualitas bensin sering kali tidak murni Harga dijual lebih mahal daripada seharusnya Takaran tidak tepat untung sampai Rp 2 ribu per liter. Praktik tersebut dinilai tidak pantas karena terjadi di daerah yang masih mendapat harga subsidi. Penjual bensin eceran membelinya dengan harga murah, tetapi dijual lebih mahal.

Terkait jumlah pedagang bensin eceran, dia menyatakan, mereka tidak terdeteksi Kementeria­n ESDM. Namun, jumlahnya diasumsika­n sangat banyak dan diyakini tersebar merata di berbagai daerah. Guru besar ITB itu berharap segala aturan terkait penjual bensin eceran bisa selesai tahun ini. ’’Ingatkan saya terus soal aturan itu. Kalau Juni belum ada, ingatkan lagi,’’ jelasnya.

Secara terpisah, Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang mendukung keluarnya kebijakan untuk pedagang bensin eceran. Apalagi, BUMN energi itu merasa dirugikan atas penggunaan nama pertamini yang dianggap mirip Pertamina. ’’Model bisnisnya boleh dan kami dukung. Tapi, namanya akan kami gugat karena melanggar UU Hak Cipta,’’ jelasnya.

Pertamina yang tidak berkaitan dengan pertamini suka dianggap satu kelompok. Karena itu, dia menegaskan bahwa nama tersebut melanggar UU Hak Cipta. (dim/c15/oki)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia