Oli Bekas Cemari Tambak dan Pantai
3 Ton Bandeng Gagal Panen
SURABAYA – Limbah berupa minyak hitam pekat tampak memenuhi tambak ikan milik warga Genting Kalianak. Sekitar 3 ton ikan bandeng siap panen di tambak itu pun mati. Kerugian pemilik tambak diperkirakan puluhan juta rupiah.
Tambak itu memang berada di dekat pabrik sekop dan pabrik kayu. Berdasar pantauan Jawa Pos kemarin siang, tanah di bibir tambak berubah menjadi hitam dan licin. Bakau dan beberapa tanaman lain di sekitarnya pun mati. Bau menyengat tercium oleh warga yang tinggal di pesisir barat Surabaya itu.
Kondisi tersebut sejatinya sudah lama meresahkan warga RT 1, RW 2, yang mendiami pesisir pantai. Namun, warga yang mayoritas bekerja sebagai nelayan itu tidak bisa berbuat banyak. Mereka baru sebatas mengadu kepada ketua RW awal bulan lalu. Yakni, saat ratusan ikan di tambak mengapung dan mati serta limbah mencemari pesisir pantai
Abdul Ghoni, pengelola tambak, mengatakan, awalnya dirinya tidak menyadari ada pencemaran parah semacam itu. ”Sudah sering limbah masuk tambak. Tapi, itu dari getah karet,” katanya saat ditemui kemarin (21/3).
Menurut dia, getah karet itu berasal dari pabrik pengolahan kayu di sekitar tambak. Air tambak pun acap kali berwarna merah dan keruh. Hanya, kondisi tersebut tidak sampai mengakibatkan ikan mati.
Berbeda halnya dengan yang terjadi kemarin. Ikan-ikan miliknya mati terkena limbah minyak. Dia mengaku rugi tiga kali panen ikan. Totalnya sekitar Rp 40 juta atau 3 ton ikan bandeng.
Abdul menceritakan, sebenarnya limbah minyak mencemari tambak miliknya sejak awal tahun lalu. Namun, saat itu jumlahnya sedikit. ”Maka, saya ndak panik. Saya pikir itu biasa,” jelasnya.
Baru pada Januari hingga Maret tahun ini, jumlah minyak yang masuk ke tambak bertambah drastis. Ketebalan minyak di permukaan mencapai 1–2 sentimeter. Limbah minyak yang diduga merupakan oli bekas tersebut bahkan meluber hingga ke laut. Itu terjadi jika turun hujan deras.
”Saya dan warga terpaksa membuka pintu air yang memisahkan tambak dengan laut. Sebab, debit air tambak naik dan mulai menggenangi rumah warga,” ujarnya.
Akibatnya, sebagian pantai di pesisir Genting Kalianak ikut tercemar oli bekas. Nelayan yang melaut juga kerap mengeluhkan kondisi itu. ”Pokoknya, parah. Bebek saya mati kecemplung di tambak,” katanya kesal.
Ketua Nelayan Genting Kalianak Muhammad Choirul menduga, sumber limbah berasal dari pabrik pembuatan sekop di Kalianak 68D. Kemarin dia bersama petugas dari BLH (badan lingkungan hidup) dan trantib kecamatan mendatangi lokasi pabrik yang berjarak sekitar 400 meter dari tambak itu.
Pengecekan dilakukan di bagian belakang pabrik. Petugas menemukan limbah buangan minyak yang serupa dengan di tambak. Limbah tersebut dibuang di saluran belakang pabrik. Di tembok pembatas pabrik juga ditemukan tiga lubang dan plastik yang dicurigai petugas.
Pengawas pabrik sempat mengelak dan cekcok dengan petugas yang sedang memeriksa saluran. Mereka mengklaim tidak membuang limbah oli, tetapi menampungnya untuk dijual.
Saat petugas mengecek ke dalam pabrik, mereka menemukan 6 drum oli bekas. Drum tersebut ditempatkan di dekat saluran pembuangan. Di sisi lain pabrik, ditemukan puluhan drum kosong. Meski begitu, pengawas pabrik PT Mitra Cahaya bersikukuh tidak membuang oli ke saluran.
”Sudah dicek. Olinya hanya dari pabrik ini,” ujar Sapto, pejabat pengawas Lingkungan Hidup BLH Surabaya, saat memeriksa PT Mitra Cahaya kemarin.
Untuk memastikannya, petugas mengambil sampel limbah outlet dari tambak dan inlet di saluran dekat pabrik. Sampel tersebut akan dites untuk mengetahui kadar COD ( chemical oxygen demand) dan BOD ( biological oxygen demand). ”Kalau lewat ambang batas, berarti ini berbahaya,” lanjut dia. Sampel diambil dengan menggunakan dua jeriken berukuran 2 liter. Hasil uji laboratorium baru keluar dua minggu mendatang.
Menurut Sapto, pencemaran kemarin merupakan kasus yang cukup besar dalam tahun ini. Sebelumnya BLH mencatat terdapat 81 kasus pencemaran. Namun, kebanyakan merupakan limbah domestik. Kasus terakhir yang paling besar terjadi pada 2013. Yakni, pencemaran sisa pengolahan pabrik minyak goreng di Karang Pilang. ”Butuh waktu lama karena mencemari Kali Surabaya,” imbuh Teguh, petugas pengendali dampak lingkungan hidup.
Sementara itu, Kepala BLH Musdik Ali Suhudi mengatakan bahwa pihaknya masih menelusuri sumber pencemaran tersebut. Dia belum berani mengatakan ada pabrik/tempat usaha yang menjadi biang keladi tumpahnya oli bekas ke tambak. ”Masih harus ditelusuri, termasuk dugaan sumber pencemaran dari salah satu pabrik,” katanya.
Rencananya, hari ini BLH melakukan peninjauan lapangan ulang bersama pihak kecamatan. Musdik mengatakan, siapa pun yang terbukti menjadi sumber pencemaran wajib bertanggung jawab terhadap semua kerugian yang ditimbulkan, ” Terutama kepada pemilik tambak yang terkena dampak,” ujarnya.
Jika memang benar ada salah satu pabrik/tempat usaha yang menjadi sumber pencemaran, pihaknya akan memanggil pengelolanya. Selanjutnya, BLH bakal memeriksa perizinan perusahaan itu. BLH juga akan mengevaluasi instalasi pengolahan limbah milik pabrik tersebut. ”Akan kami peri ngatkan untuk segera membenahi IPAL-nya,” kata pria yang tinggal di Semampir Tengah tersebut. (bir/tau/c6/fat)