Menlu RI Layangkan Nota Protes
Terkait Intervensi Tiongkok di Natuna
JAKARTA – Kasus pencurian ikan di wilayah Indonesia yang diintervensi otoritas Tiongkok mendapat respons keras dari Indonesia. Kemarin (21/3) Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menyampaikan nota protes kepada pemerintah Tiongkok. Dia berharap segera memperoleh respons klarifikasi dari pemerintah yang dipimpin Xi Jinping itu.
Retno telah memanggil Kuasa Usaha Sementara Kedutaan Besar Tiongkok Sun Weide untuk menyampaikan nota protes. Sun Weide mewakili Duta Besar Xie Feng yang saat ini sedang berada di Beijing. Dalam pertemuan tersebut, Retno menegaskan bahwa Indonesia merasa Tiongkok melakukan tiga pelanggaran.
”Pertama, pelanggaran coast guard Tiongkok terhadap yurisdiksi Indo- nesia di wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE). Kedua, pelanggaran terkait pencegahan penegakan hukum yang harus dilakukan di zona tersebut. Ketiga, pelanggaran mereka terhadap laut teritorial Indonesia,” terangnya.
Retno menegaskan, hal tersebut sama sekali tidak masuk isu Laut China Selatan. Menurut dia, Indonesia bukan claimant state dari wilayah tersebut. Namun, wilayah yang dimasuki merupakan laut teritorial Indonesia yang memang merupakan aspek kedaulatan yang harus dijaga.
’’Dalam hubungan bernegara yang baik, prinsip hukum internasional seharusnya dihormati. Termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982,’’ imbuhnya.
Hingga saat ini, pihak Tiongkok kukuh mengklaim bahwa posisi kapal Kway Fey masih berada di wilayah traditional fishing zone atau perairan perikanan tradisional Tiongkok. Karena itu, saat mengetahui kapal warga negaranya tengah diburu kapal bersenjata RI, coast guard pun datang untuk membantu.
Melalui siaran pers Kedutaan Besar Tiongkok di Jakarta, mereka mendesak pemerintah agar delapan anak buah kapal (ABK) Kway Fey bisa segera dibebaskan dan dijamin keselamatannya. Mereka juga meminta persoalan terkait perbedaan dalam isu perikanan itu bisa segera diselesaikan secara diplomatik.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, pihaknya sama sekali tidak menembak ke arah kapal Kway Fey. Petugas hanya menembakkan senjata ke udara setelah kapal tersebut melarikan diri.
Sayang, dalam perburuan itu, tim satgas justru dihalang-halangi kapal coast guard. Tindakan tersebut, menurut Susi, ambigu. Sebab, sebelumnya Tiongkok setuju bersama-sama memerangi praktik illegal fishing. (bil/mia/byu/c10/sof)
– Wajib pajak (WP) nakal selama ini bisa berlindung di balik asas kerahasiaan nasabah perbankan sehingga aparat pajak kesulitan menelisik potensi penggelapan pajak. Namun, kini pemerintah menerapkan siasat baru. Ditjen Pajak memang tetap tidak bisa menjebol tebalnya tembok kerahasiaan nasabah. Namun, institusi di bawah Kementerian Keuangan itu akan meminjam tangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengakses data nasabah perbankan yang ditengarai memiliki transaksi mencurigakan.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggunakan istilah ”integrasi sistem pelaporan dan analisis transaksi keuangan dan laporan pajak” untuk strategi tersebut. ” Profiling data nasabah (bank) dan wajib pajak harus terintegrasi,” ujarnya saat rapat kabinet terbatas di Kantor Presiden kemarin (21/3).
Ketua PPATK Muhammad Yusuf menyatakan, dengan wewenangnya, PPATK bisa meminta informasi transaksi keuangan kepada perbankan, termasuk profesional lain seperti notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), serta Badan Pertanahan Nasional (BPN), untuk mengejar data transaksi jual beli tanah dan bangunan yang sering dipakai sebagai modus pencucian uang. ”Konsekuensinya, akan makin banyak data yang harus kami olah,” ucapnya.
Yusuf mengakui, inisiatif kerja sama sinergi data tersebut sebenarnya berasal dari PPATK. Sebab, dia merasa selama ini data yang diolah PPATK belum dimanfaatkan secara optimal oleh institusi pemerintah. Padahal, banyak sekali data yang bisa dimanfaatkan. Bukan hanya