Ditjen Pajak Bongkar Data Nasabah Bank
Melalui Analisis Laporan PPATK
JAKARTA bagi pemberantasan korupsi, melainkan juga optimalisasi penerimaan pajak. ”Supaya data kami tidak mubazir,” jelasnya.
Yusuf pun membawa setumpuk data yang diperlihatkan kepada presiden maupun menteri keuangan selaku penanggung jawab sektor pajak. Dia menyebutkan, PPATK mulai menyisir data transaksi nasabah bank yang dinilai mencurigakan. Data itu lantas dicek silang ke Ditjen Pajak.
Hasilnya, seorang nasabah bank yang menjadi sampel itu diketahui hanya membayar pajak Rp 3 miliar. Padahal, jika dicocokkan dengan profil transaksi keuangannya, orang tersebut seharusnya membayar pajak Rp 50 miliar. Artinya, terjadi penggelapan pajak Rp 47 miliar dari satu orang wajib pajak saja. ”Padahal, banyak sekali yang seperti itu. Jadi, potensinya gede banget,” sebutnya.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menambahkan, saat ini semua institusi memang memiliki semangat keterbukaan dan transparansi data. Karena itu, sinergi data antarinstansi sangat dibutuhkan. ”Agar bisa mendukung program optimalisasi penerimaan pajak,” ujarnya.
Bambang juga menyinggung keberhasilan pemerintah menelusuri data simpanan milik warga negara Indonesia (WNI) di perbankan luar negeri. Bahkan, di salah satu negara saja terdapat 6 ribu WNI yang memiliki simpanan besar di bank luar negeri.
Selain itu, ada sekitar 2 ribu perusahaan special purpose vehicle (SPV) milik WNI di luar negeri yang digunakan sebagai penyimpanan uang mereka. Sebagian besar berada di British Virgin Island, negeri surga pajak di Karibia. Dana itu diyakini tidak dimasukkan dalam laporan pajak mereka. ”Jadi, seiring rencana penerapan tax amnesty, kami harap dana itu bisa dibawa kembali ke Indonesia,” tuturnya. (owi/c6/sof)